Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nadira Quamila
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara dukungan sosial dan parenting self-efficacy pada ibu bekerja yang memiliki anak usia kanak-kanak madya serta mendapatkan gambaran deskriptif tentang parenting self-efficacy dan dukungan sosial yang dimiliki ibu bekerja yang memiliki anak usia kanak-kanak madya. Pengukuran dukungan sosial menggunakan alat ukur Social Provisions Scale (Cutrona & Troutman, 1987) dan pengukuran parenting self-efficacy menggunakan alat ukur Self-Efficacy for Parenting Tasks Index (Coleman & Karraker, 2000). Partisipan berjumlah 60 orang ibu bekerja yang memiliki karakteristik memiliki jam kerja lebih dari 40 jam per minggu dan memiliki anak usia kanak-kanak madya.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan parenting self-efficacy pada ibu bekerja yang memiliki anak usia kanak-kanak madya (r = 0.482; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi dukungan sosial yang dirasakan seseorang, maka semakin tinggi parenting selfefficacy yang dimilikinya. Dimensi parenting self-efficacy terendah pada ibu bekerja dengan anak usia kanak-kanak madya adalah dimensi disiplin dan dimensi tertinggi adalah dimensi kesehatan. Dimensi dukungan sosial terendah yang pada ibu bekerja dengan anak usia kanak-kanak madya adalah dimensi emosional, dan dimensi tertinggi adalah dimensi informasional. Berdasarkan hasil tersebut, dukungan sosial bagi ibu yang bekerja perlu terus dikembangkan agar dapat memiliki parenting self-efficacy yang tinggi.

This research was conducted to find the correlation between social support and parenting self-efficacy among working mothers of middle childhood children and how are the conditions of parenting self-efficacy and social support among working mothers of middle childhood children. Social support was measured using a modification instrument from Social Provisions Scale (Cutrona & Troutman, 1986) and parenting self-efficacy was measured using an adapted instrument named Self-Efficay for Parenting Tasks Index (Coleman & Karraker, 2000). The participants of this research are 60 working mothers who have middle childhood children.
The main results of this research show that social support positively correlated significantly with parenting self-efficacy (r = 0.482; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher social support felt by one, the higher parenting self-efficacy one has. Furthermore, discipline found as the lowest domain and health found as the highest domain of parenting self-efficacy. Emotional support found as the lowest and informational support found as the highest social support felt by working mothers. Based on these results, social support to working mothers needs to be developed so that working mothers can have higher parenting self-efficacy.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yufa Azmi Madieni
"Penelitian bertujuan melihat ada tidaknya perbedaan parenting self-efficacy yang signifikan antara ibu dengan status sosial ekonomi menengah ke atas dan bawah yang memiliki anak usia kanak-kanak madya, baik secara keseluruhan maupun per domain. Partisipan penelitian in berjumlah 81 orang, yang terdiri dari ibu dengan status sosial ekonomi menengah ke atas (n= 40) dan ibu dengan status sosial ekonomi bawah (n= 41). Seluruh partisipan mengisi Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (Coleman & Karraker, 2000). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara parenting self-efficacy ibu dengan status sosial ekonomi menengah ke atas dan bawah yang memiliki anak usia kanak-kanak madya (0.000 pada L.O.S 0.05). Ditinjau berdasarkan kelima domain parenting self-efficacy juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ibu dengan status sosial ekonomi menengah ke atas dan bawah yang memiliki anak usia kanak-kanak madya. Domain tertinggi parenting self-efficacy, baik pada ibu dengan status sosial ekonomi menengah ke atas dan ibu dengan status sosial ekonomi bawah adalah domain kesehatan. Sedangkan domain terendah pada pada ibu dengan status sosial ekonomi menengah ke atas adalah domain prestasi dan domain terendah pada pada ibu dengan status sosial ekonomi bawah adalah domain disiplin. Analisis tambahan menemukan hubungan yang signifikan antara parenting self-efficacy dan usia saat menikah, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, pekerjaan ayah dan pengeluaran keluarga per bulan.

