Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitompul, Yulius Amos Taruli Ferdinand
"Skripsi ini membahas tinjauan prinsip netralitas atas penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF. Pola kebijakan yang selama ini diterapkan oleh pemerintah adalah untuk menciptakan rasa adil di kalangan pengusaha dengan cara membedakan skala cukai berdasarkan tingkat produksi dan jenis hasil tembakau. Pola kebijakan ini ternyata memberikan insentif bagi pengusaha kecil untuk menghindari cukai baik secara legal ataupun ilegal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif, berdasarkan manfaat adalah penelitian murni, berdasarkan teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif dokumen, pengamatan, dan wawancara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan kebijakan ini adalah untuk menekan peredaran rokok ilegal, membina industri kecil, dan kebijakan yang mengarah pada fungsi regulerend. Ditinjau dari prinsip netralita, kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF tidak netral, karena mempengaruhi keinginan seseorang untuk berproduksi dan pilihan seseorang untuk mengkonsumsi.
Hasil penelitian ini menyarankan penetap kebijakan agar meninjau kembali PMK No.134/PMK.04/2007, karena apabila sifat distortifnya memang menjadi suatu tujuan dalam rangka membatasi konsumsi, maka tarif cukai tertinggi seharusnya dikenakan pada produk SKM, SPM, dan SKT sebagai penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor cukai.

This minithesis analyzes neutrality principle toward excise rate and local tobaco retail price type SKTF. The policy applied by the government is one that is to emerge fairness amongst entreprenuer by distinguishing excise rate base on the the production and the type of tobacco itself.
This research uses quantitative descriptive interpretative, as benefit is pure in: documents, observations, and intervews. This research result comes to a conclusion that basic considerations of its emplementation are to press illegal cigarettes more distributed, to develope small industries, and to aim the policy to regulerend function. Viewed from its neutrality principle, this policy affect the desire produce, to consume, and to encourage the others work.
This result suggest policy maker consider PMK No.134/PMK.04/2007, if it distortive objective is to bound the consumption of tobacco, then the highest excise rate shuld be put upon SKM, SPM, and SKT for giving this country most income from excise sector.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumasto Subagjo
"Peranan penerimaan cukai dalam menyumbang penerimaan pajak tetap penting, yaitu bila pada Tahun Anggaran 1969/1970 penerimaan cukai merupakan 18,8% dari penerimaan pajak maka pada Tahun Anggaran 1997/1998 turun menjadi 8,2% dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 diharapkan naik menjadi 10,6%, atau terus meningkat dari Rp 32,5 milyar pada Tahun Anggaran 1969/1970 menjadi Rp 5.335,8 milyar pada Tahun Anggaran 1997/1998 dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan Rp 7.755,9 milyar. Dari jumlah tersebut ternyata penerimaan cukai hasil tembakau memegang peranan sangat penting yaitu pada Tahun Anggaran 1997/1998 Rp 5.138,6 milyar atau 96,3% penerimaan cukai adalah dari cukai hasil tembakau. Pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan 94% penerimaan cukai atau Rp 7.290,5 milyar dari cukai hasil tembakau. Dari jumlah ini 79,3% berasal dari cukai sigaret kretek buatan mesin (SKM).
Cukai atas hasil tembakau dipungut berdasarkan tarif cukai dan harga jual eceran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dua unsur ini dipakai sebagai dasar perencanaan dan penetapan target penerimaan cukai hasil tembakau. Untuk mencapai target penerimaan cukai hasil tembakau pada setiap tahun anggaran maka dua unsur tersebut dipakai sebagai dasar perhitungan, ditambah dengan unsur data produksi tahun sebelumnya. Dalam realisasinya ternyata produksi SKM selalu naik sehingga target penerimaan cukai tercapai meskipun ada kenaikan pembebanan (tarif dan/atau harga jual eceran) cukai.
Permasalahannya bagaimana menetapkan tarif dan harga jual eceran SKM dalam usaha meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai dengan tetap memelihara insentif bagi pengusaha untuk menaikkan produksi. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana proses kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran SKM dilakukan dan berapa sumbangan penerimaan cukai SKM kepada penerimaan negara.
