Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140761 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mila Rachmawati
"ABSTRAK
Salah satu bentuk hubungan sosial dalam kehidupan manusia adalah hubungan
intim lawan jenis atau hubungan romantis. Menurut Erikson (1963 dalam Birch &
Malim, 1994), membangun hubungan intim merupakan suatu kebutuhan sekaligus
sebagai salah satu tugas perkembangan yang spesifik bagi individu dewasa muda.
Proses membentuk dan membangun hubungan intim ini dapat berlangsung
melalui apa yang biasa kita sebut sebagai hubungan pacaran. Salah satu penelitian
yang dilakukan oleh Jones, Hansson, dan Smith (1980 dalam Peplau & Perlman,
1982) menunjukkan hasil bahwa mahasiswa.yang belum pernah mempunyai pacar
memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa
yang pernah memiliki pacar. Kesepian pada seseorang juga sering dikaitkan
dengan munculnya perasaan-perasaan tidak berarti, tidak kompeten atau tidak
dicintai (Peplau & Perlman, 1982). Perasaan-perasaan seperti ini mengindikasikan
adanya karakteristik harga diri yang rendah. Menurut Peplau & Perlman (1982),
kaitan antara kesepian dengan harga diri rendah memang merupakan salah satu
penemuan yang konsisten dalam lingkup penelitian tentang kesepian Teori dan
penelitian di atas mengindikasikan bahwa individu yang hingga masa dewasa
mudanya belum pernah mempunyai pacar akan menunjukkan karakteristik orang
dengan tingkat kesepian tinggi dan harga diri rendah. Akan tetapi berdasarkan
penelitian dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan oleh Ramayani (2001)
terhadap lima orang subyek, didapatkan fakta tentang karakteristik yang cukup
beragam dan tidak konsisten dengan dugaan sebelumnya. Bertolak dari hal ini
maka penulis hendak menguji dan mengetahui apakah status pacaran pada
individu dewasa muda benar-benar akan membedakan secara signifikan tingkat
kesepian dan harga diri, ketika dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih besar.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab masalah-masalah penelitian.
Masalah-masalah penelitian terbagi ke dalam masalah utama dan masalah
tambahan. Masalah utama penelitian adalah pertama, apakah status pacaran akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan tingkat kesepian
mahasiswa/i subyek penelitian ? Kedua, apakah status pacaran akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan tingkat harga diri mahasiswa/i
subyek penelitian ? Ketiga, apakah terdapat hubungan yang signifikan antara
harga diri dan kesepian pada mahasiswa/i subyek penelitian ? Sedangkan masalah
tambahan dalam penelitian ini yaitu manakah dari variabel-variabel data kontrol
yang ikut berperan terhadap skor kesepian dan harga diri subyek penelitian ?
Tinjauan kepustakaan yang dijadikan sebagai landasan kerangka berpikir dalam
melaksanakan penelitian ini di antaranya akan membahas mengenai teori-teori
tentang dewasa muda dan tugas-tugas perkembangannya, pengertian pacaran,
fungsi dan arti penting pacaran, implikasi keadaan belum pernah berpacaran bagi
individu, serta teori-teori mengenai kesepian dan harga diri.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Data akan diolah dengan
teknik statistik one-way anova, korelasi Pearson product-moment, independent
sample t-test, dan multivariate anova. Penelitian ini melibatkan partisipasi dari
382 mahasiswa/i yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, berusia 18-26 tahun,
dan didapatkan dengan teknik Occidental / incidental sampling.
Hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Status pacaran tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
perbedaan tingkat kesepian pada mahasiswa/i subyek penelitian.
2. Status pacaran tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
perbedaan tingkat harga diri pada mahasiswa/i subyek penelitian.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kesepian dan variabel
harga diri, di mana arah korelasinya adalah negatif. Hal ini berarti bahwa skor
kesepian berbanding terbalik dengan skor harga diri.
4. Variabel jenis kelamin terbukti membedakan secara signifikan tingkat
kesepian pada mahasiswa/i subyek penelitian.
Penelitian-penelitian lanjutan mengenai topik serupa disarankan untuk
menggunakan teknik pengambilan sampel yang lebih baik, misalnya random
sampling, agar diperoleh hasil penelitian yang dapat lebih digeneralisasikan
kepada populasi; melakukan penelitian untuk rentang usia dan latar belakang
subyek yang lebih bervariasi; melakukan pengukuran kesepian dan harga diri pada
domain yang lebih spesifik; serta menyertakan pertanyaan kepada subyek tentang
ada/tidaknya figur-figur yang bisa menjadi sumber kedekatan emosional atau
sumber kepuasan lain bagi subyek."
