Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122385 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dianyndra Kusuma Hardy
"Penggunaan mekanisme pre-project selling dalam penjualan satuan rumah susun di Indonesia digunakan dengan mekanisme penandatanganan perjanjian jual beli satuan rumah susun yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 Tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun tertanggal 17 November 1994. Dalam penelitian ini pada perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun di Apartemen Citylofts khususnya pada biaya administrasi pengalihan satuan rumah susun sebelum terbitnya sertipikat hak milik satuan rumah susun diberlakukan 2.5 sedangkan seharusnya berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 ditentukan 1 . Tesis ini membahas penerapan biaya administrasi pengalihan satuan rumah susun sebelum penerbitan sertipikat hak milik atas satuan rumah susun atas nama pembeli dan akibat hukum ketidaksesuaian antara perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris dengan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa Pengembang dalam melakukan perancangan klausula terkait pengalihan satuan rumah susun sebelum terbitnya sertipikat hak milik atas satuan rumah susun wajib tunduk kepada Kepmenpera 1994 yaitu penggunaan nilai biaya administrasi sebesar maksimal 1 satu persen dari harga jual serta dalam melakukan perancangan perjanjian pengikatan jual beli rumah susun wajib mengikuti ketentuan pada Kepmenpera 1994 untuk menghindari gugatan dari pembeli sejauh ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya tentang rumah susun yang telah diperbaharui. Terlepas dari hal tersebut, pemerintah juga perlu merevisi kembali Kepmenpera 1994 dikarenakan telah dilakukan perubahan-perubahan peraturan di atasnya sehingga tidak membuat pengembang dan pembeli mengalami kesulitan dalam merancang transaksi.

The existence of pre project selling mechanism in the sale of apartment units in Indonesia is performed with the signing of conditional sale and purchase of apartment units mechanism which arranged subject to the Minister of State for Public Housing Decree No.11 KPTS 1994 on Guidelines on Conditional Sale and Purchase of Apartment Unit dated 17 November 1994. In this research, the agreement on apartment units in Apartment Cityloft especially on the administrative cost for the transfer of apartment units before the issuance of strata title certificate of apartment unit determined 2.5 and based on the Minister of State for Public Housing Decree No.11 KPTS 1994 determined 1 . This thesis discusses the implementation of the administrative cost for the transfer of apartment units before the issuance of strata title certificate in the name of buyer and the legal consequences on the discrepancy between the conditional sale and purchase agreement on apartment unit and the Minister of State for Public Housing Decree No.11 KPTS 1994. This form of research is normative juridical that is explanatory with qualitative data analysis method. The results of this study suggest that the developers in the design of clauses related to the transfer of apartment units before the issuance of strata title certificate on apartment unit shall be subject to Kepmenpera 1994 namely the use of administrative cost value of a maximum of 1 one percent from the selling price and in the design of the conditional sale and purchase of apartment unit shall comply with the provisions of Kepmenpera 1994 to avoid lawsuit from the buyer to the extent that such provisions are not contradictory to the higher updated statutory regulations on the apartment. Apart from that, the government also needs to revise the Kepmenpera 1994 due to changes in the regulations above it so as not to make developers and buyers have difficulty in arranging transactions."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S23626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Subagijo
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995
307.72 WIS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kollin A. Akbar
"Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu melakukan kegiatan yang bersifat interaksi, karena manusia merupakan mahluk sosial sehingga memerlukan kehadiran orang lain untuk melakukan kontak sosial dan komunikasi sewaktu menjalani kehidupannya. Ketika berinteraksi manusia akan, memilih suatu tempat untuk melangsungkan kegiatan tersebut. Tempat yang dipilih tentunya telah memenuhi persyaratan dan sesuai dengan keinginan serta telah memiliki arti khusus pada diri pengguna sehingga menurutnya pantas untuk dijadikan sebagai seiring kegiatan berinteraksi.