Ternyata 90% penerimaan cukai hasil tembakau berasal dari SKM hasil produksi 4 pabrik besar yaitu PT. Gudang Garam, PT. Djarum, PT. Bentoel dan PT. H.M. Sampoerna. Berdasarkan hal tersebut sampel yang diambil dalam penelitian adalah secara purposive yaitu 4 pabrik ini ditambah dengan satu pabrik golongan kecil PT. Menara Kartika Buana serta 5 Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi 5 pabrik tersebut ditambah dengan Direktorat Cukai pada Kantor Pusat DJBC sebagai perumus kebijakan di bidang cukai. Dari hasil penelitian terbukti bahwa meskipun ada kenaikan beban cukai, produksi SKM selalu meningkat sehingga penerimaan cukai juga meningkat. Peningkatan produksi SKM secara keseluruhan terutama terjadi pada 3 dari 4 pabrik golongan besar tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka disarankan untuk memperluas tax base dengan cara memberi insentif kepada pabrik-pabrik hasil tembakau lainnya berupa beban cukai yang lebih ringan sehingga mereka dapat meningkatkan produksi dan menaikkan beban cukai pada SKM produksi. PT. Gudang Garam. Tujuannya agar setiap pabrik hasil tembakau penghasil SKM dapat meningkatkan produksi SKM dan kontribusinya dalam penerimaan cukai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Ludiyanto
"Untuk menggenjot penerimaan cukai sebagai upaya untuk mencapai tanget penerimaan cukai yang diamanatkan oleh APBN, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menfokuskan pada kebijakan cukai hasil tembakau. Kebljakan cukai hasil tembakau terdiri dari dua variabel yaitu variabel tarif cukai dan variabel harga jual eceran yang secara bersama-sama menjadi variabel Beban Cukai.
Namun demikian pemerintah juga harus cermat dalam menerapkan kebijakan cukai hasil tembakau jangan sampai penurunan produksi yang diakibatkan oleh kenaikan beban cukai justru akan menurunkan juga penerimaan cukai secara keseluruhan.
Penulis ingin menganalisa apakah kebijakan cukai hasil ternbakau yang mengenakan tarif cukai SKT, SKM, dan SKT tersebut berpengaruh terhadap penurunan produksi hasii tembakau jenis Sigaret Putih Mesin. Jangan sampai kebijakan menaikkan tarif cukai justru akan menurunkan penerimaan cukai terutama dari rokok jenis SPM karena bagaimanapun juga penerimaan cukai masih dibutuhkan oleh pemerintah untuk membantu pembiayaan negara.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai terhadap harga rokok.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SPM terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM).
3. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SKM terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM).
4. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SKT terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mingke Manovia
"Usaha terencana untuk meningkatkan Penerimaan Negara sebagai salah satu upaya menanggulangi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yakni melalui peningkatan penerimaan dari sektor Pajak. Peningkatan penerimaan dari sektor pajak dapat dicapai melalui perluasan(tax base) secara ekstensifikasi yakni dapat ditempuh dengan memperluas obyek barang kena cukai antara lain Cukai Ban Mobil.
Rencana kebijakan pemungutan Cukai Ban Mobil telah menimbulkan perdebatan dan resistensi dari pelaku bisnis maupun pejabat fiskus dan masyarakat. Namun ada pula pihak-pihak yang mendukung rencana kebijakan cukai ban mobil tersebut. Oleh karena itu, agar dapat memberikan jawaban analisis akademis, penulis mencoba mengaplikasikan teori kebijakan Pemungutan Pajak khususnya atas Cukai yang bersifat selektip, dengan hasil sebagai berikut :
Model Regresi berganda sebagai model analisa pengaruh hubugan antara variasi perubahan variabel bebas (harga ban mobil, pendapatan perkapita dan indeks harga ban) terhadap variabel terikat yakni penjualan ban mobil. Besarnya perubahan dari setiap variabel bebas tergantung pada elasitasnya terhadap permintaan ban mobil.
Hasil perhitungan elasitas rata rata permintaan ban terhadap harga Pendapatan perkapita : Indeks harga ban adalah : -0,2510 : 0,8272 : 0,86 artinya apabila harga ban rata-rata naik 10% maka jumlah rata-rata permintaan ban akan naik sebesar 8,272%, bila indeks harga ban naik 1% maka permintaan ban akan naik 0,86% yang berarti dapat berdampak terhadap inflasi walaupun relatif kecil karena indeks harga ban hanya 4,47% dari komponen indeks harga transportasi.