2003
S3257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuanita Zandy Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem pada perempuan dewasa muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 101 perempuan dewasa muda. Pengukuran kekerasan dalam pacaran menggunakan alat ukur The Revised Conflict Tactics Scales 2 dan pengukuran self esteem menggunakan Rosenberg Self Esteem Scale. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem perempuan dewasa muda (r = -0,252, p<0,05). Ketiga bentuk kekerasan yaitu psikologis, fisik dan seksual juga berhubungan signifikan dengan self esteem.

This research investigates the relationship between dating violence and self esteem on young women. This study uses a quantitative approach with cross sectional study design. One hundred and one young women were served as a participants in study. Measurement of dating violence using The Revised Conflict Tactics Scales 2 and measurement of self esteem using Rosenberg Self Esteem Scale. The result of study authenticate that there is a significant relationship between dating violence and self esteem on young women (r = -0,252, p<0,05). The third form of violence, that is psychological, physical, and sexual has a significant relationship with self esteem."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S44811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Tri Astuti
"Di Jakarta banyak terlihat anak usia sekolah yang karena keterbatasan ekonomi keluarganya harus bekerja untuk mencari nafkah, di jalan-jalan atau tempat-tempat umum lainnya. Bagi kita yang belum pernah terjun langsung dalam kehidupan mereka mungkin akan membayangkan bahwa mereka adalah anak-anak yang tidak berdaya, bodoh, tidak beruntung, sedih atau keadaan lain yang kurang menguntungkan. Secara teoritis disebutkan bahwa anak-anak yang berasal dari golongan sosial ekonomi rendah cenderung memiliki harga diri yang rendah pula (Coopersmith, 1967 & Rice, 1981). Hal ini bertentangan dengan penelitian yang telah dilakukan pada anak-anak jalanan di Jakarta. Pada kenyataannya mereka justru merasa bebas, gembira, tidak keberatan akan pekerjaan yang dilakukan dan tetap optimis memandang masa depannya serta yakin dapat merasa bahagia dalam hidupnya.
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana gambaran taraf harga diri yang mereka miliki. Agaknya tantangan hidup dan stressor dari lingkungan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak-anak jalanan. Dalam situasi seperti ini tentunya mereka membutuhkan dukungan dan pertolongan dari pihak lain untuk dapat membantu. Apalagi sebagian besar dari anak yang bekerja di jalan itu tidak tinggal bersama ayah ibunya. Penelitian ini juga ingin melihat bagaimana gambaran taraf dukungan sosial yang diperoleh anak-anak itu dari lingkungan sosialnya. Meskipun secara teoritis dukungan sosial membawa pengaruh positif bagi perkembangan individu termasuk pada perkembangan harga dirinya, dalam penelitian ini akan diuji apakah ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan harga diri pada anak yang bekerja di jalan, di Jakarta.
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 34, adalah anak-anak yang bekerja di jalan, dari lima wilayah di DKI Jakarta, berusia antara 7 sampai 12 tahun, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner harga diri yang diadaptasi dari Self Esteem Inventory yang dibuat oleh Coopersmith (1967) dan kuesioner dukungan sosial yang diadaptasi dari social Provision Scale yang dibuat oleh Russel dan Cutrona (1986). Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan diantara kedua variabel yang diteliti, digunakan teknik korelasi Pearson's Product Moment, dengan R=833 (signifikan pada l.o.s 0,05 maupun 0,01). Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan harga diri pada anak yang bekerja di jalan, di Jakarta."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Arya Savitri
"Untuk menurunkan jumlah kasus COVID-19, pemerintah di beberapa negara menerapkan pengamanan wilayah yang menyebabkan masyarakat lebih cenderung menggunakan berbagai platform media sosial untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosialnya. Facebook adalah salah satu platform media sosial yang dikenal di seluruh dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kecemasan sosial, kesepian, dan harga diri berhubungan dengan penggunaan Facebook. Ada total 852 peserta (Mage = 28.94; SD = 13.98) dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini menggunakan ukuran laporan diri untuk pengumpulan data. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa tiga kondisi mental tersebut berkorelasi signifikan terhadap penggunaan Facebook. Selanjutnya, hasil penelitian juga menemukan bahwa harga diri individu merupakan satu-satunya kondisi mental yang memiliki korelasi positif dengan penggunaan Facebook. Sementara kecemasan sosial dan kesepian memiliki hubungan negatif terhadap penggunaan Facebook. Terdapat pula beberapa keterbatasan dalam studi ini yang didiskusikan agar dapat menjadi masukan untuk penelitian lanjutan, seperti menggunakan pendekatan penelitian kausal, menambahkan desain penelitian, dan memberikan penjabaran lebih lanjut pada variabel penggunaan Facebook.

