Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119131 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afia Fitriani
"Komunikasi pada Anak yang Mengalami Autistic Disorder Anak yang mengalami Autistic Disorder memiliki hambatan dalam tiga ranah utama yaitu, interaksi sosial timbal balik, komunikasi, dan pola tingkah Iaku repelitif (Ginanjar, 200_8). Tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik anak autis al-can mudah Bustrasi dan menunjukkan gangguan perilaku karena kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi (Mangunsong, 2009). Picture Exchange Communication .Slystam (PECS) rnerupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengajarkan cara berkomunikasi yang praktis kepada individu gang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan menggunakan kartu-ka11u bergambar (Bondy & Frost, 2001).
Program intervensi dalam tugns akhir ini diberikan pada D, anak laki-Iaki dcngan Autistic Disorder yang berusia 7 tahun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi D me-lalui modilikasi perilaku dengan metode Pictu:-e lnlwlzange Cotmuunication System (PECS) sampai fase kedua dari enam fase PECS. I-lasil menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan data dasar dan evaluasi, kemampuan komunikasi D dengan menggunakan PECS menunjukkan peningkatan kcberhasilan sebesar 30%. Hasil ini didukung oleh prosedur intervensi yang terstruktur, jelas, dilaksanakan secara intensifl serta pembexian prompt yang membantu pemahaman instruksi. Kcndala pelaksanaan program antara lain, pilihan benda yang digunakan dalam intervensi, keadaan ruangan, kondisi D yang belum pcrnah mendapatkan intervensi, serta usia D. Sccara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa program intervensi ini cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi D.

Children with Autistic Disorder have deficits in three major domains, which are social interaction reciprocity, communication, and repetitive and stereotyped patterns of behavior (Ginanjar, 2008). Without fine communication skills, autistic children may easily frustrated and then show disturbing behavior because their needs are not understood (Mangunsong, 2009). Picture Exchange Communication System (PECS) is an alternative method using picture cards to teach a practical way to communicate for individuals with speech and language limitations (Bondy & Frost, 2001).
Intervention program in this final project is given to D, a 7 years old child with Autistic Disorder. The purpose is to improve D’s communication skills by behavior mcdilication using Picture Exchange Communication System (PECS) method up to the second phase from total six phase. Results shows that based on the comparision between baseline and evaluation data, D’s communication skills using PECS indicates 30% increase of success. Supportive factors of this result were clear and structured intervention procedure, carried out intensively, and additional prompt to aid instruction understandings Unfortunately, choices of items used in the intervention, room settings, D’s age and not ever received any intervention before became the hindrance factors. Overall, this intervention program is quite effective to improve D’s communication skills.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34137
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herlinda Ekapraja
"Initiation of joint attention merupakan kemampuan dasar yang diperlukan individu dalam berinteraksi secara sosial. Kemampuan ini melibatkan aspek bahasa, komunikasi, dan interaksi sosial, yang merupakan area defisit utama pada individu dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan modifikasi perilaku melalui penerapan prompting dan reinforcement oleh ayah dapat meningkatkan kemampuan initiation of joint attention pada anak dengan ASD. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah DFM, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dan duduk di kelas IV sebuah sekolah dasar negeri inklusi di Jakarta Timur. DFM didiagnosa PDD-NOS saat berusia 2,5 tahun. Program intervensi dilaksanakan dalam 23 sesi dengan terlebih dahulu melatih ayah subjek untuk menerapkan prosedur prompting dan reinforcement. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program intervensi yang dijalankan tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan initiation of joint attention pada subjek. Prosedur prompting dan reinforcement belum berhasil diterapkan dengan tepat dan konsisten oleh ayah. Kesiapan ayah dalam menerima pelatihan, kemampuan anak dalam memproses tatapan mata, dan kondisi keluarga subjek merupakan sebagian faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meningkatkan intensitas pelatihan kepada ayah sebagai persiapan intervensi, dan evaluasi terus-menerus sepanjang intervensi.

