Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195869 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dionisius Agnuza Jagadhita
"Kecemasan adalah masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan prevalensi, insiden, serta faktor psikososial yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan tinggi pada remaja. Penelitian menggunakan dua set data yang diambil dari partisipan yang sama pada tahun 2019 dan 2020. Terdapat 713 orang remaja yang berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan usia antara 18-23 tahun (n perempuan = 54,6%). Prevalensi masalah kecemasan pada tahun 2020 adalah 68,7%, lebih tinggi dari angka di tahun sebelumnya (61,2%). Penelitian menemukan angka insiden sebesar 15 kasus setiap 100 orang dalam populasi selama satu tahun. Hasil penelitian menemukan model psikososial yang dapat secara signifikan mempengaruhi tingkat kecemasan remaja (R2 = 14.8%). Model akhir menunjukkan lima faktor risiko terhadap tingkat kecemasan, yaitu jenis kelamin (OR = 1.57), masalah emosional (OR = 1.22), kedekatan pertemanan (OR = 1.07), komunikasi dengan orangtua (OR = 1.05), serta alienasi dari orangtua, yang dinilai secara terbalik (OR = .94). Terdapat prevalensi dan insiden kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Faktor psikososial menunjukkan bahwa remaja yang berjenis kelamin perempuan, memiliki masalah emosional, memiliki tingkat komunikasi yang tinggi dengan orangtua, memiliki kedekatan dengan teman sebaya, serta mengalami alienasi dari orangtua, lebih rentan untuk memiliki tingkat kecemasan tinggi.

Anxiety is the most prevalent mental health problem that occurs for adolescents. This research aims to discover the prevalence and incidence rate, and also psychosocial determinants that took part in predicting the occurrence of anxiety. A set of paired data acquired in 2019 and 2020 was used. The total sample was 713 late adolescents between 18-23 years (n female = 54.6%). The prevalence for anxiety in 2020 was 68.7%, higher than the previous year (61.2%). An incidence rate of 15 cases per 100 person-years was found. The final model indicated several psychosocial determinants as significant risk factors of anxiety (R2 = 14.8%), which were gender (OR = 1.57), emotional problems (OR = 1.22), friendship closeness (OR = 1.07), and parental communication (OR = 1.05). Parental alienation (scored in reverse) was found to be a significant protective factor (OR = .94). The prevalence and incidence rate of anxiety were found to be higher than that of previous studies. The psychosocial determinants indicated that females, individuals with emotional problems, those who had high communication level with their parents, those who were close to their friends, and those who experienced alienation from their parents were more at risk to show high anxiety levels."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerul Nisa
"Tidur merupakan kebutuhan dasar agar tubuh dapat berfungsi dengan baik. Remaja merupakan salah satu kelompok umur yang sering mengalami masalah kualitas tidur buruk. Remaja rentan mengalami masalah kualitas tidur yang buruk karena penyesuaian berbagai faktor dan gaya hidup. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan munculnya risiko kesehatan baik fisik dan psikis serta terganggunya perkembangan kognitif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur dan hubungannya dengan durasi tatap layar, kecemasan, aktivitas fisik, dan kebiasaan tidur pada remaja di SMA Negeri 1 Kebumen tahun 2024. Studi ini menggunakan desain cross-sectional dengan responden sebanyak 304 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53,6% responden memiliki kualitas tidur yang baik. Analisis bivariat yang dilakukan memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan (p-value < 0,001) dengan nilai OR 8,971 dan kebiasaan tidur (p-value < 0,001) dengan nilai OR 3,24 dengan kualitas tidur remaja. Kemudian dari analisis bivariat juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi tatap layar dan aktivitas fisik dengan kualitas tidur remaja (p-value>0,05). Intervensi mengenai tips mengontrol kecemasan dan edukasi terkait kebiasaan tidur yang baik diharapkan dapat diterapkan di sekolah untuk meningkat kualitas tidur remaja.

