Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68014 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifanie
"[ ABSTRAK
Sebagai sebuah medium komunikasi, film tidak terpisahkan dari konteks masyarakatnya. Sang Penari adalah salah satu film yang menyajikan konteks budaya Jawa yang kental. Sebuah film yang terinspirasi dari novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk tahun 1982 karya Ahmad Tohari ini tidak hanya menceritakan kisah cinta Rasus dan Srintil, Sang Penari bicara mengenai tekad untuk menjalankan dharma dalam kehidupan, sebuah nilai-nilai religius yang dipercayai masyarakat Jawa. Tulisan ini membahas mengenai bagaimana religiusitas masyarakat Jawa dalam film Sang Penari. Pembahasan difokuskan pada konsepsi religi dalam pandangan masyarakat Jawa yang direpresentasikan dalam film Sang Penari melalui Semiotik de Saussure. Dengan menganalisis tanda-tanda (baik gambar ataupun teks) di dalam film, terlihat bagaimana pandangan dan sikap hidup jawa yang dilandasi oleh kepercayaan religius. Orang Jawa selalu berusaha menjaga keselarasan diri dengan lingkungan hidup. Begitu pula masyarakat Jawa abangan yang direpresentasikan didalam film, tiap tokohnya menggambarkan sikap dan pandangan hidup jawa yang berusaha mencapai tujuan hidupnya dengan menjaga tradisi. Hal ini menunjukan bahwa film Sang Penari merepresentasikan religiusitas di dalam masyarakat Jawa.

ABSTRACT
As a communication medium, film is inseparable from society context. The Dancer is one film that presents the context of Javanese culture.. A film is inspired by the novel trilogy Ronggeng Dukuh Paruk in 1982 by Ahmad Tohari, not only tells the love story Rasus and Srintil, “The Dancer” talk about the determination of dharma in life, a religious values believed by Javanese society. This paper discussed on how Javanese society religiosity in the film The Dancer. Discussions focused on the conception of religion in the view of Javanese society that is represented in the film The Dancer through Semiotics de Saussure. By analyzing the signs (either image or text) in films, seen that how the viewpoint and attitudes of Java is based on religious beliefs. Javanese people always try to maintain harmony with the nature . Likewise, abangan of Javanese society represented in the film, each character describes the attitude and viewpoints on life Javanese, who trying to reach his purpose of life by keep the tradition. This shows that films The Dancer represent religiosity in the Javanese society., As a communication medium, film is inseparable from society context. The Dancer is one film that presents the context of Javanese culture.. A film is inspired by the novel trilogy Ronggeng Dukuh Paruk in 1982 by Ahmad Tohari, not only tells the love story Rasus and Srintil, “The Dancer” talk about the determination of dharma in life, a religious values believed by Javanese society. This paper discussed on how Javanese society religiosity in the film The Dancer. Discussions focused on the conception of religion in the view of Javanese society that is represented in the film The Dancer through Semiotics de Saussure. By analyzing the signs (either image or text) in films, seen that how the viewpoint and attitudes of Java is based on religious beliefs. Javanese people always try to maintain harmony with the nature . Likewise, abangan of Javanese society represented in the film, each character describes the attitude and viewpoints on life Javanese, who trying to reach his purpose of life by keep the tradition. This shows that films The Dancer represent religiosity in the Javanese society.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2011
791.533 022 WAY
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Mustikoningsih
"