Study aims to investigate the difference of parenting self-efficacy between mothers of middle childhood children based on socioeconomic status, as a whole and each of its domain. Participants were 81 mothers of middle childhood children, that consisted of mothers with upper-middle socioeconomic status (n= 40) and mothers with low socioeconomic status (n= 41). All subjects completed Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (Coleman & Karraker, 2000). The results of this research revealed significant difference between groups (0.000 on L.O.S 0.05). Based on each domain also revealed significant difference between groups. The highest domain of parenting self-efficacy on each group was discipline. Meanwhile the lowest domain in upper-middle SES group was achievement and the lowest domain in lower SES group was discipline. Additional findings include significant correlation between parenting self-efficacy and the age of married, mother’s education, father’s education, father’s occupation, and family outcome per month."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Adzhani Awanis Latief
"Meningkatnya jumlah ibu penderita HIV/AIDS di Indonesia membuat perlunya untuk mengetahui dinamika kehidupan mereka, terutama keyakinannya dalam melakukan parenting terhadap anak. Keyakinan dalam melakukan parenting ini disebut sebagai parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan parenting self-efficacy dan dukungan sosial pada ibu dengan HIV/AIDS yang memiliki anak usia kanak-kanak madya.
Pengukuran parenting self-efficacy dilakukan melalui alat ukur Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), sedangkan dukungan sosial diukur melalui dua komponen—yaitu persepsi terhadap jumlah orang yang dapat diandalkan dan kepuasan akan dukungan yang ada—dalam alat ukur Social Support Questionnaire-Short Form (SSQSR) (Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987). Partisipan penelitian ini berjumlah 30 ibu yang terinfeksi HIV dan memiliki anak usia lima hingga dua belas tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parenting self-efficacy dengan persepsi jumlah dukungan sosial (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) dan juga kepuasan akan dukungan sosial (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail). Artinya, semakin tinggi parenting self-efficacy ibu, semakin tinggi pula dukungan sosial yang ibu persepsikan; begitu pula sebaliknya. Ditemukan pula bahwa domain parenting self-efficacy tertinggi adalah nurturance sedangkan yang terendah adalah disiplin. Analisis tambahan juga menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada parenting self-efficacy ibu dengan HIV/AIDS berdasarkan urutan kelahiran anak mereka yang berusia kanak-kanak madya.

Mothers living with HIV/AIDS are significantly increasing in Indonesia. By then, it's important to know further about their life, including their belief in parenting their children. The mother’s belief in parenting is called parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). This study examined the relationship between parenting self-efficacy and social support among HIV/AIDS mothers with middle childhood children.
Parenting self-efficacy was measured by Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), while social support measured through it's two elements (the perception of available others to whom one can turn in times of need and the degree of satisfaction with the available support) in Social Support Questionnaire-Short Form (SSQSR) (Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987). The participants in this study were 30 mothers infected HIV with middle childhood children.
The result shows that there is a significant, positive relationship between parenting self-efficacy and both of the elements of social support, which are the perception of social support numbers (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) and the satisfaction of the support (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail). Those indicates that the higher mothers parenting self efficacy, the higher they perceive social support, and vice versa. This study also found that the highest domain in parenting self-efficacy is nurturance, while the lowest is discipline. Furthermore, this study found that there is a difference between mothers parenting self-efficacy based on their middle childhood child's ordinal position.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gugun Gumilang
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran parenting task pada anak yang memiliki prestasi belajar tinggi di masa kanak-kanak madya. Fokus penelitian ini adalah pada pelaksanaan parenting task orang tua terhadap anaknya yang berprestasi belajar tinggi di kelas pada tingkat Sekolah Dasar (SD).
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa semua subjek (ibu) melaksanakan parenting task pada masa kanak-kanak madya, sedangkan semua subjek (ayah) tidak melaksanakan satu parenting task, yaitu aktif dalam organisasi sekolah anak. Kemudian, semua subjek (ibu,ayah) tidak menuntut anaknya untuk memiliki prestasi belajar tinggi. Akan tetapi, mereka lebih menanamkan nilai kemandirian dan tanggung jawab sebagai pelajar kepada anaknya.