Sleep is a basic need for the body to function properly. Adolescents are one of the age groups that often experience poor sleep quality problems. Adolescents are susceptible to poor sleep quality problems due to adjustments to various factors and lifestyles. Poor sleep quality can lead to physical and psychological health risks and disrupt cognitive development. This study was conducted to determine the picture of sleep quality and its relationship with screen time, anxiety, physical activity, and sleep hygiene in adolescents at SMA Negeri 1 Kebumen in 2024. This study used a cross-sectional design with 304 students as respondents. The results showed that 53,6% of respondents had good sleep quality. The bivariate analysis showed that there was a significant relationship between anxiety (p-value <0.001) with an OR value of 8.971 and sleep hygiene (p-value <0.001) with an OR value of 3.24 with adolescent sleep quality. Then the bivariate analysis also showed that there was no significant relationship between screen time and physical activity with adolescent sleep quality (p-value>0.05). Interventions regarding tips for controlling anxiety and education regarding good sleep hygiene are expected to be implemented in schools to improve the quality of adolescent sleep.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Nur Hidayah
"Kecemasan pada remaja dapat membawa remaja pada perilaku menyimpang dan gangguan kesehatan. Aktivitas fisik dapat mengalihkan kecemasan dengan menjadikan suasana hati menjadi lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara aktivitas fisik remaja dan tingkat kecemasan yang mereka alami. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan menggunakan instrumen International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) dan Hamilton Anxiety Rating Scale for Anxiety (HARS).
Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan tipe deskriptif korelatif dan pendekatan cross sectional terhadap100 remaja SMA kelas X dan XI yang dipilih dengan quota sampling. Data dianalisis dengan uji chi square.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dan tingkat kecemasan (p=0,222;α=0,1). Kecemasan sedang berat lebih banyak dialami oleh remaja perempuan (p=0,417; CI: 95%). Peran bimbingan dan konseling di sekolah perlu ditingkatkan untuk membangun koping remaja dalam menurunkan kecemasan.

Anxiety among adolescent could lead to negative behavior and caused many health problems. Physical activity could distract the anxiety by enhancing the mood. The purpose of the study was to identify the correlation between physical activity and anxiety level of adolescent.
This study used cross sectional design and descriptive method with data accumulated by questionnaire given to 100 high school students grade X and XI were selected by quota sampling and analyzed by chi square test. International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) was used to measure activity level and Hamilton Anxiety Rating Scale for Anxiety (HARS) was used to measure anxiety level.
Based on correlation analysis, there were not significant correlation among anxiety level with physical activity (p= 0, 222, α= 0,1). Moderate to severe level of anxiety were more prevalent in girl adolescent (p=0,417; CI: 95%). Guidance and counseling in schools need to be improved to build positive coping to reduce anxiety.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramita Nastiti
"Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien di ruang rawat ICU, di antaranya pengalaman dirawat di ICU itu sendiri serta lingkungan ICU yang banyak menimbulkan suara dari mesin dan monitor. Selain itu, pasien tidak mampu berkomunikasi secara lisan karena pemasangan endotracheal tube. Ketidakmampuan berkomunikasi ini membuat pasien merasa tidak berdaya, takut, kesepian, dan cemas. Untuk mengurangi dan mencegah kecemasan ini berkembang lebih lanjut adalah dengan menerapkan komunikasi terapeutik pada pasien. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang menggunakan purposive sampling dengan 69 responden. Sumber data merupakan data primer yang dikumpulkan peneliti menggunakan kuesioner. Data menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukan gambaran komunikasi terapeutik mayoritas baik (60.9%). Gambaran tingkat kecemasan mayoritras ringan (56.5%). Hasil uji statistic Chi Square di peroleh nilai ? 0,000 (<0,05) artinya ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada masa penyepihan ventilator. Komunikasi terapeutik yang diterapkan oleh perawat efektif menurunkan kecemasan pasien dalam masa penyapihan ventilator. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien selama perawatan di ruang ICU.

