Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Machmud M. Serbo
2005
T25255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syahrizal
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam konstruksi Negara Hukum yang demokratis hak menguji produk hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan utama negara yang diselenggarakan berdasarkan peraturan-peraturan hukum. Karena hakikat negara berdasarkan hukum adalah meletakkan segala perbuatan masyarakat dan negara ke dalam rangkaian pengawasan hukum- Pada konstruksi negara berdasarkan hukum keberadaan berbagai norma-norma yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat guna mencapai suatu ketertiban merupakan karakter umum dari Negara Hukum. Keberadaan sistem norma pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari sistem formal suatu sistem pemerintahan. Norma hukum memiliki sumber formal ketimbang norma-norma sosial lainnya, dan kepatuhan atas norma hukum lazim m erupakan suatu kewajiban- Oleh sebab demikian, formalisasi dan kejelasan akan mengurangi ketidakjelasan apakah suatu nonna cenderung ada dan dalam hubungan manusia seperti apa norma-norma itu dimaksudkan untuk memerintah. Norma hukum (Konstitusi) dalam konteks ini selanjutnya akan menfasilitasi pengawasan terhadap kepatuhan dan menghukum suatu pelanggaran. Namun demikian, pengaturan melalui hukum berpotensi menimbulkan 'inkonsistensi sistem norma dengan sumber utama dan pertama norma tersebut, dan itu adalah Undang- Undang Dasar 1945. Begitu luasnya sektor kehidupan yang harus diatur secara normatif menyebabkan dimensi internal negara berdasarkan hukum membutuhkan satu organ yang dapat menentukan apakah sistem norma hukum telah berkesesuaian dengan Konstitusi Oleh sebab itu pada studi ini penyusun akan memusatkan pandangan terhadap peran pihak ketiga yang kemudian teridentifikasi sebagai Peradilan Konstitusi dalam •’ menyelesaikan persengketaan dua belah pihak (masyarakat dan negara). Ketika persengketaan timbul akibat adanya pengaturan secara normatif, maka Peradilan Konstitusi (pihak ketiga) melalui permohonan akan menyelesaikan persengketaan tersebut secara material (Konstitusi). Kendati demikian, penyelesaian sengketa berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, yang mendapat pengaturan kembali melalui Undang-undang No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi bukannya tanpa masalah. Karena undang-undang yang digunakan sebagai Hukum Acara Mahkamah Konstitusi R.I itu sifatnya masih terlalu umum. Sehingga hal demikian akan menyulitkan para Pemohon dan Hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yang telah dimohonkan kepada Peradilan Konstitusi. Persolaan itu berkaitan dengan proses pengujian undang-undang secara formil dan material terhadap Undang-Undang Dasar 1945, maupun ketidakjelasan perihal kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon seperti tertera dalam Undang-undang No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi R .I Oleh sebab demikian maka penyusun melalui studi ini akan mencoba mencarikan suatu jalan keluar (breakthrough) terhadap serangkaian persolaan yang melingkupi sistem adjudikasi konstitusional Indonesia, yang melalui Undang-Undang Dasar 1945 telah meletakkan kekuasaan kepada Mahkamah Konstitusi R .I untuk memecahkan dilema normatif tersebut Hal demikian, jika dilakukan secara konsisten diharapkan kelak (ius constituenduni) akan mempertegas kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai norma tertinggi, hak-hak asasi manusia maupun pencapaian utama keadilan konstitusional dalam negara.
2004
T36702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuhelson
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Syamsul Zakaria
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana landasan hukum dan mekanisme konvensi nasional pemilihan calon presiden yang dianut oleh Partai Golongan Karya 2003-2004 serta mengetahui bagaimana pelaksanaan reknitmen Konvensi Nasional pemilihan calon presiden Partai Golongan Karya. Selain itu, tesis ini juga bertujuan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara Konvensi Nasional pemilihan calon presiden yang dilaksanakan Partai Golongan Karya dengan konsep Konvensi Nasional pemilihan calon presiden di Amerika Serikat, baik Partai Demokrat maupun Partai Republik. Secara metodologi, penelitian ini cenderung bersifat kualitatif dengan kategori deskripsi analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data primer {indepth interview) dan sekunder (dokumen partai dan sumber pustaka). Proses analisa dilakukan dari penggabungan kedua data ini. Temuein dari penelitian tesis ini ialah; pertama, dalam mekanisme pelaksanaan konvensi, partai Golongan Karya cenderung bersifat reaksioner atas