Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Tri Hantoro
"Komunitas Speedfrog sebagai penggiat balap motor memiliki kebutuhan dalam upaya merealisasikan minatnya di bidang balap motor. Namun dalam upaya pemenuhannya, komunitas Speedfrog mengalami keterbatasan-keterbatasan sehingga mereka menggunakan cara pemenuhan alternatif yakni dengan melakukan kegiatan balap motor di jalan raya. Bermula dari memilih upaya alternatif ini, komunitas Speedfrog kemudian membentuk delinquent subculture, di mana dalam subkultur terdapat nilai-nilai dan upaya pemenuhannya yang tidakbisa disediakan olehmasyarakat. Namun kegiatan mereka dianggap tidak konformis oleh masyarakat, dan menghasilkan reaksi-reaksi tertentu. Sebagaikerangka analisa, peneliti menggunakan social construction of reality di manapencarian upaya alternatif menjadi bentuk eksternalisasi yang dilakukan, hingga akhirnya delinquent subculture bisa terbentuk dan terinternalisasi. Salah satu unsur dalam delinquent subculture adalah identitas, yang juga merupakan hasil dari proses pembentukan yang terjadi melalui social construction of reality.
Speedfrog is a community, based on mutual interest on motorcycle racing. To fulfill their goals, Speedfrog have list of needs, but the society have failed to provide the legitimate means to achieve those needs. As result, Speedfrog use the alternative means to achieve it, by doing motorcycle racing on the street. By doing this illegitimate means to achieve their goals, Speedfrog construct a form of delinquent subculture, which offer value and norms that society had failed to provide. But then this subculture and activities inside it defined as non-conformity by the larger society. Using the social construction of reality as the main analysis frame, this research explain how this delinquent subculture is created. Started from externalization phase where Speedfrog use the illegitimate means to achieve their goals, then this delinquent subculture is created on the next two phases until every values inside this delinquent subculture is internalized. One of these values is identity, which also socially constructed by the same process as the delinquent subculture itself."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S57748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Febrianti
"Penelitian ini bertujuan menggali konstruksi identitas pelaku street fashion di kalangan anak muda perkotaan, dan mengidentifikasi apakah mereka merupakan kelompok sosial yang membangun subkultur ditandai dengan simbol-simbol identitas tertentu. Studi-studi sebelumnya mengategorikan pelaku street fashion sebagai subkultur anak muda, sementara di Indonesia tergolong sebagai fenomena budaya baru yang muncul pada pertengahan tahun 2022. Sebab itu, kehadiran pelaku street fashion remaja pinggiran kota menarik untuk diteliti dan dikaji secara sosiologis. Studi oleh Wardhana (2022) atas pelaku Citayam Fashion Week (CFW) hanya melihat potensi ekonomi bagi industri UMKM. Melalui kajian kualitatif ini, menempatkan pelaku CFW sebagai kasus dan diwawancara secara mendalam, serta diobservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku CFW membentuk kelompok yang bersifat cair. Adanya pihak-pihak luar “menginterupsi” upaya mereka berproses menjadi kelompok dan membangun subkultur, dalam hal ini salah satunya termasuk media sosial. Mereka tidak memiliki aturan/norma dan tujuan yang disepakati bersama. Selain itu, tidak ada kegiatan yang terstruktur dan terpola sehingga identitas yang ditampilkan para pelaku bukanlah hasil konstruksi secara kolektif, melainkan lebih individual. Kalaupun ada atribut yang terkesan sebagai ciri khas kelompok, pada dasarnya lebih karena adanya sikap saling meniru. Media sosial menjadi menjadi ruang bagi para pelaku untuk menunjukkan identitas dan seolah merupakan kelompok sosial yang membangun subkultur.