Selain dukungan hasil analisis tersebut tinjauan dari segi industri ban yang mendukung prinsip-prinsip pemajakan antara lain : principle of equality and social justice, principle of economic, ability to pay, principle of flexibility, simplicity. Dengan kata lain dapat disimpulkan produk ban layak dipilih menjadi barang kena cukai dengan tarif cukai diusulkan sebesar 20% akan berdampak penurunan penjualan ban sebesar 5,02% dan menghasilkan Penerimaan Negara sebesar Rp. 707.338.055.000.
Usul dan saran penulis agar Penerimaan Negara dari hasil cukai ban dipergunakan sebagai earmarking misalnya menyediakan public service dalam bentuk pengadaan transportasi umum yang bersih-aman-murah sehingga tercapailah fungsi pajak sebagai reguleren yang mengatur kebijakan dalam hal melakukan redistribusi of income agar requirement for equality and social justice terpenuhi. Selain itu perlu diadakan perubahan/reformasi Undang-undang karena Undang-undang yang ada saat ini membatasi barang yang dikenakan cukai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nazif
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwira Wanti Arroyani
"Skripsi ini membahas tentang kebijakan penetapan tarif cukai hasil tembakau melalui PMK 167/PMK.011/201. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kebijakan penetapan tarif cukai ditinjau dari fungsi budgetair dan fungsi regulerend. Dalam rangka memenuhi fungsi budgetair pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau jenis sigaret rata-rata sebesar 12 %. Untuk hasil tembakau selain sigaret tidak mengalami perubahan. Pembatasan produksi hanya ditujukan untuk jenis Sigaret Kretek Tangan golongan II dan III dalam rangka pemenuhan fungsi regulerend. Dalam penetapan kebijakan ini terdapat kendala berupa protes dari pengusaha pabrik jenis Sigaret Kretek Tangan yang merasa keberatan atas besaran kenaikan tarif cukai dan tidak dilakukan sosialisasi sebelumnya oleh pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengenai besaran tarif cukai dan batasan jumlah produksi hasil tembakau jenis Sigaret Kretek Tangan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan penetapan tarif cukai hasil tembakau melalui PMK 167/PMK.011/2011 lebih memprioritaskan fungsi budgetair dibandingkan dengan fungsi regulerend.

This thesis discusses the tax rate assignment policy for the result of tobacco based on the PMK 167/PMK.011/2011. This study aims to evaluate the tax rate assignment policy in terms of the functions budgetair and regulerend functions. In order to meet the Government's budgetair function to raise the tobacco tax rate results of sigaret on average by 12%. However, has not changed non-sigaret tobacco. Production restrictions only aimed at different types of Kretek Hand Sigaret groups II and III in order to fulfill functions regulerend. Setting this policy has obstacle regarding protest of entrepreneurs of Kretek factory hand Sigaret objected quantity rate increase taxes and not done previously by the socialization of the Directorate General of customs and Excise concerning the Customs quantities and limits the amount of tobacco production types of Kretek Sigaret hands. This research is a qualitative descriptive research. The results showed that the tax rate assignment policy for the result of tobacco through the PMK 167/PMK.011/2011 more prioritize the functionality of budgetair compared to regulerend function."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S44664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S10167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nova Nurvianto
"ABSTRAK
Kebijakan simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.10/2017 merupakan upaya pemerintah dalam menyederhanakan sistem multi layer untuk tarif cukai industri sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM), dan sigaret putih mesin (SPM). Struktur tarif yang sebelumnya berjumlah 12 lapisan (layer), akan disederhanakan menjadi 5 layer melalui tahapan roadmap dalam kurun waktu 4 tahun (2018-2021). Di dalam regulasi tersebut dijelaskan bahwa selain penyederhanaan sistem administrasi cukai, tujuan dari kebijakan ini adalah meminimalisasi loophole praktik penghindaran beban cukai, sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan CHT. Kebijakan yang melibatkan berbagai aktor ini mendapatkan pro dan kontra dari para stakeholder. Skripsi ini membahas mengenai kebijakan simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau dalam rangka mengendalikan konsumsi rokok. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian konsumsi sebelum dan sesudah PMK 146/PMK.10/2017 tidak menunjukkan tren positif. Sementara itu, terdapat intervensi dari industri hasil tembakau (IHT) kepada pemerintah terkait kebijakan simplifikasi untuk pengendalian konsumsi rokok. Dapat disimpulkan bahwa tantangan pemerintah dalam simplfikasi struktur tarif CHT adalah intervensi IHT dan sulitnya mendapatkan kesepakatan dalam proses perumusan kebijakan, hingga pada akhirnya diputuskan untuk menunda simplifikasi di tahun 2019 oleh Kementerian Keuangan.