Many factors can affect the patient's anxiety level in intensive unit, including the experience of being treated in the ICU itself and the ICU environment which generates a lot of noise from machines and monitors. In addition, the patient was unable to communicate verbally because of the endotracheal tube placement. This inability to communicate makes patients feel helpless, afraid, lonely, and anxious. To reduce and prevent this anxiety from developing further is to apply therapeutic communication to patients. The research to be conducted is a quantitative study with a cross-sectional design using purposive sampling with a total sample of 69 respondents. The data source is primary data collected by researchers using a questionnaire. Data analysis used univariate and bivariate analysis with chi-square. The results showed that the majority of the therapeutic communication images were good (60.9%). The description of the level of anxiety of the majority is mild (56.5%). The results of the Chi Square statistical test obtained ? 0.000 (<0.05) meaning that there is a relationship between therapeutic communication and anxiety levels during ventilator withdrawal. Therapeutic communication implemented by nurses is effective in reducing patient anxiety during ventilator withdrawal. Further research is needed to look at the factors that influence the patient's anxiety level during treatment in the ICU.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toulasik, Anita Welhelmina
"Endoskopi saluran cerna merupakan prosedur pemeriksaan saluran cerna secara langsung. Prosedur ini dapat digunakan untuk tujuan diagnostik maupun terapeutik. Pasien yang menjalani prosedur endoskopi dapat mengalami kecemasan yang diakibatkan karena kurangnya informasi mengenai prosedur, efek samping prosedur maupun hasil pemeriksaan yang akan diterima.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani prosedur endoskopi saluran cerna di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan jumlah sampel sebesar 38 orang. Instrumen yang digunakan adalah Spielberg State-Trait Axiety Inventory (STAI) yang telah dimodifikasi.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebanyak 73,7% pasien yang akan menjalani prosedur endoskopi mengalami kecemasan tingkat ringan dan jumlah responden yang paling banyak mengalami kecemasan tingkat ringan, sedang, dan berat ditemukan pada responden yang berusia dewasa madya. Diharapkan perawat dapat memberikan intervensi untuk mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien yang akan menjalani prosedur endoskopi.

Gastrointestinal endoscopy is a procedure that used to examine that gastrointestinal tract. This procedure can be used for diagnostic and therapeutic purpose. The patient who undergo this procedure can feel anxious due to the lack of information about the procedure, the side effects of the procedure, and the result of the examination. Some studies found that gastrointestinal endoscopy arise anxiety to the patient.
This research aim to identify the anxiety level of the patient who will undergo the endoscopy procedure at Gatot Soebroto Army Center Hospital Jakarta. This research used descriptive method, with 38 respondents as sample. The instrument used in this research was Spielberg State-Trait Axiety Inventory (STAI) that have been modified.
The results showed that 73,7 percent of the respondents who will undergo the endoscopy procedure had low level of anxiety and the largest amount of respondents which has had low, moderate, and severe level of anxiety was found in the middle adult respondents. Nurses are expected to give interventions to overcome or minimize patient’s anxiety before undergoing endoscopy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Elsa Hedia
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran telah menunjukkan tingkat ansietas yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Hal ini memiliki berbagai implikasi negatif sehingga dibutuhkan usaha untuk menanggulanginya. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menilik resiliensi sebagai salah satu faktor protektif terhadap ansietas. Namun, belum ada penelitian yang menguji hubungan antara resiliensi dan ansietas pada mahasiswa kedokteran di Indonesia terkhususnya pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara resiliensi dengan ansietas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tingkat 3 di masa pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada mahasiswa FKUI tingkat 3 dengan menggunakan kuesioner CD-RISC25 untuk menilai tingkat resiliensi dan kuesioner K10 untuk menilai ansietas subjek. Analisis hubungan kedua variabel dilakukan menggunakan uji Mann Whitney.
Hasil: Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap data resiliensi dibandingkan dengan faktor ansietas menunjukkan distribusi tidak normal (p<0,05), dengan rerata nilai 69,39 ± 14,11. Berdasarkan uji Mann Whitney, resiliensi dan ansietas menunjukkan hubungan yang signifikan (asymp. sig. (2-tailed) = 0,00) di mana tingkat resiliensi yang lebih rendah berhubungan dengan ansietas.
Kesimpulan: Resiliensi memiliki hubungan signifikan yang berbanding terbalik dengan ansietas pada mahasiswa FKUI tingkat 3.