Penghuni Rumah Susun Kebon Kacang ternyata lebih memilih koridor sebagai tempat mereka melakukan kegiatan berinteraksi. Di sana beragam bentuk kegiatan berinteraksi telah dilakukan oleh mereka. Terjadinya penambahan fungsi pada koridor rumah susun ini tentunya telah menandakan bahwa koridor disana memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai seiring kegiatan berinteraksi. Untuk itu skripsi ini akan membahas mengenai potensi sebuah koridor sebagai seiring kegiatan berinteraksi, baik dilihat dari faktor setring fisik, pemilihan seiring oleh pengguna maupun perilaku penghuni didalam seiring tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Waluyo Jati
"Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, isi pasal 19 Undang-Undang itu belum dapat dilaksanakan. Dalam pasal tersebut penghuni rumah susun diwajibkan untuk membentuk Perhimpunan Penghuni Rumah Susun sebagai badan hukum. Di rumah susun Tanah Abang, tidak segaranya dibentuk Perhimpunan Penghuni Rumah Susun karena sampai saat ini belum ada permasalahan penghuni, dan permasalahanya dapa diselesaikan melalui pengurus Rt/Rw setempat. Sedangkan di Rumah Susun Pulo Mas, penghuninya dengan sistem sewa yang mana jangka waktu tinggal di lingkungan rumah susun itu tergantung perjanjian sewanya. Karena penghuninya tidak tetap, maka untuk menbentuk Perhimpunan Penghuni mengalami kesulitan. Dikuatirkan penghuni yang dipilih menjadi pengurus sebelum masa jabatanya berakhir bahkan sebelum mulai bekerja penghuni tersebut pindah tempat tinggal karena masa sewanya berakhir. Padahal untuk proses peralihan hak milik atas satuan rumah susun, salah satu syaratnya harus melampirkan Anggaran Dasar Perhimpunan Penghuni. Dengan demikian para pemilik atas satuan rumah susun baik di Tanah Abang maupun di Pulo Mas sampai saat ini belum dapat melakukan peralihan hak milik mengingat salah satu syaratnya belum terpenuhi. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah mengeluarkan peraturan lebih lanjut yang mengatur peralihan hak milik atas satuan rumah susun."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dewi Kartika
"ABSTRAK
Pengaturan penghunian dan pengelolaan rumah susun di
Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun
1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988, namun di
dalam pelaksanaannya masih terdapat permasalahanpermasalahan
yang berkaitan dengan penghunian dan
pengelolaan rumah susun tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan
pembahasan mengenai penghunian dan pengelolaan rumah susun
di Indonesia dengan memperbandingkannya dengan sistem
penghunian dan pengelolaan rumah susun yang ada di Ontario
Kanada. Penulis memilih memperbandingkannya dengan sistem
penghunian dan pengelolaan rumah susun yang terdapat di
Indonesia dan di Ontario Kanada, karena sistem yang
terdapat di Ontario Kanada, sudah cukup baik karena diatur
dalam suatu peraturan perundang-undangan yang cukup lengkap
yaitu diatur dalam Ontario Condominium Act 1997.
Berdasarkan metode penelitian perbandingan hukum maka
diperoleh persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
antara UURS dan Ontario Condominium Act. Dalam sistem hukum
di Ontario Kanada, dilihat dari sudut penghunian dan pengelolaan rumah susun, mempunyai ketentuan yang sama
dengan yang diatur di Indonesia. Dalam hukum Indonesia dan
Ontario Kanada, penyelesaian perselisihan atau
permasalahan-permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan
secara Litigasi maupun Non Litigasi. Penyelesaian
perselisihan yang terjadi secara Non Litigasi di Indonesia,
tidak diatur secara khusus dalam perundang-undangan yang
mengatur penghunian dan pengelolaan rumah susun sedangkan
penyelesaian secara Non Litigasi di Ontario Kanada diatur
secara khusus didalam Ontario Condominium Act."