ABSTRACT
The policy of simplifying the structure of tobacco excise in Minister of Finance Regulation No. 146 /PMK.10 /2017 is a government effort to simplify the multi-layer system for excise on hand-rolled kretek cigarettes, machine-made kretek cigarettes, and machine-made white cigarettes. The previous rate structure amounted to 12 layers, will be simplified into 5 layers through the roadmap stages in a period of 4 years (2018-2021). In the regulation, it is explained that in addition to simplifying the excise administration system, the aim of this policy is to minimize excise avoidance practices, so that it is expected to optimize tobacco excise revenues. This policy involves various actors and gets the pros and cons of stakeholders. This thesis discusses the policy of simplifying the structure of the tobacco excise rate in order to discourage cigarettes consumption. This research is descriptive qualitative research with data collection techniques through literature study and field study conducted by interviews with relevant parties. The results showed that consumption control before and after Minister of Finance Regulation No. 146 /PMK.10 /2017 did not show a positive trend. Meanwhile, there was an intervention from the tobacco industry to the government regarding a simplification policy for discouraging cigarettes consumption. It can be concluded that the governments challenge in simplifying the structure of tobacco excise comes from tobacco intervention and the difficulty of getting the agreemen in the policy formulation process and at the end, it was decided to postpone simplification in 2019 by the Ministry of Finance."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Harmawanto
"Penelitian ini tentang pengaruh penetapan tarif cukai bir terhadap industri bir di Indonesia. Tujuan penelitian untuk mengetahui serta menganalisis pengaruh kebijakan pernerintah dalam penetapan tarif cukai bir terhadap konsumsi bir dan kinerja perusahaan pada industri bir di Indonesia. Ruang Iingkup penelitian mencakup konsumsi bir dan kinerja perusahaan pada industri bir di Indonesia dari April 1996 sampai Desember 2004.
Analisis penelitian menggunakan pendekatan elastisitas permintaan bir dengan memfokuskan pengukuran kinerja perusahaan pada industri di industri bir di Indonesia untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari penetapan tarif cukai. Dalam penelitian ini kinerja dihitung dari rasio price-cost margin (PCM) yang dihasilkan oleh pasar industri bir serta dari pendekatan Return on Asstes (ROA). Rasio PCM atau dikenal dengan indeks Lerner menunjukkan kemampuan industri mengeksploitasi pasar untuk memaksimalkan Iaba. Dalam pasar bir yang bersifat oligopoli, maka PCM berhubungan antara nilai rasio Indeks Hertindahl-Hirschmann (HHI) dengan nilai elastisitas permintaan bir. HHI berasal dari jumlah kuadrat pangsa pasar PT. Multi Bintang Indonesia, PT. Delta Djakarta dan PT. Bali Hai Brewery.
Menggunakan data triwulanan tahun 1996-2004, penulis mengestimasi permintaan bir dirnana variabel terikat konsumsi dipengaruhi oleh variabel bebas harga bir, tarif cukai bir, pendapatan per kapita, jumlah penduduk usia diatas 20 tahun dan dummy krisis.
Dari hasil estimasi, elastisitas permintaan bir -0,48 (inelastis). Variabel harga bir dan variabel tarif cukai bir berpengaruh negatif terhadap tingkat konsumsi bir. Sedangkan variabel pendapatan per kapita, jumlah penduduk usia diatas 20 tahun dan dummy krisis tidak signifikan terhadap tingkat konsumsi bir di Indonesia.