The research aimed to examine the description of the parenting tasks to the child who has a high academic achievement in the middle childhood. This research focuses on aplication of parent?s parenting task to their child who has a high academic achievement in the elementary school.
Result of the research found that all participant mothers executed parenting tasks in the middle childhood, whereas all of participant fathers did not execute one parenting task, which was becoming active in school organization. Then, all participant mothers and fathers did not force their child to have high academic achievement. Nevertheless, they had more interest in giving their child the value of independence and responsibility as a student."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisna Kartika Wono
"Peneliti ingin mengetahui profil problem scales Child Behavior Checklist pada kanak-kanak madya yang menerima disiplin secara inkonsisten dari lingkungan rumah. Dengan mengetahui profil problem scales Child Behavior Checklist, akan diperoleh profil masalah tingkah laku anak-anak tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Keduanya digunakan karena peneliti menggunakan data sekunder kuantitatif (CBCL berbentuk kuesioner dengan pilihan jawaban berbentuk skor) dan data sekunder kualitatif (anamnesis terhadap orang tua subjek). Kemudian peneliti menganalisis data secara kuantitatif dengan perhitungan rata-rata dan persentase dengan hasil berbentuk angka yang selanjutnya disajikan dalam grafik, lalu menganalisis sindrom masalah tingkah laku secara kualitatif (Creswell, 1994).
Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang ada, diperoleh bahwa masalah atensi (attention problems) merupakan sindrom masalah tingkah laku yang perlu perhatian khusus pada kanak-kanak madya yang menerima disiplin secara inkonsisten dari lingkungan rumah. Selanjutnya, berdasarkan analisis pada sindrom masalah atensi yang muncul, terdapat beberapa tingkah laku yang kadang-kadang sampai sering kali ditampilkan oleh sebagian besar kanak-kanak madya tersebut, yaitu: sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian dalam waktu yang lama; berperilaku kekanak-kanakan untuk usianya; dan tidak dapat duduk dengan tenang, tidak bisa diam, hiperaktif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sangitan, Emmanuela Kirana
"Tingkat distres psikologis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) termasuk tinggi, sebesar 39%. Sebanyak 9,1% mahasiswa melaporkan masalah Social-Psychological Relations (SPR) menjadi masalah terberatnya. Masalah ini berkaitan dengan rendahnya keterampilan sosial. Keterampilan sosial yang rendah menjadi prediktor terhadap kemunculan distres psikologis. Keterampilan ini melibatkan persepsi dan evaluasi individu terhadap suatu situasi sosial, seperti merasa tidak mampu menjalin hubungan dengan baik, evaluasi negatif terhadap diri sendiri tanpa bukti, dan takut akan penilaian negatif dari orang lain. Salah satu intervensi yang efektif adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). CBT bertujuan untuk merestrukturisasi kognitif agar muncul respon yang lebih adaptif. Metode Penelitian randomized control trial ini dilakukan dengan one group before-andafter study design dan convenience sampling di UI Depok. Intervensi dengan CBT dilakukan sebanyak 6 sesi. Hasil Kedua partisipan mengalami peningkatan keterampilan sosial dan penurunan distres psikologis, diketahui dari perbaikan skor Social Skills Inventory (SSI), Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), dan evaluasi kualitatif. Kesimpulan CBT efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial dan menurunkan distres psikologis pada mahasiswa UI. Teknik yang dianggap membantu adalah penentuan tujuan, thought diary, pencarian bukti, pembuatan thought card, behavior experiment, dan teknik bernapas.