This study aims to explore the identity construction of street fashion doers among urban youth, and identify whether they are a social group that builds a subculture characterized by certain identity symbols. Previous studies have categorized street fashion doers as a youth subculture, while in Indonesia they are classified as a new cultural phenomenon that emerged in mid-2022. Therefore, the presence of suburban youth street fashion doers is interesting to study and study sociologically. Wardhana's (2022) study of Citayam Fashion Week (CFW) doers only looks at the economic potential for the MSME industry. Through this qualitative study, CFW doers were placed as cases and were interviewed in depth, as well as observed. The results of the study show that CFW doers form groups that are fluid. The existence of outsiders "interrupts" their efforts to process into groups and build subcultures, in this case one of which includes social media. They do not have rules/norms and mutually agreed goals. In addition, there are no structured and patterned activities so that the identities displayed by the actors are not the result of collective construction, but are more individual. Even if there are attributes that seem to be the characteristics of a group, basically it is more due to mutual imitating. Social media has become a space for actors to show their identity and as if they are social groups that build subcultures."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Anggraeni Utami
"ABSTRAK
Tesis ini membahas konsekuensi yuridis penanganan perkara terhadap anak nakal
yang tidak didasarkan pada laporan pembimbing kemasyarakatan (studi kasus di
Pengadilan Negeri Bengkulu), kendala pelaksanaan Pembimbing Kemasyarakatan
dalam proses peradilan pidana anak, solusi yuridis penyelesaian peradilan anak yang
tidak menggunakan Pembimbing Kemasyarakatan di Pengadilan Negeri Bengkulu.
Penelitian menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan sosio legal
yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sering terjadi
tidak maksimalnya kerja pembimbing kemasyarakatan, Hakim sering tidak
mempertimbangkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan dalam memutuskan
perkara, selain itu beberapa hakim melakukan persidangan tanpa didampingi oleh
Pembimbing Kemasyarakatan, walaupun begitu hakim tetap memutuskan perkara
anak tersebut walaupun tanpa didasarkan penelitian kemasyarakatan. Hakim dalam
memeriksa perkara anak wajib mempertimbangkan laporan penelitian
kemasyarakatan dalam putusannya, yang apabila tidak berdasarkan laporan
penelitian kemasyarakatan akan mengakibatkan putusan batal demi hokum. Hal ini
disebabkan karena adanya kendala-kendala di dalam pelaksanaan penelitian
kemasyarakatan dan kendala pelaksanaan pembimbing kemasyarakatan dalam proses
peradilan pidana. Akan tetapi untuk suatu perkara anak yang tidak berdasarkan
laporan hasil penelitian kemasyarakatan dan sudah berupa putusan maka yang bisa
dilakukan adalah mengkaji kembali putusan tersebut, karena berdasarkan Undang-
Undang maka putusan tersebut batal demi hukum sehingga perlu adanya penegasan
dalam Undang-Undang tentang penelitian kemasyarakatan dan Pembimbing
Kemasyarakatan ini, contohnya mengenai kedudukan Pembimbing Kemasyarakatan
di dalam sistem peradilan pidana anak, fungsi penelitian kemasyarakatan dan
Pembimbing Kemasyarakatan, penegasan terhadap hak-hak anak sehingga hak
mereka untuk dilakukan penelitian kemasyarakatan bisa terpenuhi. Penelitian
menyarankan peningkatan koordinasi antara penegak hukum dengan pembimbing
kemasyarakaran sehingga lebih melindungi kepentingan anak nakal tersebut.

Abstract
This thesis discussed about the judicial consequences of the handling the case of the
juvenile delinquent that not based on the probation officer?s report (Studies case at
district court of Bengkulu), the problems of the implementation of the social case
study in process of the juvenile justice process, the judicial solution of the juvenile
justice process that not used advisor of society in district court of Bengkulu. This
research used normative method with social legal and case study approach as a
descriptive analysis. As the conclusion of this research, the problems caused of the
probation officer is not maximum while doing the researched and also they have a
problem in doing the research, the judge often did not consider the social case study
in deciding the case. Besides that, some judge doing the court without the probation
officer. Even though, the judge is still decide the case without based on social case
study. Judges in examining cases have to consider the social case study report in
their decision, which if the decision is not based on social case study report so the
decision is null and void. It all caused of the problem in implementation the research
community and in the process of the criminal justice. However, for a case that?s not
based on social case study and decision was done, we can do review the decision,
because based on the legislation, the decision is must null and void. So, we need the
affirmation in the legislation about the social case study and probation officer. For
examples, the affirmation of this position of probation officer in the juvenile justice
process, the affirmation of function from social case study and probation officer, the
affirmation of the rights of children, so their right to have a social case study can be
fulfilled. This research suggests to increased coordination between law enforcement
with probation officer to protect the importance of the Juvenile Delinquent."