Initiation of joint attention has been considered essential in the establishment of human social interaction. Three aspects are involved in this skill, namely communication, language, and social interaction. These are areas found to be deficit in autistic individuals. This research aimed to determine the effectiveness of father-implemented behavior modification in improving initiation of joint attention on a child with autism. The procedures involved were prompt and reinforcement. The subject of this research was a 10-year old boy who was diagnosed with PDD-NOS at the age of 2.5 years. He is now a 4th-grade-student in an inclusive public school. The intervention program was conducted in 23 sessions, with father`s training preceding the initial intervention. The research resulted in the ineffectiveness of the program. Father-implemented behavior modification`s procedures were found to be non-optimal. Father`s readiness in taking instructions, child`s ability in perceiving eye gaze, and family condition were amongst factors considered to be contributing to the results of the research. Intensifying father`s training preceding intervention and continuous evaluation during intervention were suggested for future research."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dessy Ilsanti Sjarif
"Menjadi orangtua bagi anak merupakan tantangan yang sangat besar, yang menciptakan respon emosional dan butuh penyesuaian. Menjadi orangtua dari anak ASD membutuhkan perhatian lebih terhadap sikap sendiri, harapan, rasa takut dan harapan. Ketika orangtua merasa yakin atau percaya diri pada kemampuan mereka menjadi orangtua, mereka cenderung akan mempraktekkan pengasuhan yang lebih efektif, yang akan membantu perkembangan positif bagi anaknya. Metode penelitian merupakan deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tiga orang ibu yang memiliki anak ASD usia sekolah menjadi partisipan. Kepada mereka diberikan intervensi dengan pendekatan solution-focused secara perorangan, sebanyak 4 sesi dalam kurun waktu 3 minggu. Setiap sesi dilakukan selama kurang lebih 1 hingga 2 jam. Kuesioner Parental Scale of Confidence digunakan sebagai alat pre-test dan post-test. Berdasarkan penilaian dan pengukuran sebelum dan sesudah intervensi, partisipan menunjukkan keberhasilan mendapatkan solusi dari permasalahan, yang mengakibatkan mengurangnya emosi negatif dan meningkatnya kepercayaan diri dalam mengasuh anak ASD. Penelitian ini membuktikan bahwa intervensi dengan pendekatan solution-focused dapat secara efektif membantu orangtua dalam mengatasi permasalahan yang terkait dengan pengasuhan anak ASD serta memberikan dampak positif pada diri orangtua.

Being a parent for a child has an enormous challenge, which could intrigue emotional response and thus needs an adjustment for the parent. Being the parent of an ASD child needs extra attention to owns's attitude, hope and fear. Once the parent has the confidence regarding his/her capabilities as parent, he/she tends to do a more effective parenting, which could give positive impact for the child's development. This research is a descriptive research which uses qualitative approach. Intervention with solution-focused approach is given individually to three mothers of ASD shool-age child, consist of 4 session with 1 to 2 hours each, within 3 weeks. Parental Scale of Confidence is used as pre-test and post-test. According to the evaluation and the assesment before and after the intervention, the participants successfully find the solution of their problem, which affect in lowering their negative emotion and increasing parents self-confeidence in parenting ASD child. This research has shown that the intervention with solution-focused approach could effectively help parent to overcome the problem regarding parenting issue, and also has positive effect for parent."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30609
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Handayani
"Autism adalah suatu gangguan perkembangan yang muncul di awal kehidupan seorang anak, yang dilandai oleh ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, masalah dalam hal komunikasi, dan adanya pola tingkah laku tertentu yang diulang-ulang. Saal ini angka kejadian autism semakin banyak. Beberapa ahli meyakini bahwa autism berhubungan dengan faktor genetik. Orang tua yang memiliki anak autism mempunyai kemungkinan besar untuk kembali memiliki anak autism, Kemungkinan ini juga akan menjadi semakin besar bila orang tua memiliki anak kembar (penelitian Greenberg & Gillberg dalam www.news bbc.co.uk, 2002. Penelitian ini mencoba untuk melihat gambaran kejadian autism pada anak kembar,
bagaimanakah sejarah perkembangan mereka, apakah ada hal yang unik pada kasus ini, melihat bahwa kedua anak berasal dari ibu yang sama, tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang sama pula. Selain itu juga akan dilihat faktor-faktor apa yang berperan dalam perkembangan tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitalif dengan memakai teknik wawancara dan observasi sebagai metode pengumpulan data. Subyek penelitian adalah anak kembar yang keduanya telah didiagnosa autism oleh seorang professional alau lebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pada awalnya kedua anak berkembang normal, namun mulai usia 11bulan, mereka menunjukkan gejiala-gejala autism seperti tidak peduli pada lingkungan, tidak tertarik pada permainan, perilaku hiperaktivitas, dan adanya keterlambatan pada perkembangan bahasa. Selanjutnya tampaklah bahwa mereka mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan dengan anak seusianya. Temlama pada aspek mental dan psikososial, sementara aspek fisik berkembang dengan tidak seimbang. Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa kemajuan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor dari dalam diri anak (inteligensi dan kepribadian), pengobatan, pengajaran terapi yang intensif dan terstuktur, serta intervensi dan keterlibatan orang tua/saudara kandung di rumah yang menarik pada kasus autism anak kembar ialah bahwa kebersamaan mereka kemungkinan besar membawa pengaruh yang kurang baik bagi perkembangan, dimana mereka dapat meniru yang dilakukan saudara kembarnya. Untuk membantu perkembangan mereka, pelibatan saudara sekandung alau anak-anak yang normal serta memisahkan dari saudara kembar yang juga autism dapat menjadi pertimbangan, melihat bahwa anak autism memiliki kemampuan meniru yang baik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Dwiartanti
"Pada anak tunanctra, informasi yang bersifat taktil dan auditif sangat diandalkan untuk belajar tentang dunia (Hull, dalam Mangunsong, 2009). Oleh karena itu, komunikasi verbal merupakan kemampuan yang perlu dikuasai oleh anak tunanetra, agar dapal dipahami Oleh orang lain dan juga sebaliknya. Program intervensi Affect-Based Language Curriculum diberikan kcpada S, seorang anak tunanetra bcrusia 8 tahun 2 bulan yang belum mampu terlibat dalam pembicaraan dua arah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi S agar sesuai dengan tahap perkcmbangannya. Hasil intervcnsi menunjukkan adanya peningkatan kemampuan komunikasi S, meskipun tidak pada semua area kcmampuan. Kurangnya keterlibatan keiuarga untuk turut menerapkan program intervensi ini secara berkelanjutan di rumah menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya hasil yang dittapai.