The psychological distress level of undergraduate students in Universitas Indonesia was considered high, with index of 39%. A number of 9.1% undergraduate students reported to experienced Social Psychological Relations problem as the main issue. This problem related to the low social skills. Low expertise in social skills was predicted as the main cause of psychological distress. This skills involving individual perception and evaluation to a certain social situations, such as self-perceived to be incompetent to build a good relationship, negative self-evaluation without proper evidence, and fear of negative evaluation from others. One of the effective intervention techniques to deal with this problem is Cognitive Behavior Therapy (CBT). The aim of CBT is cognitive restructuring, in order to create more adaptive responses. Method Randomized control trial was conducted with one group before-and-after study and also convenience sampling in Universitas Indonesia. The intervention was conducted in 6 sessions. Result Both participants reported that the social skills increased and the psychological distress reduced indicated by the improvement score in Social Skills Inventory (SSI), Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), and also qualitative evaluation. Conclusion CBT is an effective intervention to increase social skills and reduce psychological distress among undergraduate students at Universitas Indonesia. Techniques that are considered helpful were goal-setting thought diary, evidences seeking, thought card, behavior experiment, and breathing technique."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T30888
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Viciawati Machdum
"Child sexual abuse sering diartikan sebagai perlakuan salah secara seksual terhadap anak, atau juga kekerasan seksual terhadap anak. Dalam tesis ini, ketiga kata tersebut seringkali dipergunakan secara bergantian. Terjadinya child sexual abuse disebabkan berbagai macam faktor yang kompleks, baik faktor lingkungan maupun faktor internal dalam anak. Beberapa faktor internal diri anak-anak yang membuat mereka rentan menjadi korban adalah selain anak-anak memiliki posisi tawar menawar yang lemah anak-anak tidak memiliki ketrampilan untuk melindungi diri mereka dan child sexual abuse. Oleh karena itu, panting bagi orang tua untuk melakukan pemberdayaan terhadap anaknya, salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan seksualitas sejak dini. Dengan demikian, anak-¬anak pun dapat menghadapi berbagai perilaku yang tidak menyenangkan apabila mereka harus berhadapan dengan berbagai orang yang berniat untuk melakukan sexual abuse.
Permasalahannya adalah seringkali orang tua tidak mengetahui urgensi pendidikan seksualitas kepada anaknya. Walaupun orang tua sudah mengetahui, mereka juga masih tetap merasa tidak dapat memberikan pendidikan seksualitas. Penelitian tindakan ini berupaya untuk memberikan pemecahan permasalahan dan memenuhi kebutuhan orang tua dalam memberikan pendidikan seksualitas kepada anaknya sebagai salah satu upaya pencegahan child sexual abuse.
Proses identifikasi permasalahan dan kebutuhan orang tua, interpretasi atas permasalahan dan kebutuhan tersebut, serta pelaksanaan dan evaluasi kegiatan dilakukan dalam siklus penelitian tindakan (look think dan aci) yang dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan. Adapun siklus penelitian tindakan yang dapat dilakukan adalah satu siklus.
lnformasi mengenai permasalahan dan kebutuhan orang tua dalam melakukan pendidikan seksualitas sebagai salah satu upaya pencegahan child sexual abuse, digali dengan teknik wawancara mendalam dan observasi. Adapun metode kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan dan memenuhi kebutuhan orang tua tersebut adalah pemasaran sosial, yaitu dengan
mempergunakan metode kelompok yang bersifat masal, berupa sebuah seminar. Berdasarkan proses identitikasi permasalahan dan kebutuhan kepada sepuluh orang kelompok sasaran seminar yang dilaksanakan adalah bertema "Berani untuk Berdiskusi Seksualitas Bersama Anak Sebagai salah Satu Upaya Pencegahan Child Sexual Abuse". Seminar tersebut mengikutsertakan tiga orang narasumber yang memiliki kompet nsi dalam penanganan child sexual abuse, pendidikan dan agama, serta psikologi. Berbagai permasalahan dan kebutuhan, serta interpretasi dari permasalahan dan kebutuhan orang tua yang diperoleh dari sepuluh orang kelompok sasaran disampaikan kepada masing-masing narasumber seminar. Dengan demikian, mereka dapat mempengaruhi orang tua untuk mengetahui bahwa pendidikan seksualitas tidak tepisahkan dengan pendidikan agama; mengetahui menyadari dan menyepakati urgensi pendidikan seksualitas sebagai salah satu upaya pencegahan child sexual abuse, mengetahui dan menyepakati bahwa orang tua adalah narasumber utama bagi anaknya yang memiliki rasa ingin tahu mengenai seksualitas.