To reduce COVID-19 cases, governments in multiple countries implemented regional lockdowns which caused people to be more active in multiple social media platforms in order to fulfill their need for social interaction. Facebook is one of the most popular social media platforms that is used by the people worldwide. The purpose of this study is to determine whether social anxiety, loneliness, and self-esteem is significantly correlated with Facebook use. There were a total of 852 participants within this study (Mage = 28.94; SD = 13.98). Furthermore, this research used a self-report measure for data collection. The result showed that all three mental conditions were significantly correlated to Facebook usage. Furthermore, self-esteem is found to be the only variable that has a positive correlation with Facebook use. Meanwhile both loneliness and social anxiety is shown to be negatively correlated to Facebook use. There are several limitations that can be improved for future studies such as using a causal approach, adding another study design, and giving further elaboration on the variable of Facebook use"
Depok: Fakultas Psikologi Univeraitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Maryatun
"Penyalahgunaan narkotika setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kondisi tersebut menimbulkan masalah psikologis harga diri rendah. Logotherapy bertujuan meningkatkan harga diri melalui proses penemuan makna hidup. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh logotherapy terhadap harga diri narapidana perempuan dengan narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Palembang. Desain penelitian quasi experimental pre-post test with control group. Penelitian dilakukan terhadap 56 responden yaitu 28 orang kelompok intervensi dan 28 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan harga diri (kognitif, perilaku, afektif) yang signifikan pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan logotherapy. Rekomendasi hasil penelitian adalah perlunya pelaksanaan logotherapy dalam program pembinaan mental.

Abuse case of narcotics each year has increased. These conditions led to psychological problems of low self-esteem. Logo therapy was aimed to raise self esteem through the discovery process of the meaning of life. The research objective was to analyze the influence of logo therapy for the dignity of women prisoners with a drug in the class IIA Palembang Penitentiary. Design of this research used ?Quasi experiment by using pre post test with control group? on 56 samples. The consist of samples were 28 peoples for intervention group and 28 peoples for control group. The results showed that there were significantly different in self-esteem (cognitive, behavioral, affective) aspects in the intervention group before and after logo therapy. It was recommended that there was a need for implementation of logo therapy in mental health program."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mardhiyah Rahma Setianty
"Sebagai dampak penerapan karantina untuk menekan angka kasus COVID-19, kesehatan mental pengguna sosial media, terutama pengguna Facebook, dapat memiliki hubungan tersendiri terhadap intensitas penggunaan sosial media tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara penggunaan Facebook dengan kesepian, kecemasan, dan harga diri. Untuk mengukur variabel-variabel tersebut, peneliti mendistribusikan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang mengukur tingkat kesepian, kecemasan, dan harga diri pengguna Facebook serta intensitas penggunaan Facebook itu sendiri pada sampel yang terdiri dari 852 responden. Hasil dari survey tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara penggunaan Facebook dan kesepian serta kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa orang dengan tingkat kesepian yang rendah atau tingkat kecemasan yang rendah dapat menggunakan Facebook lebih banyak karena mereka menggunakannya untuk berinteraksi dengan orang lain atau untuk mengungkapkan informasi pribadi. Sebaliknya, penelitian ini menemukan adanya hubungan negatif antara penggunaan Facebook dan harga diri. Temuan ini menunjukkan bahwa orang dengan tingkat harga diri yang tinggi mungkin lebih percaya diri dalam menunjukkan diri mereka secara sosial sehingga dapat meningkatkan kemungkinan penggunaan Facebook yang tinggi. Untuk penelitian lebih lanjut, studi lanjutan lebih mendalam dapat dilakukan terhadap kesepian, kecemasan, dan harga diri untuk menganalisa hubungan sebab akibat dari variabel-variabel tersebut terhadap penggunaan Facebook.

