Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197217 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadira Alisha
"Berbagai studi telah dilakukan mengenai keterkaitan antara pengalaman sulit di masa kecil dengan depresi dan keterkaitan makna hidup dengan depresi. Peran kedua variabel tersebut terhadap depresi juga telah diteliti, akan tetapi, belum ada penelitian yang membandingkan peran keduanya terhadap depresi, khususnya pada populasi dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran pengalaman sulit di masa kecil dan makna hidup (keberadaan makna dan pencarian makna) terhadap depresi pada dewasa muda. Partisipan penelitian adalah dewasa muda yang berasal dari wilayah Jabodetabek (N=482), yang diberikan kuesioner BDI-II untuk mengukur depresi, ACE-Q untuk mengukur pengalaman sulit di masa kecil, dan MLQ untuk mengukur makna hidup. Hasil penelitian menggunakan analisis multiple linear regression menunjukkan bahwa pengalaman sulit di masa kecil memprediksi depresi secara positif, makna hidup pada dimensi keberadaan makna memprediksi depresi secara negatif, dan dimensi pencarian makna memprediksi depresi secara positif. Dibandingkan pengalaman sulit di masa kecil, makna hidup merupakan prediktor yang lebih kuat terhadap depresi, khususnya dimensi keberadaan makna. Berdasarkan hasil penelitian ini, kesadaran masayarakat mengenai makna hidup sebagai faktor resiko depresi perlu ditingkatkan dan praktisi kesehatan sebaiknya tidak fokus pada faktor resiko lingkungan saja, namun juga pada faktor resiko personal.

Many studies have done research about the relationship between adverse childhood experiences and depression and the relationship between meaning in life and depression. The role of those two variables in depression has also been done, however, there isn't any research that compares the role of both variables in depression, specifically, in the young adults population in Indonesia. This study aims to test the role of adverse childhood experiences and meaning in life (presence of meaning and searching for meaning) in depression in young adults. Participants of this study are young adults who live in Jabodetabek (N=482), who were given BDI-II questionnaire to measure depression, ACE-Q to measure adverse childhood experiences, and MLQ to measure meaning in life. The results of this study, using multiple linear regression, showed that adverse childhood experiences predicted depression positively, meaning in life in Presence Of Meaning dimension predicted depression negatively, and meaning in life in Search For Meaning dimension predicted depression positively Compared to adverse childhood experiences, meaning in life is the stronger predictor in depression, especially, in the dimension of presence of meaning. According to the results of this study, public awareness of meaning in life as a risk factor for depression needs to be raised and health practitioners should not just focus on the environmental risk factors that might cause depression, but also on personal risk factors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah
"Penelitian terdahulu telah membuktikan bagaimana kodependensi berakar dari faktor bawaan masa kecil sebagai strategi untuk mengatasi trauma. Kodependensi juga berkaitan dengan pola kelekatan yang terbentuk sejak kecil dan bertahan sepanjang waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh pengalaman menyakitkan di masa kecil (ACE) terhadap pengembangan kodependensi pada dewasa muda dengan melakukan uji regresi terhadap kelekatan dimensi anxiety dan dimensi avoidance sebagai variabel mediasi. Kodependensi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen Spann-Fischer Codependency Scale (SFCS; Fischer et al., 1991), kelekatan diukur dengan menggunakan instrumen Experiences in Close Relationships–Relationship Structures (ECR-RS; Fraley et al., 2011), dan ACE diukur dengan menggunakan instrumen Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003). Penelitian ini melibatkan 204 partisipan dewasa muda usia 18-40 tahun (M = 23,89, SD = 4,73). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ACE memiliki direct effect yang dapat memprediksi pengembangan kodependensi secara langsung (β =  0,12, SE = 0,04, p = 0,00). Selain itu, ditemukan pula bahwa kelekatan dimensi anxiety dapat memediasi pengaruh ACE terhadap kodependensi Î² =  0,08, SE = 0,02), sedangkan tidak ditemukan pada kelekatan dimensi avoidance< (β =  0,00, SE = 0,00).