2003
T36934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henty
"Perumahan dan permukiman yang tepat adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, tetapi saat ini, ada banyak warga tinggal di daerah yang kurang layak karena kemiskinan, urbanisasi, dan kurangnya tanah. Alternatif terbaik untuk memecahkan masalah ini adalah dengan membangun rumah susun dengan harga terjangkau bagi masyarakat miskin. Rumah susun ini diatur oleh undang-undang no. 16/1985. Saat ini, ada rumah susun mewah di Indonesia, yang juga dikenal sebagai "apartemen" dan "kondominium". Rumah susun mewah juga diatur oleh undang-undang nomor 16/1985 yang diarahkan untuk rumah susun sederhan, sehingga undang-undang ini tidak lagi cocok untuk rumah susun mewah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peraturan untuk rumah susun mewah di Indonesia, dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan komparatif.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaturan rumah susun mewah di Indonesia belum diatur secara jelas di salah satu undang-undang dalam hukum Indonesia, yang menyebabkan banyak masalah, seperti tidak ada batasan yang jelas antara rumah susun sederhana dan rumah susun mewah, yang dapat digunakan oleh beberapa pihak untuk menggunakan hak yang bukan milik mereka untuk memperoleh keuntungan dan fasilitas. Akibatnya, pengembangan rumah susun tidak lagi mencapai sasaran yang tepat, dan pendapatan pemerintah dari pajak menjadi tidak optimal.

Proper housing and settlement are one of the basic needs of human, but nowdays, there are many citizens live in a vile area because of the poverty, urbanizations, and lack of land. The best alternative to solve this problem is by building flats with affordable price to the poor. These flats are regulated by law no. 16/1985. Nowdays, there are many luxurious flats in Indonesia, which also known as "apartments" and "condominiums". They also regulated by law no. 16/1985 which is directed for the low price flats, so this statute is no longer suitable for the luxurious flats. The purpose of this research is to find the regulation for the luxurious flats in Indonesia, by using a statute approach and a comparative approach.
Results of this research proves that the regulation of luxurious flats in Indonesia has not regulated clearly in one of the statute in Indonesia law, which causes many problems, such as there are no clear limitation between flats and apartments/ condominiums, that can be used by some party to use rights which not belong to them. As result, the development of flats is no longer reach the right target, and the income of the government from tax is not optimal."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28326
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Clara Stephanie
"Pada bulan September tahun 2016, Pemerintah mengeluarkan Permen ATR Nomor 29 Tahun 2016 yang mengatur tentang tata cara pemindahan hak atas tanah bagi hunian Orang Asing. Tesis ini membahas mengenai kesesuaian antara perbuatan hukum pemindahan Hak Milik dan Hak Guna Bangunan kepada Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 Permen ATR Nomor 29 Tahun 2016 dengan ketentuan yang diatur di dalam UUPA, legalitas Hak Pakai Atas Satuan Rumah Susun dalam Pasal 6 ayat 2 sebagai lembaga baru yang belum pernah ada, dan jalan keluar yang dapat ditempuh oleh PPAT terhadap perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah untuk tempat tinggal atau hunian sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam Tesis ini adalah yuridis normatif. Pasal 6 Permen ATR Nomor 29 Tahun 2016 tidak sesuai dengan ketentuan UUPA dan peraturan perundang-undangan lain di bidang agraria karena telah melanggar syarat materiil dalam perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah, legalitas Hak Pakai Atas Satuan Rumah Susun sebagai lembaga baru yang belum pernah ada bertentangan dengan konsep Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, jalan keluar bagi PPAT dalam melakukan pembuatan akta pemindahan hak tersebut adalah dengan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan jabatannya. Terhadap Peraturan tersebut agar diajukan judicial review kepada Mahkamah Agung, PPAT harus lebih berhati-hati dan tetap mengedepankan peraturan perundang-undangan di bidang terkait dan peraturan jabatannya, Pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada perusahaan pengembang untuk mendirikan rumah susun di atas tanah Hak Pakai.