PDaja.com merupakan produk pinjaman berbasis website milik Bank Sahabat Sampoerna (BSS) yang didirikan pada November 2018. Agen PDaja.com memiliki 83 Anggota. Agen yang berstatus freelancer memiliki peranan penting sebagai pemasar produk yaitu sebesar 70% pengajuan pinjaman melalui perantara Agen. Kurangnya engagement Agen terlihat dari hasil survei pada 40 Agen, yaitu sebesar 40% Agen belum pernah mengikuti Agent Gathering, dan sisanya sebesar 60% Agen pernah mengikuti Agent Gathering. Hasil pengukuran engagement Agen PDaja.com dengan skala penilaian 1-10 menunjukan hasil, yaitu engagement pada dimensi fisik memiliki nilai rata-rata sebesar 6.6, dimensi kognitif memiliki nilai rata-rata sebesar 7.2 dan dimensi emosional memiliki nilai rata-rata 6.8. Program komunikasi internal dapat meningkatkan engagement. Program yang ditujukan kepada seluruh Agen PDaja.com bertema “Bersama Jadi Kebanggaan PDaja.com”, bertujuan untuk meningkatkan kognitif, fisik dan emosional engagement Agen PDaja.com. Program akan dilaksanakan pada Juni 2021-November 2021. Pesan Kunci “Bersama Jadi Kebanggan PDaja.com”, bermakna PDaja.com berupaya menjalin kebersamaan dengan Agen untuk meningkatkan engagement agar Agen tetap menjadi kebanggaan PDaja.com. Estimasi anggaran program Rp. 21.949.000 (keadaan normal) dan Rp. 10.400.000 (Jika Pandemi Covid 19 masih berlangsung). Melalui program ini diharapkan terjadi peningkatan partisipasi Agen di setiap kegiatan minimal 70% (58 Agen) dan Engagement Secara kognitif fisik serta emosional meningkat menjadi rata-rata 8 (perhitungan skala 1-10).

 


PDaja.com is a website-based loan product owned by Bank Sahabat Sampoerna (BSS), established in November 2018. PDaja.com has 83 Agent members. Agents who are freelancers have an essential role as product marketers because 70% of loan applications go through Agents. The lack of Agent engagement revealed from the results of a survey of 40 Agents, 40% of Agents who had never attended Agent Gathering, and 60% of Agents had attended Agent Gathering. The results of measuring PDaja.com Agent engagement on a scale of 1-10 are engagement in the physical dimension has an average value of 6.6, the cognitive dimension has an average value of 7.2, and the emotional dimension has an average value of 6.8. Internal communication programs can increase engagement. The program "Together Becomes Pride of PDaja.com", for all PDaja.com Agents. It's a purpose to improve the cognitive, physical, and emotional engagement of PDaja.com Agents. This program will be held in June 2021 - November 2021. The Key Message "Together Becomes Pride of PDaja.com", means to build togetherness with Agents to increase engagement so that Agents remain the pride of PDaja.com. Estimated budget program around Rp. 21,949,000 (standard conditions) and Rp. 10,400,000 (If COVID 19 Pandemic is still ongoing). Through this program, PDaja.com expected an increase in the Agent's participation for each activity at least 70% (58 Agents). Also, engagement in physical and emotional cognitive engagement was up to an average of 8 (calculation scale 1-10).

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elizabeth Josephine
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tentang kompetensi komunikasi lintas
budaya staf Sekretariat ASEAN Jakarta dalam menghadapi konflik lintas budaya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi
kasus. Informan utama merupakan staf ekspatriat dan lokal di Sekretariat
ASEAN Jakarta. Sumber data diperoleh dari wawancara mendalam, pengamatan,
dan dokumentasi. Secara keseluruhan hasil penelitian ini memperkuat keberadaan
Model Dimensi Kompetensi Komunikasi Antarbudaya yang dikemukakan Chen
dan Starosta (Turnomo, 2005). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa para staf
memiliki sensitivitas budaya yang tinggi pada konteks sosial formal dalam
menghadapi konflik lintas budaya. Penulis berharap keberadaan model
komunikasi lintas budaya semakin berkembang di Indonesia.