Introduction: Medical students have shown higher anxiety levels compared to the general population. As this has many negative implications, so efforts are needed to overcome it. Previous studies have looked into resilience as one of the protective factors for anxiety. However, there have been no studies that examine the relationship between resilience and anxiety in medical students in Indonesia, especially during the era of COVID-19 pandemic. This study aims to determine the relationship between resilience and anxiety in third year medical students of the Faculty of Medicine Universitas Indonesia during the COVID-19 pandemic.
Method: This study used a cross-sectional design on third year medical students of the Faculty of Medicine Universitas Indonesia using CD-RISC25 questionnaire to see resilience and K10 questionnaire to see subject’s anxiety. Analysis of the two variables was conducted using the Mann Whitney test.
Result: The result of the Kolmogorov-Smirnov test for resilience data compared to the anxiety factors showed that the data is not normally distributed (p<0.05), with a mean score of 69,39 ± 14,11. According to the Mann Whitney test, resilience and anxiety showed a significant relationship (asymp. sig. (2-tailed) = 0.00) in which lower resilience level is correlated with anxiety.  
Conclusion: Resilience has significant and inverse relationship with anxiety in third year medical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rensita Noorma Utami
"Kecemasan merupakan reaksi emosional bersifat subjektif yang tidak menyenangkan yang dapat berakibat pada penurunan kemampuan dan konsentrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan saat melakukan tindakan invasif pada mahasiswa reguler FIK UI angkatan 2010. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sederhana dengan menggunakan metode cross sectional yang melibatkan 106 mahasiswa yang diambil menggunakan teknik total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden yakni sebesar 75,5% mengalami kecemasan sedang dan 24,5% mengalami kecemasan ringan. Tingginya proporsi kecemasan sedang tersebut dapat disebabkan kurangnya pengalaman mahasiswa keperawatan dalam melakukan tindakan invasif karena mahasiswa baru pertama kali menjalani praktik keperawatan di lahan praktik.

Anxiety is an unpleasant subjective emotional response which may result in decreased ability and concentration. This research purposed to determine the level of anxiety when performing invasive procedure on the regular student of the Faculty of Nursing Universitas Indonesia class of 2010. This research was simple descriptive study with cross sectional method involved 106 students were taken using total sampling technique.
This research showed that majority of respondents which is equal to 75,5% had moderate anxiety and 24,5% had mild anxiety. The high proportion of moderate anxiety can be caused by a lack of experience in perform invasive procedure on the nursing student because they were first underwent clinical nursing practice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekawarna
"ABSTRAK
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung dari kondisi kerja fisik, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kecemasan terhadap stres pekerjaan pada guru. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Untuk menganalisis pola hubungan kausalitas antar variabel digunakan structural equation modeling (SEM). Data diperoleh dari 358 kuesioner yang diberikan kepada guru di Kota Jambi, yang meliputi guru SDN sebanyak 214 responden, guru SMPN sebanyak 88 responden dan guru SMUN sebanyak 56 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang negatif dan signifikan dari kondisi kerja fisik dan partisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kecemasan, pengaruh langsung yang positif dan
signifikan dari kecemasan terhadap stres pekerjaan, dan pengaruh tidak langsung yang negatif dan signifikan dari kondisi kerja fisik dan partisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap stres pekerjaan melalui kecemasan. Temuan ini berimplikasi agar pengambil kebijakan peduli terhadap stres pekerjaan guru dengan menyusun kebijakan manajemen stres dengan memberi layanan, bantuan atau konseling, pelatihan dan pengembangan, untuk membantu guru dalam memahami dan mengenali penyebab dan dampak stres pekerjaan guru.
This research aims to analyze the direct and indirect effect of physical working conditions, participation in decision making and anxiety on the occupational stress of teachers. This research applies survey method. Structural equation modeling (SEM) is used to analyses the relationship of variables. There are 358 respondents, included 214 teachers from state primary schools, 88 teachers from state junior high schools, and 56 teachers from state senior high schools. Results show that there are direct negative and significant effect of the physical working conditions and participation in decision making to anxiety, direct positive and significant effect of anxiety to occupational stress, and indirect negative and significant effect of physical working conditions and participation in decision making to occupational stress through anxiety. These findings have an implication on the policy maker to give counseling, and training to assist all teachers in
comprehending and recognizing the cause and impact of occupational stress."