Blind children rely on tactile and auditive infomiation in order to leam about the world (Hull, in Mangunsong, 2009). Thus verbal communication is an important skill that should be mastered by blind children. Affect-Based Language Curriculum is given to S, an 8 years old blind girl, who is not capable of interacting in two-way conversation. The purpose of this intervention program is to improve’s communication skill. Result shows that there is an improvement in S's communication skill, although it is not in all area of skill. The lack of family's involvement to continue the program in home setting is one of the reason why this intervention program did not result as optimal as expected."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34068
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Awaliyah Mardiani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak Autistic Spectrum Disorder. Pengukuran keberfungsian keluarga menggunakan alat ukur family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) dan pengukuran resiliensi menggunakan alat ukur resiliet quotient (Reivich & Shatte, 2002). Partisipan berjumlah 40 ibu yang memiliki karakteristik sebagai ibu yang memiliki anak ASD.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD (r = 0.507; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD. Berdasarkan hasil tersebut, maka dukungan dari keluarga untuk ibu yang memiliki anak ASD sangat penting agar dapat meningkatkan kapasitas resiliensinya sehingga mampu bangkit dari trauma yang dialaminya dan mampu menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.

This research was conducted to find the correlation between family functioning and reseiliece on mother who have children with Autistic Spectrum Disorder (ASD). Family functioning was measured using a modification instrument named family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) and resilience was measured using a modification instrument named reseilient quotient (Reivich & Shatte, 2002). The participants of this research are 40 mother who have children with ASD.
The main results of this research show that family functioning positively correlated significantly with resilience (r = 0.507; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family functioning, the higher showing resilience. Based on these results, the support of the family for mothers of children with autistic spectrum disorder is important in order to increase her resiliece capacity so as able to rise from the trauma and able to face difficulties in everyday life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rience Fitwendry
"ABSTRAK
Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified (PDD-NOS) merupakan salah satu bentuk spektrum pada autism spectrum disorder (ASD). Layaknya anak autis lainnya, anak PDD-NOS sering mengalami pemusatan perhatian atau berkonsentrasi (Mangunsong, 2009). Individu autistik seringkali tidak bisa memusatkan perhatiannya dalam menyelesaikan tugasnya karena ia lebih asyik tenggelam dalam dunianya sendiri. Hal ini kan sangat mengganggu apabila anak tersebut sudah memasuki usia sekolah yang menuntut perhatian anak untuk fokus dalam mengikuti pelajaraan. Ada beberapa terapi yang sering digunakan untuk menangani anak autistik antara lain Metode Applied Behavior Analysis (ABA) dengan teknik discrete trial training (DTT) yang bersifat home- based theraphy. Metode ABA tepat bagi anak yang mengalami PDD-NOS karena teknik ini memiliki tujuan sederhana, dan menggunakan proses pengajaran yang terstruktur, terarah, serta terukur. Program intervensi ini dilakukan oleh orangtua untuk meningkatkan konsentrasi anak dalam kegiatan menulis dengan menggunakan teknik DTT. Keterlibatan orangtua dalam melakukan intervensi memberikan dampak yang signifikan terhadap keberhasilan program. Kesimpulan program intevensi adalah adanya peningkatan pemahaman pada ibu dalam menggunakan teknik DTT untuk meningkatkan konsentrasi subyek dalam aktivitas menulisnya. Hal ini berdampak pada adanya peningkatan konsentrasi pada subyek pada aktivitas menulisnya.