As an effect of quarantine measures to decrease the cases of COVID-19, social media users’ well-being, especially Facebook users, may have a distinct relationship with the intensity of said social media use. This study aims to examine the correlation between Facebook use and loneliness, anxiety, and self-esteem. To measure the variables, the researchers distributed questionnaires consisting of questions that measure level of loneliness, anxiety, and self-esteem of Facebook users as well as the intensity of Facebook use itself to a community sample consisting of 852 respondents. Results found that there was a negative correlation between Facebook use and loneliness as well as anxiety. This suggests that people with low loneliness or low anxiety may use Facebook more as a result of them using it to interact with others or to disclose personal information. In contrast, this study found a negative relationship between Facebook use and self-esteem. This finding suggests that people with high self-esteem may be confident in showing themselves socially, hence it may increase the possibility of high Facebook use. In the future, a further in depth study can be done on loneliness, anxiety, and self-esteem to analyse the cause and effect relationship those variables had on Facebook use."
Depok: Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Safira Larasati
"ABSTRAK
Studi ini berfokus pada peran tingkat pendidikan dan self-esteem sebagai prediktor preferensi pendidikan pasangan pada pengguna layanan kencan daring. Hasil analisis regresi yang dilakukan pada 503 pengguna layanan kencan onlinemembuktikan bahwa tingkat pendidikan dan self-esteem memiliki peran yang signifikan sebagai prediktor preferensi pendidikan pasangan. Selain itu, hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki peran yang lebih besar dari pada self-esteem dalam memprediksi preferensi pendidikan pasangan. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam pengembangan layanan kencan online untuk meningkatkan jumlah match pengguna dengan menyesuaikan karakteristik pengguna. Di sisi lain, hasil penelitian ini juga berkontribusi dalam memperluas pemahaman tentang preferensi pemilihan pasangan pada pengguna layanan kencan daring.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Sekar Ayu
"Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki peran persepsi sukses penggunaan layanan kencan online dan self-esteem sebagai prediktor subjective well-being. Hasil analisis regresi berganda pada 283 (164 perempuan, 119 laki-laki) partisipan emerging adult menunjukkan bahwa persepsi sukses penggunaan layanan kencan online dan self-esteem secara bersama-sama signifikan memprediksi subjective well-being, menjelaskan 31,3% varians dari subjective well-being. Hasil penelitian ini menambah pengetahuan mengenai peran persepsi sukses penggunaan layanan kencan online dan self-esteem secara bersama- sama sebagai prediktor dari subjective well-being.

This study aimed to investigate the role of perceived success online dating use and self- esteem as predictors of subjective well-being in emerging adult. The study was conducted on 283 emerging adults (164 females, 119 males) age 18 – 25 years old. The multiple regression analysis result showed that perceived success online dating use and self-esteem have a significant role as predictors of subjective well-being, explaining 31,3% variance of subjective well-being. The results added up our knowledge about the role of perceived success online dating use and self-esteem simultaneously as predictors of subjective well- being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Gisela Herabadi
"Sejauh ini sudah cukup banyak hasil penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara body esteem seseorang dengan harga dirinya secara umum, namun belum banyak yang memaparkan dinamika proses pembentukan harga diri itu sendiri. Penelitian berikut ini bertujuan untuk: (1) menemukan prediktor-prediktor dari rendahnya body esteem, dan (2) bagaimana prediktor-prediktor tersebut bersama-sama dengan body esteem selanjutnya berkontribusi terhadap pembentukan harga diri yang rendah.
Subyek penelitian adalah 458 orang mahasiswa Unika Atma Jaya (229 laki-laki dan 229 perempuan), mereka mengisi kuesioner yang antara lain terdiri dari skala untuk mengukur BMI (Body Mass Index); evaluasi subyektif (kepuasan) terhadap tubuh; kebiasaan berpikir negatif tentang tubuh; body esteem; dan harga diri. Analisa hasil menunjukkan bahwa hanya kepuasaan terhadap tubuh; kebiasaan berpikir negatif tentang tubuh; serta BMI seseorang yang mampu memprediksi body esteem. Namun patut diperhatikan bahwa evaluasi subyektif seseorang lebih berkontribusi terhadap pembentukan harga diri dibandingkan dengan pengukuran proporsi tubuh yang lebih obyektif seperti misalnya BMI. Selanjutnya, body esteem dan kebiasaan berpikir negatif tentang tubuh mampu memprediksi harga diri.
Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan betapa pentingnya kebiasaan berpikir negatif tentang tubuh --- bila dibandingkan dengan BMI, yang sebenarnya merupakan pengukuran proporsi tubuh yang lebih obyektif --- dalam memprediksi body esteem; dan kesimpulan lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa kebiasaan berpikir negatif tentang tubuh juga memberikan kontribusi yang langsung dalam memprediksi harga diri secara umum, tidak seperti halnya kepuasaan terhadap tubuh yang hanya berkontribusi terhadap harga diri lewat kontribusinya terhadap body esteem.