Universitas Indonesia, 2012
T29876
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Sarma Ramalo
"Studi ini memberikan pemahaman bagaimana perempuan melakukan adaptasi di dalam subkultur musik cadas sebagai ranah maskulin. Penelitian ini juga memberikan pemahaman mengenai alasan di balik adaptasi yang dilakukan oleh penggemar perempuan tersebut. Penelitian mengenai adaptasi perempuan di dalam ranah maskulin dilakukan terutama karena adanya kuasa laki-laki sebagai bentuk hegemoni maskulinitas di dalam ranah-ranah tertentu yang membuat identitas mereka menjadi norma. Subkultur musik cadas di Indonesia menggambarkan adanya kuasa laki-laki tersebut, baik sebagai musisi maupun sebagai penggemar. Padahal, subkultur ada sebagai ruang perjuangan melawan nilai-nilai dominan, namun kenyataannya subkultur justru melanggengkan patriarki sebagai budaya dominan. Dalam menganalisis mengenai adaptasi perempuan terhadap maskulinitas, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif serta menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipan. Penelitian kritis ini berhasil membuktikan bahwa perempuan di dalam subkultur musik cadas mengakui, mengizinkan, dan justru turut melanggengkan dominasi laki-laki sebagai bentuk hegemoni maskulinitas. Maskulinitas kemudian menjadi norma dalam hierarki identitas. Perempuan di dalam subkultur musik cadas pun melakukan adaptasi perilaku dan gaya berpakaian agar menyesuaikan dengan penggemar laki-laki di dalam subkultur musik cadas.

This study provides an understanding on how women adapt in a rock subculture as a masculine terrain. This study also sheds an understanding about the reason behind the said adaptation done by female fans. The discourse on women's adaptation in a masculine terrain is conducted particularly due to men's power as a hegemonic masculinity in some particular terrains that renders their identity as a norm. Indonesian rock subculture helps delineate male power, as a musician and a fan. Ironically, subcultures are established as a form of struggle against dominant cultures, but really subcultures even perpetuate patriarchy as adominant culture. In analyzing women's adaptation to masculinity, this study employs qualitative approach as well as in-depth interviews and participant observation methods. This critical inquiry manages to prove that women inside rock subculture acknowledge, permit, and even help perpetuate male's domination as a form of hegemonic masculinity. Masculinity then becomes the norm in a hierarchy of identity. Women inside rock subculture then mimic men's behaviors and clothing style in order to appropriate themselves with men inside the rock subculture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S59318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rian Aufar Razan
"Hard bass merupakan sub-genre dari musik elektronik yang lahir di Rusia dengan ciri khas ketukan tempo yang cepat. Seiring dengan perkembangan internet yang pesat di era globa1isasi, musik hard bass mulai dikenal luas di seluruh dunia melalui situs berbagi video Youtube. Semenjak dikenal secara luas, musik hard bass sering dikaitkan dengan kelompok subkultur gopnik yaitu kelompok subkultur masyarakat kelas bawah yang tinggal di kota-kota Rusia, salah satunya di Saint-Petersburg. Artikel ini akan membahas bagaimana musik hard bass berperan sebagai identitas dan bagian dari subkultur gopnik yang ada di kota Saint-Petersburg. Artikel ini menggunakan teori subkultur dengan metode deskriptif analitis untuk menganalisa beberapa video hard bass yang terdapat di YouTube. Di akhir artikel ini dapat disimpulkan bahwa musik hard bass merupakan bagian dari subkultur gopnik di kota Saint-Petersburg, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu identitas subkultur mereka.