Abstract
This study aims to analyze the competence of intercultural communication of the
ASEAN Secretariat?s employees in dealing with intercultural conflict. This study
uses qualitative descriptive approach and study case research. Key informants are
expatriate and local employees at the ASEAN Secretariat. Data sources are
retrieved from in-depth interview, observation and documentation. The finding
indicates which principally reinforce the existence of Intercultural Competence
Dimension Model of Chen and Starosta (Turnomo, 2005). The finding shows that
the employees possess a high level of cultural sensitivity in the formal social
context in dealing with intercultural conflict. The author hopes that the existence
of the models of intercultural communication is growing in Indonesia."
2012
T31022
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alo Liliweri
Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS), 2003
306 ALO m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Tamarine
"Ze Noemen Me Baboe adalah film dokumenter karya Sandra Beerends yang mengangkat cerita Alima, seorang pribumi yang bekerja sebagai pembantu untuk keluarga Belanda. Film dokumenter ini juga tidak jauh berbeda dan memiliki pola-pola yang mirip dengan film dokumenter sejarah lainnya. Perbedaan film Ze Noemen Me Baboe dengan film dokumenter sejarah lainnya adalah sudut pandang film ini diceritakan oleh seorang baboe, seorang dari kelas sosial rendah. Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menunjukkan bagaimana representasi budaya Jawa dari sudut pandang orang Belanda dalam film dokumenter Ze Noemen Me Baboe. Teori yang digunakan untuk penelitian ini adalah teori semiotika oleh Roland Barthes. Data yang digunakan adalah film dokumenter berjudul Ze Noemen Me Baboe karya Sandra Beerends yang dirilis pada tahun 2019. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data penelusuran pustaka dan observasi. Hasil yang didapatkan setelah analisis yang dilakukan adalah budaya Jawa direpresentasikan sebagai kelompok masyarakat tradisional yang kaya akan tradisi dan bangsa yang terjajah dari sudut pandang masyarakat Belanda.

Ze Noemen Me Baboe is a documentary by Sandra Beerends that tells the story of Alima, a native who works as a maid for a Dutch family. This documentary is also not much different and has similar patterns to other historical documentaries. The difference between Ze Noemen Me Baboe and other historical documentaries is that the point of view of this film is told by a baboe, a person from a low social class. This research was made with the aim of showing how Javanese culture is represented from the perspective of the Dutch in the documentary Ze Noemen Me Baboe. The theory used for this research is the semiotic theory by Roland Barthes. The data used is a documentary titled Ze Noemen Me Baboe by Sandra Beerends released in 2019. The method used is descriptive qualitative method with data collection techniques of literature search and observation. The results obtained after the analysis carried out are that Javanese culture is represented as a traditional community group rich in traditions and a colonized nation from the perspective of Dutch society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adhi Sulistyo
"Topik religiusitas merupakan salah satu topik yang sedang hangat dibicarakan di dalam masyarakat serta kerap kali menimbulkan polemik. Padahal, religiusitas di Indonesia memiliki keunikan-keunikannya sendiri termasuk religiusitas  masyarakat Jawa pesisir Selatan. Film Siti adalah salah satu film yang menggambarkan religiusitas masyarakat Jawa pesisir Selatan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan realitas religiusitas masyarakat Jawa pesisir Selatan dalam film Siti yang menunjukkan salah satu keunikan religiusitas yang ada di Indonesia dan berbeda dengan daerah Jawa lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan teori representasi dari Hall (1995), pendekatan sastra serta analisis melalui teori religi Jawa Rahyono (2015). Hasil penelitian ini adalah bahwa religiusitas masyarakat Jawa pesisir Selatan digambarkan sebagai penganut agama Islam Jawa yang sinkretis atau lebih dikenal dengan nama Agama Jawi  atau Kejawen berdasarkan analisis menggunakan pendapat dari Koentjaraningrat (1984). Hal ini dibuktikan berdasarkan penggambaran para tokoh cerita dalam film yang percaya  terhadap makhluk halus dan suka mengganggu, mempercayai alam (dalam konteks film ini: laut), yaitu dianggap mempunyai kekuatan dan berdampak besar bagi kehidupan, serta memiliki keyakinan kuat terhadap Tuhan. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa film Siti menggambarkan religiusitas masyarakat Jawa pesisir Selatan memiliki keunikan tersendiri berbeda halnya dengan religiusitas masyarakat Jawa pesisir Utara dan pedalaman.