A considerable body of research has acknowledge the relationship between body esteem and the more general self esteem, however not much has been revealed concerning the dynamic process of self esteem development.The following research was intended to: (1) identify the predictors of low body esteem, and (2) how these predictors and body esteem itself consequently contribute to low self esteem.
Participants were 458 college students in Atma Jaya Catholic University Jakarta (229 males and 229 females), they responded to a set of questionnaire that includes scales to measure BMI (Body Mass Index); subjective evaluation (satisfaction) on one's own body; negative thinking habit about one's own body; body esteem; and self esteem. Analyses revealed that only satisfaction on one's own body; negative thinking habit about one's own body; and BMI predicted body esteem. However, individual's subjective evaluation contribute more in the development of self esteem compared to the more objective measure of body proportion such as the BMI. Consequently, body esteem and negative thinking habit about one's own body predicted the more general self esteem.
Results highlight the importance of negative habit of self thinking about one's own body --- rather than BMI, the more objective measure of body proportion --- in predicting body esteem; and another imperative conclusion is that negative habit of self thinking about one's own body has a direct contribution to predict general self esteem, unlike satisfaction on one's own body which only contribute to self esteem through the mediation of body esteem."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suryaman
"Keterbukaan status HIV menjadi faktor penting bagi ODHA LSL, selain dapat meningkatkan support system juga dapat mencegah transmisi HIV diantara kelompok kunci ODHA LSL, namun perceived stigma HIV dan harga diri dapat menjadi faktor penghambat pengungkapan status HIV pada ODHA LSL. Tujuan penelitian ini untuk mengindentifikasi hubungan perceived stigma HIV dan harga diri dengan keterbukaan status HIV pada ODHA LSL. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan melalui online dan melibatkan sampel sebanyak 250 ODHA LSL di Kota Bandung. Instrumen yang digunakan yaitu Brief Scale for HIV Self Disclosure, 12 Item Short Version of the HIV Stigma Scale, dan Rosenberg Self Esteem Scale. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perceived stigma HIV dengan keterbukaan status HIV (p-value 0.013), dan terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan keterbukaan status HIV (p-value 0.024). Namun pada saat pemodelan akhir multivariat dilakukan hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan secara langsung antara perceived stigma HIV (p-value 0.910) dan harga diri (p-value 0.930) dengan keterbukaan status HIV. Hanya pada saat kedua variabel tersebut berinteraksi hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan dengan keterbukaan status HIV (p value 0.017). Hubungan perceived stigma HIV dan keterbukaan status HIV akan lebih besar lagi, jika ODHA LSL memiliki harga diri rendah (OR=4.02). Intervensi untuk perawatan lanjutan yang memfokuskan pada peningkatan harga diri dan menurunkan perceived stigma HIV perlu dilakukan kedepannya dalam upaya meningkatkan tingkat keterbukaan status HIV pada populasi ODHA LSL.

HIV status Disclosure is an important factor for MSM-PLWHA, besides being able to improve the support system it can also prevent HIV transmission among key groups of MSM-PLWHA, but the perceived HIV stigma and self-esteem can be a factor inhibiting HIV status disclosure in MSM-PLWHA. The purpose of this study was to identify relationship between perceived HIV stigma and self-esteem with HIV status disclosure among MSM-PLWHA. This research is a quantitative research with cross sectional design which is conducted online and involves a sample of 250 MSM-PLWHA in Bandung. The instruments used were the Brief Scale for HIV Self Disclosure, 12 Item Short Version of the HIV Stigma Scale, and Rosenberg Self Esteem Scale. The results of bivariate analysis showed that there was a significant relationship between perceived HIV stigma and HIV status disclosure (p-value 0.013), and there was a significant relationship between self-esteem and HIV status disclosure (p-value 0.024). However, when the final multivariate modeling was carried out, the results showed that there was no direct relationship between perceived HIV stigma (p-value 0.910) and self-esteem (p-value 0.930) with HIV status disclosure. Only when the two variables interacted did the results show a significant relationship with HIV status disclosure (p value 0.017). The relationship between perceived HIV stigma and HIV status disclosure would be even greater if MSM-PLWHA had low self-esteem (OR = 4.02). Interventions for follow-up care that focus on increasing self-esteem and reducing the perceived stigma of HIV need to be done in the future in an effort to increase the level of HIV status disclosure in the population of MSM-PLWHA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>