Hasil evaluasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pemasaran sosial yang dilakukan dalam penelitian tindakan ini mencapai derajat perubahan yang diinginkan. Pemasaran sosial dalam penelitian tindakan ini dapat melakukan perubahan sikap (aspek pengetahuan, aspek kognisi dan aspek konasi) yang dimiliki oleh salah seorang anggota kelompok sasaran yang sebelumnya benar¬benar menolak untuk melakukan pendidikan seksualitas sejak dini. Setelah mengikuti seminar, anggota kelompok sasaran tersebut mau merubah seluruh aspek sikap dirinya, yaitu aspek kognisi, afeksi maupun konasi. Namun ada pula salah seorang kelompok sasaran juga ada yang bersikap secara konsisten, is menolak semua gagasan yang ditawarkan dalam penelitian tindakan ini. Perbedaan sikap yang ditujukan oleh setiap kelompok sasaran bukan ditujukan untuk menilai bahwa kelompok sasaran yang satu lebih baik dari kelompok sasaran yang lainnya Melalui metode penelitian yang.dipergunakan, penelitian tindakan ini dapat menggali bahwa setiap kelompok sasaran memiliki permasalahan dan kebutuhan yang barbeda. Masukan berbagai permasalahan dan kebutuhan kelompok sasaran --baik yang bersepakat maupun tidak bersepakat, dapat dijadikan masukan untuk pengembangaan kegiatan pendidikan seksualitas untuk anak melalui pemasaran sosial sebagai salah satu upaya pencegahan perilaku salah secara seksual terhadap anak.
Kemudian salah satu hal yang menarik untuk dikembangkan dari kegiatan seminar dalam penelitian tindakan ini adalah pemasaran sosial mengenai tujuan pemberian pendidikan seksualitas untuk anak. Sebenamya jika orang tua tahu tujuan pendidikan seksualitas, maka orang tua tidak perlu merasa tabu untuk memberikan pendidikan seksualitas kepada anak. Kemudian jika orang tua dapat melakukan pendidikan seksualitas dengan komunikasi dua arah, maka orang tua tahu apa yang perlu disampaikan kepada anak sesuai usia pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga efek negatif dari pendidikan seksualitas yang dipersepsikan oleh orang tua, dapat dihindari. Namun kepiawaian orang tua untuk berkomunikasi dengan anak tidak dapat didapatkan secara instan. Oleh karenan a, komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak perlu dilakukan sedini mungkin."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indria Mayangsari
"Parenting Self-Efficacy didefinisikan sebagai persepsi mengenai kemampuan yang dimiliki orang tua untuk dapat secara positif mempengaruhi tumbuh kembang anak (Coleman & Karakker, 2000). Penting bagi orang tua untuk memiliki Parenting Self-Efficacy yang tinggi, karena tingginya Parenting Self-Efficacy dikaitkan dengan kualitas parenting yang baik. Pada proses parenting anak adopsi, terdapat tantangan yang berbeda dari proses pengasuhan anak nonadopsi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai Parenting Self-Efficacy pada ibu yang memiliki anak adopsi usia anak-anak madya serta melihat pada domain manakah terdapat Parenting Self-Efficacy terendah dan tertinggi. Pegumpulan data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner SEPTI (Self-Efficacy Parenting Task Index) yang ditujukan kepada ibu yang memiliki anak adopsi usia 5-12 tahun. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar subyek memiliki parenting self-efficacy yang rendah pada domain disiplin dan memiliki parenting self-efficacy yang tinggi pada domain kesehatan.