Prior studies have proven how codependency is rooted in childhood as a strategy to cope with trauma. Codependency is also closely related to attachment styles that were formed in childhood and persist over time. This research aims to investigate how adverse childhood experiences (ACE) can predict the development of codependency among young adults by performing regression tests on the attachment-related anxiety and attachment-related avoidance as mediating variables. In this study, codependency was measured using the Spann-Fischer Codependency Scale (SFCS; Fischer et al., 1991), attachment was measured using Experiences in Close Relationships–Relationship Structures (ECR-RS; Fraley et al., 2011), and ACE was measured using Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003). This study involved 204 young adults aged 18-40 years (M = 23.89, SD = 4.73). The results showed that ACE had a direct effect that could predict the development of codependency (β = 0.12, SE = 0.04, p = 0.00). In addition, it was also found that attachment-related anxiety could mediate the effect of ACE on codependency (β = 0.08, SE = 0.02), while it was not found in attachment-related avoidance (β = 0.00, SE = 0.00)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Maharani Octavia
"Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan mental dengan kasus yang paling banyak muncul pada individu dewasa muda. Di masa ini individu harus melewati banyak tuntutan perkembangan yang dapat memberikan tekanan dan distress psikologis. Childhood maltreatment yang dapat muncul dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, pengabaian fisik, dan pengabaian emosional sebelumnya telah terbukti dapat menjadi faktor risiko dari depresi yang dialami oleh individu dewasa muda. Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk menguji kemampuan childhood maltreatment dalam memprediksi kemunculan depresi pada individu dewasa muda. Penulis mendapatkan 192 partisipan yang berusia 18–25 tahun yang tersebar di 19 provinsi yang ada di Indonesia. Depresi diukur menggunakan The Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) dan childhood maltreatment diukur menggunakan Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF). Hasil analisis regresi linear menunjukkan bahwa childhood maltreatment berperan secara signifikan terhadap kemunculan depresi pada individu dewasa muda (R² = 0,382, F(1, 190) = 117,616, p < 0,05). Penulis melakukan diskusi dan memberikan saran pada bagian akhir skripsi.

Depression is one of the most prevalent mental health disorders affecting young adults. During this stage, individuals must navigate numerous developmental demands that can lead to psychological pressure and distress. Childhood maltreatment, which manifest as physical abuse, sexual abuse, emotional abuse, physical neglect, and emotional neglect, has been established as a risk factor for depression experienced by young adults. The current study aims to assess the predictive ability of childhood maltreatment regarding the presence of depression in young adults. The study included 192 participants aged 18–25 years, distributed across 19 provinces in Indonesia. Depression was measured using The Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), while childhood maltreatment was assessed using the Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF). The results of linear regression analysis indicate that childhood maltreatment significantly contributes to depression in young adults (R² = 0.382, F(1, 190) = 117.616, p < 0.05). The author concludes with discussions and provides suggestions at the end of the thesis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indry Nalal Iza
"Salah satu jenis kekerasan dengan kasus yang meningkat setiap tahunnya adalah kekerasan dalam berpacaran. Pengalaman buruk masa kecil diketahui menjadi salah satu faktor risiko dari kekerasan dalam berpacaran. Namun, terdapat faktor lain yang diduga dapat memoderasi hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan kekerasan dalam berpacaran, yaitu self-compassion. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran self-compassion sebagai moderator antara pengalaman buruk masa kecil dan kekerasan dalam berpacaran dari sudut pandang korban. Partisipan berjumlah 102 dewasa awal (77.5% perempuan, M usia = 21.9, SD = 2.012) yang sedang berada dalam hubungan berpacaran selama minimal satu tahun. Pengalaman buruk masa kecil diukur menggunakan Childhood Trauma Questionnaire Short Form (CTQ-SF), kekerasan dalam berpacaran diukur menggunakan The Revised Conflict Tactics Scale Short Form (CTS2-SF), dan self-compassion diukur menggunakan Self-Compassion Scale (SCS). Berdasarkan analisis moderasi menggunakan PROCESS Macro, ditemukan bahwa pengalaman buruk masa kecil memprediksi kekerasan dalam berpacaran secara signifikan (b = -0.303, t(97) = -2.563, p < 0.05) dan self-compassion memoderasi hubungan keduanya secara signifikan (b = 0.091, t(97) = 2.728,p < 0.05). Selain itu ditemukan pula bahwa self-compassion secara mandiri memprediksi kekerasan dalam berpacaran secara signifikan (b = -1.577, t (97) = -2.201, p < 0.05). Demikian, penelitian ini menunjukkan pentingnya peran self-compassion sebagai faktor protektif dari kekerasan dalam berpacaran.