Religiosity is one of the topics that is currently trending in the community and often causes polemic. In fact, religiosity in Indonesia has its own uniqueness including the religiosity of the people of the South coast Java. Siti is one of the movie that depicts the religiosity of the people in the South coast Java. Based on this background, this study aims to reveal the reality of the religiosity of the people of the South coast of Java in the movie Siti, which shows one of the uniqueness of religiosity in Indonesia and is different from other Javanese regions. The method used in this research is descriptive qualitative method with the theory of representation from Hall (1995), literary approach and analysis through Javanese religious theory from Rahyono (2015). The result of this study is that the religiosity of the people of the South coast of Java is depicted as Javanese Muslims who are syncretistic, better known as Jawi or Kejawen, based on analysis using the opinion of Koentjaraningrat (1984). This is proven based on the portrayal of the characters in the film who believe in spirits who disturb human life, who trust nature—in the context of this film; the sea, which is considered to have power and have a major impact on life, as well as having a strong belief in God. The conclusion of this research is that the movie Siti depicts the religiosity of the people of South coast of Java that has its own uniqueness that is different from the religiosity of the Javanese from the North Coast and inland area.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ektada Bilhadi Mohamad
"Dalam makalah ilmiah ini, saya mencoba berefleksi atas pengalaman saya dalam program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) untuk menunjukkan bagaimana program-program yang dilaksanakan dalamnya beserta dengan diskursus mengenai ekspektasi akan partisipan IISMA ini, mengindikasikan bahwa IISMA merupakan proyek untuk mempromosikan budaya Indonesia dan juga mencoba menciptakan citra tersendiri untuk 'orang Indonesia' di mata masyarakat asing. Namun, saya melihat bahwa dalam upaya mempromosikan kebudayaan Indonesia ini, para koordinator IISMA mengedepankan suatu konsepsi kebudayaan Indonesia yang dibentuk oleh pemikiran Orientalis yang mendorong kami untuk menampilkan kebudayaan Indonesia selayaknya sebuah kebudayaan yang primitif, statis, dan eksotis . Dalam hal ini, saya juga akan menarasikan upaya-upaya saya untuk melawan cara berpikir self-orientalist tersebut, baik itu melalui upaya-upaya untuk mengubah konstruksi self-orientalist itu sendiri, atau dengan menggunakan penggambaran eksotis tersebut untuk memahami identitas saya itu sendiri.

In this paper, I aim to reflect upon experiences from my participation in the Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) program to show how the various programs and discourse regarding the expectations for the recipients of the awards point to the program being a project of promoting Indonesian culture and in cultivating a specific image of ‘an Indonesian’ in the eyes of our foreign audience. However, I argue that in these efforts of promoting Indonesian culture, the coordinators of the IISMA program push forward a conception of Indonesian culture that is shaped by Orientalist thought which push us to portray our own culture in a manner that reinforces depictions that paint us as a primitive, static, and exotic culture. I will also narrate how throughout my participation in this event, I have attempted to exercise my own agency to resist against these self-orientalist modes of thinking, either in attempts to reshape them or in using them to find my place during my time abroad.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Talia
"Rewang dalam masyarakat Jawa dikenal sebagai kegiatan bergotong-royong terutama ketika adanya hajatan. Upaya pelestarian rewang sebagai hasil budaya terlihat mulai dari adanya penelitian, hingga produksi film pendek. Namun, apakah makna rewang yang dikenal dalam masyarakat Jawa memiliki pengertian yang sama dari masa ke masa? Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya perubahan makna pada kata rewang dalam masyarakat Jawa. Data dalam penelitian ini diperoleh dari Serat Centhini Jilid 1 (Pupuh 1-29) tahun 1922 oleh H. Buning, dua film pendek Jawa dengan tema rewang tahun 2021 dan 2022, dan wawancara kepada masyarakat pelaku rewang di Desa Sidomulyo, Jember-Jawa Timur pada tahun 2022. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori semiotika Peirce yang dikembangkan oleh Hoed (1994), serta teori perubahan makna Chaer (2009) untuk menemukan adanya perubahan makna dalam kata rewang. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penyempitan makna kata rewang, dari tiga makna yang diasosiasikan dengan kata rewang dalam serat Centhini yaitu ‘pengiring’, ‘teman’, dan ‘perewang’, menjadi satu makna utama yaitu ‘perewang’, sebagaimana dikenal dalam masyarakat Jawa melalui film pendek dan wawancara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bahasa bersifat dinamis dan adanya perubahan makna kata seperti pada kata rewang, dapat terjadi karena perubahan faktor waktu, ekonomi dan perkembangan pikiran dalam masyarakat.