On September 2016, the Government issued the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Plan ATR Regulation Number 29 of 2016 which regulates the transfer of rights procedure by foreigner. This Thesis discusses the adjustment of the transfer of Ownership Rights and Rights to Build procedure by foreigner as regulated in Article 6 paragraph 1 to regulated provisions in The Basic Agrarian Law BAL , the legality of 'Rights to Use of a Unit of Rumah Susun' in Article 6 paragraph 2 as a new ownership concept that has never been existed, and solution shall be taken by Land Deed Officer as regulated in Article 6. The research method used in this Thesis is normative juridical. Whereas Article 6 is not in accordance with the provisions of BAL and other implemented and related agrarian legislations for violating the material provision in transfer of rights, the legality of 'Rights to Use of a Unit of Rumah Susun' as a new rumah susun ownership concept which has never been existed is illegitimate because it is contrary to the concept of the Ownership of a Unit of Rumah Susun, the solution for the Land Deed Officer is to keep referring to the related and implemented regulations of his position. A judicial review should be submitted to the Supreme Court, Land Deed officer should still put forward the regulations in related fields, Government should conduct socialization to property developer companies to build rumah susun on Rights to Use over States rsquo Land. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani
"Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985, tentang rumah susun, telah mengatur bahwa satuan rumah susun hanya dapat dijual jika telah mendapatkan izin layak huni dari pemerintah, akan tetapi untuk memudahkan developer mendapatkan dana selain dari perbankan, diperbolehkan milakukan penjualan sebelum rumah susun selesai dibangun, dalam pelaksanaannya dilakukan dengan membuat perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun antara penjual (developer) dan pembeli dimana para pihak mengikatkan diri untuk melaksanakan jual beli pada saat tertentu yang diperjanjikan.
Mengingat besarnya resiko penjualan seperti ini, maka pemerintah membuat suatu pedoman perikatan jual bell satuan rumah susun yang dimuat dalam bentuk lampiran suatu Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor l/Kpts11994, sejauh mana pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun ini dilaksanakan dalam praktek, dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang memerlukan pembahasan, yakni: 1. Apakah format akta perjanjian pengikatan jual bell satuan rumah susun yang sering digunakan sekarang ini telah mengatur hak dan kewajiban yang seimbang antara penjual dan pembeli; 2. Apakah perjanjian tersebut telah dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi calon pembeli?
Dari penelitian yang dilakukan, dengan menggunakan metode penelitian normatif dan kepustakaan, hasil penelitian bersifat deskriptif, analitis dan evaluatif dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun yang ditemukan dalam praktek sekarang ini tidak mengatur hak dan kewajiban yang seimbang antara penjual dan pembeli juga tidak menjamin kepastian hukum bagi pembeli.
Jadi disarankan agar pedoman yang selama ini hanya berbentuk lampiran Keputusan Mentezi ditingkatkan menjadi peraturan pemerintah atau Undang-Undang dengan menambah ketentuan mengenai sanksi, serta dituntut peran notaris memperhatikan klausul-klausul penting dalam perjanjian, dan agar dibuat dalam bentuk akta notaris atau minimal dilegalisasi dihadapan notaris serta di daftarkan di departemeniinstansi terkait untuk lebih meningkatkan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dalam perjanjian."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahima Malik
"Pembangunan rumah susun menjadi alternative solusi permasalahan perumah di Indonesia di tengah-tengah kebutuhan tempat tinggal yang semakin meningkat. Salah satu aspek penting dalam rumah susun adalah perolehannya yang saat ini dapat dilakukan saat fisik bangunan rumah susun tersebut belum terbangun (pre-project selling) Mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan tersebut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri PUPR No. 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah. Namun, berbagai kalangan menganggap aturan tersebut tidak adil bagi pengembang. Aturan yang dianggap tidak adil dalam aturan tersebut adalah antara lain (1) ketentuan mengenai pemasaran yang membebankan tanggung jawab penuh kepada pengembang terhadpa informasi yang disampaikan oleh agen pemsaran; (2) Pengembang wajib mengembalikan seluruh pembayaran dengan potongan 10% kepada konsumen. Dikarenakan aturan tersebut, kemudian timbul persoalan mengenai kesetaraan pengembang dan konsumen rumah susun dalam jual beli satuan rumah susun.

The development of Apartment across Indonesia has been an alternate solution amidst housing problems in Indonesia. One of the key aspects in Apartment subject is the provision of apartment which for the time being may be procured before the physical of apartment even exists (pre project selling). In consideration of the above complexities and development, the Government of Indonesia enacted Minister of General Construction and People Housing Regulation Number No. 11/PRT/M/2019. However, the promulgation has attracted critcicsm due to the provisin contained in the regulation doesnt reflect the equality or fairness for the developer. Some of the provision being criticized are (1) provision for developer to fully take responsibility for every marketing activity conducted by external marketing agen; (2) Developer shall return full payment with deduction of 10% in case of cancellation by consumer. Nothwithstanding the provision, questions are raised on the equality between developer and consumer in apartment transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>