Dating violence cases increase every year. Adverse childhood experiences is known to be one factor that causes dating violence. However, there is another factor that might moderate the correlation between adverse childhood experiences and dating violence: self-compassion. This study aims to determine the role of self-compassion as a moderator between adverse childhood experiences and dating violence from the victim's perspective. There were 102 emerging adults (77.5% female, M age = 21.9, SD = 2.012) in a dating relationship for at least one year as participants. Adverse childhood experiences was measured using the Childhood Trauma Questionnaire Short Form (CTQ-SF), dating violence was measured using The Revised Conflict Tactics Scale Short Form (CTS2-SF), and self-compassion was measured using the Self-Compassion Scale (SCS). Based on moderation analysis using PROCESS Macro, the result shows that adverse childhood experiences significantly predicted dating violence (b = -0.303, t(97) = -2.563, p < 0.05) and self-compassion significantly moderated the correlation between the two (b = 0.091, t(97) = 2.728, p < 0.05). Furthermore, self-compassion significantly predicted dating violence (b = -1.577, t(97) = -2.201, p < 0.05). Thus, this study shows the importance of self-compassion as a protective factor from dating violence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranindya Pramudita Aranira
"Jumlah warga Negara Indonesia yang melakukan bunuh diri adalah sebesar 11 juta orang dengan memiliki latar belakang depresi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebanyak 50% orang yang mengalami adverse childhood experience akan berakhir memiliki gejala depresi di masa dewasa. Jenis attachment style di masa dewasa juga berhubungan dengan adverse childhood experience dan berkontribusi dalam memunculkan gejala depresi. Penelitian kali ini mencoba melihat hubungan antara adverse childhood experience, jenis attachment style di masa dewasa, dan gejala depresi. Gejala depresi diukur menggunakan Beck Depression Inventory-II (BDI-II), adverse childhood experience diukur dengan menggunakan Adverse Childhood Experience Questionnaire (ACE), dan attachment style di masa dewasa diukur dengan menggunakan Adult Attachment Scale (AAS). Penelitian kali ini dilakukan terhadap 482 orang dewasa muda di jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara adverse childhood experience (r = 0,388, n = 482, p < 0,01). Adverse childhood experience memiliki hubungan yang signifikan dan paling besar dengan anxious attachment style di masa dewasa dibandingkan dengan jenis attachment lain (r = 0,271, n = 482, p < 0,01). Anxious attachment style di masa dewasa juga memiliki hubungan yang signifikan dan paling tinggi dengan gejala depresi dibandingkan dengan jenis attachment lainnya (r = 0,486, n = 482, p < 0,01). Penelitian ini memiliki limitasi yakni kriteria partisipan yang kurang terfokus terhadap orang-orang yang pernah mengalami adverse childhood experience dan proporsi sampel yang kurang merata.