Rewang in Javanese society is known as a mutual cooperation activity, especially when there is a celebration. Efforts to preserve rewang as a cultural product can be seen from the existence of research, to the production of short films. However, does the meaning of rewang known to the Javanese people from time to time have the same meaning? This study aims to show the changing meaning of rewang in Javanese society. The data in this study were obtained from Serat Centhini Volume 1 (Pupuh 1-29) in 1922 by H. Buning, two short Javanese films with the theme rewang in 2021 and 2022, as well as interviews with the rewang community in Sidomulyo Village, Jember-East Java in 2022. This study uses a qualitative descriptive method with Peirce's semiotic theory developed by Hoed (1994) and Chaer's (2009) meaning change theory to find changes in the meaning of the word rewang. The results of this study show the meaning of the rewang, of the three meanings associated with the word rewang in the Serat Centhini, namely 'accompaniment', 'friend', and 'perewang', one of the main meanings of which is 'perewang', as known by Javanese people through short films and interview. This study concludes that language is dynamic and changes in the meaning of words, such as the word rewang, can occur due to changing times, the economy and the development of thought in society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kholisoh
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pembentukan dan pengembangan hubungan pertemanan antar etnis, khususnya antara etnis Betawi dan non-Betawi yang ada di Jakarta.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori penetrasi sosial (Altman dan Taylor, 1973) sebagai teori utama, sedangkan teori zeduksi ketidakpastian, self-disclosure, teori pertukaran sosial dan manajemen konflik merupakan teori pendukung. Altman dan Taylor dalam teori penetrasi sosial mengemukakan adanya empat tahapan pengembangan hubungan, yaitu; tahap orientasi, tahap penjajakan pertukaran afektif, tahap pertukaran afektif dan tahap stabil. Sebagian besar dari kelima pasangan dalam penelitian ini melalui proses tahapan penetrasi sosial yang dikemukakan oleh Altman dan Taylor tersebut, namun demikian cara dan waktu yang diperlukan untuk sampai kepada tahap stabil, masing-masing pasangan berbeda-beda.
Dalam upaya memperoleh informasi tentang pasangannya, setiap narasumber menggunakan strategi yang berbeda-beda tergantung kepada situasi dan kondisi yang ada, namun ketika hubungan berada pada tahap stabil, kelima pasangan tersebut sama-sama menggunakan strategi interaktif. Dalam setiap hubungan antarpribadi yang sehat tentunya tidak akan terlepas dari konflik. Semua nara sumber dalam penelitian ini sepakat bahwa konflik yang timbul harus diselesaikan secara baik dan dapat mengarah kepada peningkatan hubungan. Kendati demikian, pengelolaan konflik yang digunakan oleh kelima pasangan ini berbeda-beda tergantung pada situasi dan kondisi yang ada serta tidak terlepas dari karakter masing-masing individu, misainya; nara sumber yang memiliki karakter pendiam seperti narasumber 7 (Hamzah), cenderung menggunakan cara avoiding dalam mengatasi konflik. Analisis terhadap data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan paradigma constructivist terhadap kelima pasangan nara sumber yang terdiri dari satu pasangan laki-laki dengan laki-laki, satu pasangan perempuan dengan perempuan dan tiga pasangan laki-laki dengan perempuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>