perkembangan isu-isu aktual yang berkembang, mekanisme konvensi masih terkatagorikan tidak baku. Artinya aturan dasar konvensi hanya terdapat pada Keputusan Rapim, tidak diataur dalam AD/ART. Hal itu tentunya berbola dengan Konvensi di Amerika Sertikat, dimana ketentuan dasar Konvensi diatur dalam AD/ART Partai Politik, baik Partai DemokratmaupunPartai Republik. Ketidakbakuan mekanisme itu terlihat mulai dari tahap persiapan hingga tahap pemilihan. Ketidakbakuan mekanisme tersebut karena konvensi tidak memiliki kedudukan politik dan hukum yang kuat dalam tata organisasi partai. Ini disebabkan konvensi tidak diatur dalam AD dan ART Partai sebagaimana di Amerika Serikat (partai Republik dan partai Demokrat) sehingga hasil konvensi pun tak memiliki kekuatan yang tetap sebab ada peluang rapat pimpinan (Rapim) bisa mengubahnya kembali. Selain mekanisme yang cenderung tidak mendukung terhadap pelaksanaan Konvensi Partai Golongan Karya ke arah yang lebih baik dan berkualitas, juga pelaksanaan Konvensinya yang inkonsistensi ikut mendorong rusaknya tujuan mulia d£iri konvensi. Inkonsistensi yang diperagakan pada pelaksanaan Konvensi telah merampas prinsip-prinsip dasar terciptanya konvensi yang baik dan berkualitas, yakni kedaulatan pemilih, keterbukaan proses pemilihan dan indefedensi panitia penyelenggara. Sehingga pada gilirannya dengan mekanisme dan pelaksanaan konvensi yang baik akan turut membangun demokrasi yang berkualitas dalam tatanan politik ketatanegaraan. Sementara jika dikomparasikan dengan Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika Serikat, mekanisme Konvensi Nasional Partai Golongan Karya dapat dikatakan masih ketinggalan dibanding keduanya. Kenyataan itu terlihat dari tiga dimensf; (1) landasan hukum (2) mekanisme pelaksanaan konvensi, dan (3) peseita dan suara. Baik Partai Republik maupun Partai Demokrat sama-sama menerapkan tiga dimensi ini secara terbuka, independen,dan memiliki kedaulatan tinggi.
2004
T36693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Satya Bhakti
Abstrak :
Perubahan terhadap UUD 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap sistem ketatanegaraan yang berlaku. Perubahan tersebut meliputi jenis dan jumlah lembaga negaranya, serta sistem pemerintahan yang dianut, sistem peradilan dan sistem perwakilannya. Pada Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat UUD 1945 nampak bahwa kekuasaan eksekutif digeser oleh kekuasaan legislatif. Pergeseran kekuasaan tersebut telah mengakibatkan kaburnya nuansa Presidensiil. Kendati pasal-pasal UUD 1945 yang sudah dirubah memberikan indikasi pelaksanaan sistem Presidensiil, namun dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia, sistem Presidensiil ini masih belum dilaksanakan secara murni. Ketidakjelasan dari hubungan legislatif dan eksekutif dalam sistem pemerintahan sebenarnya disebabkan salah satunya oleh karena ketidakjelasan sistem pemerintahan, karena hubungan legislatif dan eksekutif sangat ditentukan oleh pola sistem pemerintahan baik parlementer maupun Presidensiil. Kerumitan terhadap sistem pemerintahan ditambah dengan ketidaklengkapan konstitusi dalam mengatur hubungan antar lembaga negara secara keseluruhan, mengundang perdebatan yang berkepanjangan baik dari kalangan akademik maupun dalam kaitan konflik Presiden dan DPR. Dalam kepustakaan hukum, soal hubungan kekuasaan antara lembaga eksekutif dan legislatif biasa disebut hubungan kewibawaan yang formal (de formele gezagsverhouding) antara pemerintah dan parlemen atau, konkritnya untuk negara kita ialah hubungan antara Presiden dan DPR. Segi lain dari hubungan antara pemerintah dan parlemen ini ialah hubungan riil politik, yakni realitas politik yang mempengaruhi kedudukan dari masing-masing lembaga yaitu apakah kedudukan pemerintah tergantung pada parlemen, dengan kata-kata lain, apakah pemerintah dapat “dijatuhkan” atau dilepas dari jabatannya (removed from office) oleh Parlemen? Sebaliknya apakah parlemen dapat dibubarkan oleh pemerintah? Penelitian ini bermaksud menguraikan tentang prospek hubungan antara kedua institusi dalam perkembangan praktek ketatanegaraan di Indonesia pasca perubahan UUD 1945. Berdasarkan ruang lingkup dan identifikasi masalah, pokok permasalahan dalam penelitian ini akan dikaji secara yuridis normatif. Di damping itu, penelitian ini akan dilengkapi pula dengan pendekatan yuridis-historis dan yuridis-komparatif. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian normatif. Pendekatan yang bersifat normatif tersebut akan dilakukan dengan mempergunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Jenis data dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data dan informasi yang diperoileh akan disajikan secara kualitatif dengan pendekatan deskriftif-analitis.