The number of Indonesian citizens who commit suicide is 11 million people with a background of depression. Previous research has shown that as many as 50% of people who experience bad childhood experiences end up with depressive symptoms in adulthood. This type of stylistic attachment in adulthood is also associated with adverse childhood experiences and contributes to depressive symptoms. The current study looks at the relationship between adverse childhood experiences, types of attachment styles in adulthood, and symptoms of depression. Depressive symptoms were measured using the Beck Depression Inventory-II (BDI-II), adverse childhood experiences as measured using the Adverse Childhood Experience Questionnaire (ACE), and attachment style in adulthood measured using the Adult Attachment Scale (AAS). The current research was conducted on 482 young adults in Jabodetabek. The results showed that there was a positive and significant relationship between bad experiences during childhood (r = 0.388, n = 482, p <0.01). Adverse childhood experiences had a significant and greatest association with anxious attachment style in adulthood compared with other attachment types (r = 0.271, n = 482, p <0.01). Anxious attachment style in adulthood also had a significant and highest association with depressive symptoms compared to other types of attachments (r = 0.486, n = 482, p <0.01). The limitations of this study are, the criteria of participants are less focused on people who have experienced adverse childhood experience and the proportion of the sample is not evenly distributed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilya Dhestina
"Meskipun individu yang mengalami pengalaman sulit di masa kecil mendapatkan
beragam dampak negatif, individu juga mungkin mengalami perubahan positif yaitu
pertumbuhan pascatrauma. Individu perlu melewati proses yang dipengaruhi berbagai
faktor untuk dapat mengalami pertumbuhan pascatrauma. Peneliti melakukan analisis
pada 396 data partisipan dewasa muda yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia,
dengan tujuan untuk memeriksa hubungan ruminasi disengaja dan harapan dalam
memprediksi pertumbuhan pascatrauma pada populasi individu dengan pengalaman sulit
sebelum berusia 18 tahun. Partisipan mengisi kuesioner daring berupa Adverse Childhood
Experience Questionnaire untuk mengukur kejadian sulit masa kecil, Event Related
Rumination Inventory mengukur ruminasi disengaja yang dulu dilakukan, Adult State
Hope Scale mengukur keadaan harapan saat ini, dan Posttraumatic Growth Inventory
mengukur besaran pertumbuhan pascatrauma. Hasil analisis regresi linear berganda
menunjukkan bahwa ruminasi disengaja dan harapan dapat memprediksi tingkat
pertumbuhan pascatrauma secara positif dan signifikan. Berdasarkan temuan ini, harapan
dan ruminasi disengaja dapat ditumbuhkan dan diajarkan dalam program intervensi.

Despite survivors of adverse childhood experiences (ACE) have to face a variety of
negative effects, they also have the opportunity to experience positive changes known as
posttraumatic growth (PTG). Survivors of ACE have to pass through a long process
influenced by various factors. Analysis of 396 data on young adult participants living
across Indonesia were performed, with the aim to examine the effect of deliberate
rumination and hope in predicting PTG on a population of individuals experienced
adverse childhood before the age 18. Participants completed an online questionnaire
consisting of Adverse Childhood Experience Questionnaire measuring ACE’s score,
Event Related Rumination Inventory measuring past deliberate rumination’s level, Adult
State Hope Scale measuring the current hope’s level, and Posttraumatic Growth Inventory
measuring the degree of PTG. Multiple linear regression analysis indicated that deliberate
rumination and hope significantly predict the degree of PTG. Intervention strategies using
hope and deliberate rumination are further discussed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Margaretha
"Kekerasan berpacaran merupakan kekerasan yang paling banyak ditemui pada dewasa muda di Indonesia pada tahun 2019. Pengalaman masa kecil yang buruk merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam berpacaran. Salah satu yang diduga menjembatani kedua varibel ini adalah anxious attachment. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah anxious attachment memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran pada dewasa muda. Partisipan dalam penelitian  ini berjumlah 345 orang dengan rata-rata usia 21.56 tahun. Pengalaman masa kecil yang buruk diukur dengan Childhood Trauma Questionnaire Short Form, kekerasan dalam berpacaran diukur dengan Conflict Tactics Scales Revised Short Form dan anxious attachment diukur dengan Short Form Experience in Close Relationships- Revised. Hasil analisis menggunakan analisis mediasi menjelaskan bahwa anxious attachment memediasi hubungan antara pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment tidak memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala psychological aggression, sexual coercion, physical assault dan negotiation. Kesimpulan penelitian menjelaskan bahwa semakin sering pengalaman masa kecil yang buruk dialami seseorang, semakin tinggi anxious attachment seseorang yang kemudian mengarahkan pada meningkatnya kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen tambahan seperti wawancara.