Hard bass is a sub-genre from electronic music which was born in Russia and has a fast tempo as it`s characteristic. As the internet grows in this globalization era, hard bass starts to raise it`s popularity in the world through Youtube video sharing site. Since the hard bass popularity raised, hard bass is often linked with gopnik subculture which is identic with a low class society in Russia who lives in the cities, one of the city is Saint-Petersburg. This article will discuss how hard bass music acts as a part of the gopnik subculture in the city of Saint-Petersburg. This article uses subculture theories and descriptive analytical methods as a tools to analyze a few hard bass videos on YouTube. At the end of this article it can be concluded that hard bass music is a part of the gopnik subculture in the city of Saint-Petersburg, so it can be categorized as one of their subculture identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Maulana
"ABSTRAK
Tulisan Karya akhir ini akan mencoba membahas keberadaan kelompok subkultur komunitas Ngadu Bagong yang melakukan tindakan kekerasan melalui pertunjukan hewan aduan dan kegiatan perjudian. Beberapa rumusan legalistik normatif yang ada telah mengkriminalisasi aspek kegiatan perjudian dan tindak kekerasan tersebut. Dengan menggunakan dan memanfaatkan pendekatan paradigma kriminologi budaya, tulisan ini akan mengkaji bagaimana tindakan kekerasan dan kegiatan perjudian tersebut bukan merupakan tindak kejahatan, namun sebagai unsur-unsur subkultur unik yang menjadi identitas kolektif dari komunitas Ngadu Bagong. Istilah-istilah seperti crime as culture, edgeworking, ruang budaya dan sensibilitas etnografik akan digunakan untuk melihat bagaimana dinamika kelompok subkultur tersebut menjadikan pertunjukan adu hewan sebagai identitas kolektif mereka. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman penuh dan upaya rekontekstualisasi terhadap status dan keberadaan komunitas tersebut menjadi suatu kelompok subkultur tertentu yang ada di Indonesia.

ABSTRACT
This paper will discusses about Ngadu Bagong as subuculture community that had some activities labelled as criminal by legalistic-normative constructions in Indonesia. Such construction shape and define Ngadu Bagong as subuculture community as criminal by the name of cruelty, gambling, animal abuse and brutality when they held dog fighting events. The Author will use cultural criminology perpspective and analyze that such gambling and animal abuse labelled by legalistic-normative ground aren?t criminal activities, but rather as unique subculture way of life that represent their collective identity in Indonesia. Severe conceptual from cultural criminology school of thought like crime as culture, edgeworking, cultural spatial and ethnographic sensibility will use to comprehensively examine how dynamic experiences of Ngadu Bagong community as subcultural group held dog fighting events as their particular collective identity. Hopefully, the result from analysis can led to recontextualisation effort to see how Ngadu Bagong community define as a unique subcultural group that exist with out of the box way of life in Indonesia.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhran Al Ramadhan
"Tesis ini membahas tentang konstruksi identitas Skinhead di dalam komunitas Skinhead di Jakarta dan sekitarnya dengan menggunakan penelitian kualitatif deskriptif analitis serta dampak pada praktik komodifikasi yang terjadi dalam bidang industri budaya Jakarta, era 1996 hingga 2014, dimana narasi besar dari kekuatan modernitas yaitu teknologi, perubahan ekonomi dan sosial budaya menjadi landasan global yang mempengaruhi proses tersebut. Hasil dari kesimpulan bahwa konstruksi identitas Skinhead di Jakarta dan sekitarnya serta praktik komodifikasi yang dilakukan tidak dapat dilepaskan dari tujuan dan cita-cita komunitas dan individu Skinhead dalam melakukan pemasaran identitas dan subkultur yang berproses melalui dua cara yaitu eksploitasi dan eksistensi dengan mengalihfungsikan menjadi entitas ekonomi dan mereproduksi kesadaran ideologis demi keberlangsungan generasi Skinhead. Selain itu, peneltian ini juga akan menunjukan keberadaan komunitas subkultur Skinhead di tengah-tengah banyaknya identitas di dalam kota urban yang merespon dominasi budaya berupa negosasi sebagai alternatif diluar sekolah dan pekerjaan dengan mempertahankan nilai lokal Indonesia.