ABSTRACT
Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified (PDD-NOS) is kind of spectrum on autism spectrum disorder (ASD). Like an autistic child, children with PDD-NOS also have a problem with paying attention or concentrate with their activity (Mangunsong, 2009). Individu with PDD-NOS usually have problem with focusing their attention to finishing their task because they are drowning on their world. It will be disturbing when the child entire schoolage which is need to be focus on their lesson. There are some treatment for PDD-NOS child e.g. ABA method. Discrete trial training is one of ABA technique. This method is home- based theraphy. This methode effectively for a child with PDD-NOS because it is a simple method, have a structural program and measurable. This program is held by parent to improve concentration her child with PDD-NOS on writing activity with DTT technique. Parent involvement give the significant effect with the program. Overall conclusion is there an improvement in parent comprehension with DTT technique to improve concentration her child in writing task. The side effect on parent improvement is subject getting focus on writing task through DTT technique."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T37852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparyono
"Anak penyandang keterbelakangan mental sedang dapat dilatih membaca kata-kata yang merupakan petunjuk atau tanda-tanda di lingkungan kehidupannya. Membaca mempakan kegiatan menginterpretasikan huruf-huru£ Membaca diawali dengan penguasaan keterampilan pra-membaca dan pengenalan hmuil Untuk melatih meningkatkan kemampuan xnembaca pada anak penyandang keterbelakangan mental sedaug digunakan program pengajaran individual (PPI) dengan teknik Applied Behavior Anabfsls (ABA). PPI ini diberikan secara bertahap kepada A, seorang penyandang keterbelakangan mental sedang berusia 10 tahun 6 bulan yang belum bisa membaca. Tahapan intervensi yang terdapat dalam program adalah pertemuan pertama hingga ketiga: pengenalan ukuran, berat, letak, arab, bentuk, wama dan pemasangau obyek-obyek yang sama, pertemuan keempat hingga keenam: pengenalan humf vokal. Program ini akan dilanjutkan oleh orang tua subyek. Evaluasi program dilakukan setiap akhir tahap. Kesimpulan program intervensi ini adalah terdapat peningkatan kemampuan keterampilan pra-membaca pengenalan huruf vokal untuk anak yang mengalami keterbelakaoan mental sedang melalui teknik ABA.

Children withmoderate mental remrdation cotddbenainedtoreadwordsand signs in their environment. Reading is a meaningful interpretation printed dan written verbal symbols. Early reading started with mastering of pre-reading skills and an introduction to identiiication of alphabets. The intervention program was based on Individualized Education Program (IEP) which would be used in Applied Behavior Analysis (ABA). This program is given to A, an ID years old boy with moderate mental retardation, who is not capable of reading, The aim of the intervention program was to help A improve his pre-reading skills. These programmes consisted of two sessions with two stages. One of early sessions were baseline sessions and the rest were interventions sessions. Interventions were given through stages. The intervention stages in this programme were stage one: the introduction of concepts pre-reading included size, weight, position, direction, shape, colour and matching the same objects. Stage two introduced identification of vowels. Additional intervention was given to a parent. Evaluations were given at the end of every stage. Overall, the conclusion showed improvement in pre-reading skills, in the recognition of vowels with ABA method."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34103
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Cesaratri
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perbedaan parenting stress pada ayah dan ibu yang memiliki anak dengan autistic spectrum disorder atau tuna grahita, serta mengetahui hubungan family resilience dengan parenting stress. Parenting stress diukur dengan menggunakan alat ukur Parenting Stress Index Short Form PSI-SF, dan family resilience diukur dengan menggunakan alat ukur Family Resilience Assessment Scale FRAS. Partisipan dalam penelitian ini adalah 31 pasang ayah dan ibu yang memiliki anak dengan autistic spectrum disorder atau tuna grahita yang sedang bersekolah.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan parenting stress p > 0.05 pada ayah dan ibu yang memiliki anak autistic spectrum disorder atau tuna grahita, dan juga menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara family resilience dengan parenting stress r = 0.433, p < 0.01 pada ayah dan ibu yang memiliki anak dengan autistic spectrum disorder atau tuna grahita. Berdasarkan hasil tersebut, family resilience berperan untuk menekan tingkat parenting stress pada ayah dan ibu yang memiliki anak dengan autistic spectrum disorder atau tuna grahita.

This research aims to describe the differences of parenting stress and family resilience among fathers and mothers of children with Autistic Spectrum or mental retardation, and investigate the correlation between family resilience and parenting stress. Parenting stress was measured by Parenting Stress index ndash Short Form PSI SF, and family resilience was measured by Family Resilience Assessment Scale FRAS. Participants in this research were 31 pairs of fathers and mothers with autistic spectrum disorder or children with mental retardation who study at school.
The results of this research show that there are no differences on parenting stress p 0.05 among fathers and mothers of children with autistic spectrum disorder or mental retardation, and it also show a positive and significant correlation between family resilience and parenting stress r 0.433, p 0.01. Based on these results, family resilience has a role to suppress parenting stress levels on fathers and mothers of children with autistic disorder or mental retardation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>