Parenting self-efficacy is defined as parent?s perception of their ability to positively influence the behavior and development of their children (Coleman & karraker, 2000). It is important to have high parenting self-efficacy for parents. Because High of parenting self efficacy can affect the quality of parenting. There are different strain in the proccess parenting of adopted children than nonadopted children. The study was conducted to gain the description about parenting self efficacy in adoptive mother with middle aged children and want to know which domain have a highest and lowest parenting self efficacy. The design quantitative study was used in this study and using SEPTI (Self Efficacy Parenting Task Index) quetioner developed by Coleman and Karraker to 25 mothers who have adopted middle aged children. The result showes that the dicipline get the lowest skor and the healthy domain get the highest score."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syakira Rahma
"[ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara parenting self-efficacy dengan hardiness sebagai respon dari fenomena meningkatknya jumlah ibu tunggal bekerja dan memiliki kanak-kanak madya di Indonesia, agar bisa membantu menghadapi tekanan perannya dengan baik. Parenting self-efficacy adalah persepsi kemampuan dalam pengasuhan yang dimilikinya untuk secara positif mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak (Coleman dan Karraker, 2000), sedangkan hardiness adalah variabel kepribadian yang memberikan kemampuan bagi individu untuk bertahan dalam kondisi yang kurang menguntungkan di dalam hidupnya (Kobasa, Maddi & Kahn, 1982). Penelitian ini dilakukan kepada 78 ibu tunggal bekerja yang memiliki kanak-kanak madya dengan metode kuesioner. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara positif antara parenting self-efficacy dengan hardiness (r = + 0.354; p < 0.01, two tails) yang diukur oleh 36 item Self-efficacy for Parenting Task Index (SEPTI) dan 15 item Dispositional Resilience Scale 15 Revised (DRS-15 R).

ABSTRACT
The purpose of this study is to see the relationship between parenting self-efficacy and hardiness in respond to the phenomenon of the increasing number of single mother in Indonesia, in order to help them face the pressure of their role. Parenting self-efficacy refers to parents' perceptions of their ability to posi-tively influence the behavior and development of their children (Coleman & Karraker, 2000), while hardiness is a personality variable that functions as a resource to resist the negative consequences of adverse conditions (Kobasa, Maddi & Kahn, 1982). This correlational research has been done with 78 sample of working single mothers of middle childhood with a quetionaire method. The result shows that there‟s a positive and significant correlation between parenting self-efficacy and hardiness (r = + 0.354; p < 0.01, two tails) that is measured by 36 items of Self-efficacy for Parenting Task Index (SEPTI), and 15 items of Dispositional Resilience Scale 15 Revised (DRS-15 R).;The purpose of this study is to see the relationship between parenting self-efficacy and hardiness in respond to the phenomenon of the increasing number of single mother in Indonesia, in order to help them face the pressure of their role. Parenting self-efficacy refers to parents' perceptions of their ability to posi-tively influence the behavior and development of their children (Coleman & Karraker, 2000), while hardiness is a personality variable that functions as a resource to resist the negative consequences of adverse conditions (Kobasa, Maddi & Kahn, 1982). This correlational research has been done with 78 sample of working single mothers of middle childhood with a quetionaire method. The result shows that there‟s a positive and significant correlation between parenting self-efficacy and hardiness (r = + 0.354; p < 0.01, two tails) that is measured by 36 items of Self-efficacy for Parenting Task Index (SEPTI), and 15 items of Dispositional Resilience Scale 15 Revised (DRS-15 R)., The purpose of this study is to see the relationship between parenting self-efficacy and hardiness in respond to the phenomenon of the increasing number of single mother in Indonesia, in order to help them face the pressure of their role. Parenting self-efficacy refers to parents' perceptions of their ability to posi-tively influence the behavior and development of their children (Coleman & Karraker, 2000), while hardiness is a personality variable that functions as a resource to resist the negative consequences of adverse conditions (Kobasa, Maddi & Kahn, 1982). This correlational research has been done with 78 sample of working single mothers of middle childhood with a quetionaire method. The result shows that there‟s a positive and significant correlation between parenting self-efficacy and hardiness (r = + 0.354; p < 0.01, two tails) that is measured by 36 items of Self-efficacy for Parenting Task Index (SEPTI), and 15 items of Dispositional Resilience Scale 15 Revised (DRS-15 R).]"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>