This thesis discusses the Skinhead subculture identity construction in Jakarta and its sorrounding and the impact on commodification practices by using qualitative descriptive analitic research that occur in various areas of cultural industries era of 1996 ? 2014, in which grand narrative of modernity, including technology, economic and sociocultural change, become a global platform that affect the process. The conclusion indicates that the Skinhead subculture construction and the practice of commodification which conducted in various arena of cultural industries can not be separated from the aims and ideals of the Skinhead's subculture's identity project in attempt to do marketing identities and subcultures that proceeds through a two-way, namely exploitation and existence by converting to economic entity and reproduce the ideological consciousness for the sake of Skinhead regeneration. Beside that, this research is to show the existence of Skinhead subculture community amongs many other identities in the urban city that responds the culture domination by negotiating as the alternative activity outside the school and occupation by maintaining the local value owned by the parents culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Realita Sari
"Nowadays pictures could be used to represent the world. Using six pictures of gothic subculture in Germany, in 2005, taken from www.fotocommunity_de, this thesis tried to seek its style, customs, social practice, and ideology that are different from mainstream. This thesis is also using Roland Barthes's theory of semiotic, Jean Baudrillard's theory of postmodern and Sarah Thornton's theory of subculture, to seek the representations of gothic subculture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S14617
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Elisabet
"Kehadiran alat transportasi dan telekomunikasi yang dapat mengatasi permasalahan ruang dan waktu memicu terjadinya globalisasi. Proses mendunia ini mengakomodasi sistem perekonomian kapitalisme berkembang semakin pesat dalam kurun waktu yang cepat. Ines Conradi yang bekerja pada perusahaan konsultan Morison International di sebuah perusahaan minyak di Bukares, Rumania, tanpa sadar menjadi korban penghisapan nilai kapitalisme. Ia teralienasi oleh kehidupannya sendiri. Keterpurukan Ines membuat ayahnya, Winfried Conradi, yang merupakan seorang hippie memutuskan menyamar sebagai ldquo;Toni Erdmann rdquo; untuk memperbaiki hubungan dengan putri semata wayangnya. Dengan melakukan analisis tekstual yang didukung studi pustaka, penelitian ini memperlihatkan bagaimana gaya hidup hippie yang diterapkan Toni Erdmann berhasil menjadi budaya tanding kapitalisme.

The presence of transportation and telecommunication that overcome the problems of space and time trigger globalization. This global process enhances the development of the economic system of capitalism rapidly. Ines Conradi, who works with Morison International's consulting firm at an oil company in Bucharest, Romania, is unknowingly becoming a victim of capitalism. She is alienated from her own life. Ines's downfall made his father, Winfried Conradi, a hippie, decided to impersonate ldquo Toni Erdmann rdquo to improve his relationship with his only daughter. By conducting a textual analysis supported by literature studies, this study shows how the hippie lifestyle that Toni Erdmann applied successfully became a culture of capitalism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Anggi Ropininta
"Perluasan budaya populer Korea Selatan ke seluruh penjuru dunia beberapa tahun ke belakang secara pesat membuatnya digemari oleh banyak masyarakat dunia. Industri musik pop Korea Selatan atau yang dikenal sebagai K-Pop merupakan salah satu di antaranya. Kondisi tersebut didorong oleh masifnya pertumbuhan media sosial yang mampu menyebarkan informasi secara cepat dan luas. Dengan media baru tersebut, industri musik kemudian mencari berbagai cara untuk memasarkan musiknya ke seluruh dunia dan strategi transmedia storytelling menjadi salah satu strategi pemasaran yang disukai oleh industri kreatif. Dengan membangun narasi fiktif dan memperkenalkan worldview industri musik masa depan bernama SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment kemudian memulai strategi pemasaran transmedia. Di dalam jurnal makalah ini, peneliti berfokus untuk menelaah penggunaan strategi transmedia storytelling oleh SM Entertainment dan pemenuhan ketujuh prinsip dari strategi tersebut. Peneliti menggunakan metode konten analisis kualitatif dari berbagai konten yang diunggah oleh SM Entertainment melalui platform media sosial seperti instagram, twitter, dan youtube. Secara keseluruhan, agensi tersebut telah menerapkan ketujuh prinsip transmedia storytelling secara baik dengan kemampuan agensi tersebut untuk menarik perhatian dan partisipasi khalayaknya.

South Korean popular culture's expansion in the past few years has rapidly made it popular worldwide. The South Korean pop music industry, known as K-Pop, is one of them. This current condition is driven by the massive growth of social media and its ability to disseminate information quickly and widely. With this new media, the music industry is looking for various ways to market their music worldwide. Transmedia storytelling strategy is one of the marketing strategies favored by the creative industry. By building a fictitious narrative and introducing a worldview of the future music industry called SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment then started their transmedia marketing strategy. In this journal paper, the author focuses on examining the use of the transmedia storytelling strategy by SM Entertainment and the fulfillment of the seven principles of this particular strategy. The study uses a qualitative content analysis method of various content uploaded by SM Entertainment through social media platforms such as Instagram, Twitter and YouTube. Overall, the agency has implemented the seven principles of transmedia storytelling well with the agency's ability to attract audience attention and participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>