2004
T36929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nunung Siti Cholimah
Abstrak :
ABSTRAK
Kelurahan sebagai struktur pemerintah terbawah {local goverment) dan ^^terdepan", tidak memiliki kemampuan untuk itiengambil keputusan dalam penanganan masalah perkotaan, semua tergantung pada kantor dinas yang bekerja di tingkat provinsi. Sedangkan Lurah sebagai ujung towhak/front liner, benar-benar hams itiemahami kondisi wilayah dan aspirasi itiasyarakat di wilayahnya. Kondisi kelurahan di DKI Jakarta yang be-Jumlah keseluruhan 267 kelurahan. Kelurahan-kelurahan dengan tupoksinya harus melayani 8,5 juta penduduk Jakarta. Ini berarti, pejabat lurah beserta aparatnya yang hanya berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang, harus melayani rata-rata 10-1 orang, harus melayani rata-rata 20-30 ribu penduduk Jakarta (ratio+1:2000) . Ini merupakan hal yang mustahil, apabila kita menginginkan pelayanan masyarakat berjalan dengan baik. Untuk itu langkah-langkah terobosan perlu ditempuh untuk memperkuat lembaga kelurahan.Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta menyadari bahwa selama ini berbagai kegiatan yang dibiayai lewat APBD DKI Jakarta dirasakan kurang memberi peran dan ruang yang memadai kepada masyarakat secara riil dalam upaya mengatasi berbagai persoalan yang ada di lingkungan masyarakat luas. Hal tersebut dapat terjadi karena aspek kelembagaan dalam kegiatan yang pernah dilakukan kurang memperoleh perhatian yang memadai selain memang belum berkembangnya paradigma pemberdayaan rakyat atau masyarakat di kalangan pengambil kebijakan, khususnya birokrat Pemda DKI Jakarta.Untuk itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan langkah maju dan bijak berusaha menyikapi masalah yang terjadi dengan membentuk suatu lembaga baru yang dinamakan Dewan Kelurahan (Dekel) sebagai satu bentuk pemenuhan kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dewan Kelurahan ini berfungsi mewakili masyarakat di tingkat RW untuk menyampaikan aspirasi warga dan mengawasi kinerja birokrasi kelurahan. Dalam konteks itu, komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah harus makin efektif, sehingga kesenjangan komunikasi dapat ditekan dan bahkan dihilangkan. Dengan komunikasi yang semakin kohesif akan terhindar kesan seolaholah masyarakat merasa ditinggalkan, sehingga tidak ada lagi pandangan skeptis. Dengan kondisi seperti ini, diharapkan kebijakan pembangunan mendatang dapat lebih mampu mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang dinamis dan terus berkembang.
2005
T37583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Machmud M Serbo
Abstrak :
ABSTRAK
Sesuai dengan konstitusi, regim yang berkuasa bersama dengan legislative diberi kevvenangan untuk memungut pajak dari masyarakat guna membiayai penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, spritual dan material. Namun dalam pelaksanaannya pemungutan pajak sangat sarat dengan muatan kepentingan politik penguasa/partai politik yang berkuasa saat itu. Dan dalam hal politik kekuasaan regim yang berkuasa bersifat otoriter, maka produk hukum yang dihasilkannya bersifat konservatif. Metodologi Penelitian yang digunakan adalah penelitian historiés normative dengan titikberat kajian pada peraturan penmdang-undangan Pajak Penghasilan sejak tahun 1983-2000. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara terhadap tokoh-tokoh yang terlibat dalam penyusunan dan pembahasan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pendekatan analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatip. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regim berkuasa telah menjadikan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan politiknya. Regim Orde Baru yang otoriter telah menggunakan Hukum Pajak untuk mempertahankan kekuasaannya, meskipun untuk itu, diawal-awal reformasi perpajakan menghasilkan produk hukum pajak yang sangat responsive, namun kemudian secara perlahan beralih ke produk hukum yang konservatif. Regim Reformasi yang didukung Poros Tengah di lembaga Legislative juga menggunakan hukum pajak untuk mencapai tujuan politiknya dengan mengorbankan asas keadilan dalam pemungutan pajak penghasilan melalui pemberian pengurangan pajak bagi wajib pajak yang membayar zakat. Tujuan politik yang hendak dicapai dalam pemungutan pajak dalam rangka penerimaan negara ditujukan untuk memperlancar produksi dan perdagangan, mengarahkan aktivitas masyarakat menuju kebahagiaan serta untuk kepentingan umum. Tujuan politik yang hendak dicapai ini juga seharusnya selaras dengan perkembangan ekonomi karena pada hakekatnya pajak adalah salah satu instrumen kebijakan ekonomi. Pemungutan pajak yang berkeadilan dengan penggunaan konsep penghasilan luas (world wide inconw) dan menyeluruh serta penggunaan tarip progressive merupakan upaya untuk mencapai tujuan politik tersebut. Kembali ke metode Seif Assessment System secara mumi dan konsisten merupakan keharusan. Kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam pemungutan pajak hendaklah digunakan untuk kepentingan rakyat guna memberikan keberkahan, kesejahteraan, dan keadilan. Dan hukum seharusnyalah menjadi panglima dan pengawal dalam mencapai tujuan politik itu.
2005
T37322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>