Universitas Jambi. FKIP, 2010
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Joke Widya
1975
S2177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mari Magdalena S
"Keterampilan berbicara di muka umum adalah suatu hal yang penting, baik dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan di perguruan tinggi, maupun dunia pekerjaan. Dalam dunia pendidikan, keterampilan tersebut memungkinkan mahasiswa untuk aktif berpartisipasi di dalam kelas. Dalam dunia pekerjaan, keterampilan tersebut memungkinkan seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang baik dan membangun karir yang sukses. Sungguh pun demikian, menjadi seorang pembicara yang efektif bukanlah hal yang mudah, antara lain individu harus memiliki kepercayaan dan kontrol diri yang adekuat. Pembicara yang efektif mampu mengatasi kecemasan yang timbul karena harus tampil dan disorot di muka banyak orang.
Melalui pengamatan sepintas peneliti terhadap mahasiswa-mahasiswa S-l di UI, diperoleh kesan bahwa tugas berbicara di muka umum hanya dilakukan oleh segelintir mahasiswa yang telah terampil berbicara di muka umum organisasi di sekolah/ kampus. Mahasiswa-mahasiswa lain, yang belum terbiasa tampil di muka umum, cenderung enggan melakukan tugas berbicara di muka umum dan lebih suka karena keterlibatannya dalam untuk mendelegasikan tugas tersebut pada rekan-rekannya yang dianggap lebih kompeten. Hal ini merupakan suatu kesenjangan karena sebagai seorang calon Saijana, tiap mahasiswa diharapkan mampu mengemukakan pendapatnya di muka forum ilmiah.
Berbicara di muka umum menuntut individu untuk memfokuskan atensinya ke luar diri, pada kebutuhan hadirin serta konteks fisik dan sosial di mana komunikasi berlangsung. Oleh karena itu, individu dengan kecenderungan yang besar untuk memfokuskan atensi pada diri, pada pikiran, perasaan, tingkah laku, atau penampilannya, diasumsikan akan mengalami hambatan dalam berbicara di muka umum karena manusia memiliki kapasitas atensi yang terbatas. Ditinjau dari usianya, sebagian besar mahasiswa masih dapat digolongkan sebagai remaja, yaitu remaja akhir. Salah satu ciri kepribadian yang khas pada masa remaja adalah kecenderungan memfokuskan atensi pada diri (disebut juga kesadaran-diri) yang ekstrim. Melalui penelitian ini, peneliti ingin membuktikan bahwa kecenderungan memfokuskan atensi pada diri pada mahasiswa berhubungan dengan kecemasannya dalam berbicara di muka umum.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang kesadaran-diri dan kecemasan berbicara di muka umum. Di samping itu, penelitian ini diharapkan juga memiliki manfaat praktis bagi mahasiswa yang mengalami kecemasan berbicara di muka umum. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 191 orang, yang terdiri dari mahasiswa S-1 dari berbagai fakultas di UI. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Untuk pengumpulan data, digunakan alat ukur berupa kuesioner, yang terdiri dari pengantar mengenai berbicara di muka umum, skala yang mengukur kesadaran-diri, skala yang mengukur kecemasan berbicara di muka umum, dan data kontrol.
Kedua skala yang telah disebutkan merupakan skala Likert berbahasa Inggris yang telah dibakukan. Sebelum digunakan dalam penelitian yang sebenarnya, peneliti terlebih dahulu melakukan adaptasi atas kedua skala tersebut. Hasil uji hipotesa menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kesadaran-diri dengan kecemasan berbicara di muka umum. Namun, setelah ditelaah lebih lanjut, ditemukan hubungan yang bervariasi antara tiap dimensi kesadaran-diri dengan kecemasan berbicara di muka umum. Di samping hasil uji hipotesa, diperoleh pula beberapa hasil sampingan yang membuat hasil penelitian ini menjadi lebih lengkap."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>