Permintaan yang bersifat inelastis menyebabkan beban pajak atau cukai sebagian besar ditanggung oleh konsumen. Tarif cukai semakin dinaikkan, maka beban pajak yang ditanggung oleh konsumen semakin besar. Indeks Hertindahl-Hirschmann (HHI) industri bir adalah 5.-474, berarti pasar industri sangat terkonsentrasi. Dengan permintaan bir yang inelastis, maka tingkat price cost margin semakin besar. ROA perusahaan bir semakin menurun, sedangkan cukai atas bir yang diterima pemerintah semakin besar.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan rekomendasi : (1) Optimalisasi penerimaan negara melalui cukai bir ; (2) Kebijakan yang Iebih bersifat membatasi konsumsi bir. Penulis menyarankan pada penelitian berikutnya dapat menggunakan data dengan rentang waktu Iebih panjang (tahunan) untuk periode Iebih lama serta Iingkup penelitian difokuskan terhadap konsumsi bir di kota besar di Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtarom
"The last amendement of the Indonesia Income Tax Law is referred to as Law Number 17 of 2000 as the amendement of the Law Number 10 of 1994 Concerning Income Tax.
One important amendement is Article 17 paragraph (1) which is concerning the Corporate Income Tax Rate. in the article it is regulated income tax brackets and marginal income tax rate. Corporate income tax levied on taxable income brackets such as regulated in the stipulation is related to the corporate income tax rates. The results from application of the article is being tax owed of the tax payer, which in the other hand is being portion of national revenue. By which, the essence of the research is to identify the effect of the change in corporate income tax rate on the annual investment level and national income accepted from the corporate taxpayer.
Amendement of tax rate causes the changes on owed tax amount and results cash savings as an element of business liquidity that can be use for funding its operation and investment activities.
The back ground problems presented in the research raising three brief questions. The first question, what changes in the tax rate. The second, is the rate amendement inifluence investment level, and the third, is the amendement of tax rate inlfluences national revenue from Corporate Income Tax of PT Antam.
To answer the questions, it is performed a set of research by using the secondary data published by PT Antam. PT Antam is a state owned corporation domiciled in Jakarta, and engaged in mining.
A part of the applied data is quantitative in nature and the others are qulitatives. For gathering data it is used methods of library research. In general, the available data is analized by using descriptive method.
Referring to the topic and variables of the research, the applied secondary data consists of investment data and corporate tax payments from 1997 to 2004. From the library research also gathered the relevant. theoritical back ground supporting the reseach analyses.
Theoretically, the people normally refer investment as the purchase of common stocks or bonds. Economist refers the purchase of new physical assets - purchases that add to aggregate demand as investment. Income taxes are percentage applied on the taxable income. In general, by lowering tax rates workers have a greater incentive to work, investors have a greater incentive to invest, and business have incentive to produce. Economist believes, in the short run, incentive effects are relatively weak, but, in the long run, they can be important. While national income is an amount of fund receipt by the state from any sources such as income taxes.
From the analizes it is founded three conclusions that (1) within the amendement of corporate income tax from Law Number 10/1984 to become Law Number 17/2000 concerning Income Tax, the amendement refering with taxable income brackets only, but not in marginal income tax rate. After the amendement there are still three level of income tax rate available; namely 10%, 15% and 30%; (2) The amendement of Corporate Income Taxes Rate did not influence investment level at the PT Antam. Unless investment level indicates increasing from year to year, the amounts are not proportional with the annual income tax saving as a result from the application of the new income tax rates. Most decisions to enforce investment at the PT Antam is influenced by commercial cosiderations. Investments are intended to explore the available mineral resouces based on the profit expectations, and (3) Theoritically, the amendement of Corprorate Income Tax Rate influences national revenue from income Tax. Income Tax is based on a percentage of the taxable income.
When corporate income tax decreased, at the PT Antam the annual tax payments fluctuate unlinear with the changes in tax rates. According to the data analyses, the tax payable besides influenced by tax rates also influenced by the level of taxable income. While taxable income influenced by the changes in volume of sales, unit prices, exchange rates, expenses, as well as profits as derivative of the increasing in annual investments.
Based on the preceeding conclusions, it is recomended in amendement of tax law that the government authorities preferable putting attention (1) on the significance of decreasing tax payable as a result of corporate income taxes rate decreasing, (2) on performing deep research before the goverment planning the amendment to decrease tax rates to ascertain that the tax rate decreasing stimulate the increasing of corporate tax payers investment, and (3) for not to be ultra pesimistics concerning the tax rate decreasing as long as based on the best design to reach the increasing of investment."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>