Dating violence was the most common type of violence happened to young adult in Indonesia in 2019. Adverse Childhood Experience is a risk factor that influence the development dating violence. Anxious attachment is postulated to mediate these two variables. The purpose of this study was to examinate whether anxious attachment mediates the relationship between adverse childhood experience and dating violence in young adulthood. The study was conducted on 345 participants with average age 21.56. Adverse Childhood Experience measured by Childhood Trauma Questionnaire Short Form, dating violence were measured by Conflict Tactics Scales Revised Short Form and anxious attachment measured by Short Form Experience in Close Relationships-Revised. The result  analysis using mediation analysis showed that anxious attachment significantly mediated the relationship between Adverse Childhood Experience and dating violence subscale injury in young adulthood (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment not mediate dating violence subscale  psychological aggression, sexual coercion, physical assault and negotiation. The research conclusion proves that the more often Adverse Childhood Experience happened, the higher the anxious attachment, which leads to increased dating violence subscale injury in young adulthood. Future research are suggested to add additional instrument such as interviews.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Shafa Nabilla
"Intimate partner violence (IPV) merupakan fenomena yang kerap terjadi pada masa perkembangan emerging adulthood dan banyak ditemukan juga di DKI Jakarta. IPV memiliki banyak dampak buruk bagi korbannya, salah satunya mengalami depresi. Akan tetapi, dampak depresi tersebut dapat diminimalisir dengan makna hidup seseorang yang dapat menumbuhkan afek positif pada diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IPV dan depresi serta efek moderasi dari makna hidup terhadap hubungan IPV dan depresi. Penelitian ini melibatkan 148 partisipan perempuan dan 48 partisipan laki-laki dengan usia 18—25 tahun yang berdomisili DKI Jakarta (N = 196). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara IPV dan depresi. Akan tetapi, tidak ditemukan peran moderasi yang signifikan dari makna hidup pada hubungan antara IPV dan depresi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat umum terkait IPV, depresi, dan juga makna hidup.

Intimate partner violence (IPV) is a phenomenon that often occurs during the emerging adulthood developmental period. IPV is also a phenomenon that is commonly found in DKI Jakarta. IPV can lead to many life and health consequences, one of them being depression. However, the negative impact of depression can be minimalized with one’s meaning in life, which can foster positive affect on the individual. This study aims to determine the relationship between IPV and depression, as well as the moderating effect of meaning in life on the relationship between IPV and depression. This study involved 148 female and 48 male participants aged 18—25 years who are domiciled in DKI Jakarta (N = 196). The findings demonstrated a strong positive correlation between IPV and depression. Even so, meaning in life did not have a substantial moderation role between IPV and depression. This research is expected to add insight to the general public regarding IPV, depression, and also the meaning of life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Valencie
"Pengalaman buruk masa kecil menjadi suatu kejadian yang dampaknya besar bagi seseorang. Pengaruhnya dapat berlanjut hingga tahapan perkembangan selanjutnya dalam kehidupan. Kini, di Indonesia terdapat peningkatan kasus penganiayaan dan penelantaran anak. Pemahaman umum menekankan pengaruh negatif dari pengalaman buruk masa kecil. Namun, hal ini berbeda dengan yang ditemukan pada kasus kehidupan nyata, di mana individu yang mengalami pengalaman buruk masa kecil mengembangkan resiliensi dan perilaku prososial yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan perilaku prososial pada populasi dewasa muda di Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah 275 individu berusia 18-29 tahun yang berdomisili di Indonesia. Pengalaman buruk masa kecil diukur menggunakan alat ukur Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) dan perilaku prososial diukur menggunakan Prosocialness Scale for Adults (PSA). Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi pengalaman buruk masa kecil (M=39,51, SD=9,31), akan diikuti dengan penurunan frekuensi kecenderungan perilaku prososial (M=61,56, SD=9,56). Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia perlu menciptakan pengalaman yang baik di masa kecil, sehingga perilaku membantu di masa dewasa muda pun meningkat.

Adverse Childhood Experience (ACE) becomes an impactful event for someone. Its influence can continue into later stages of development in life. In Indonesia, there is an increase in cases of child abuse and neglect. Common understanding emphasizes the negative effects of ACE. However, this differs from what is found in real life cases, where individuals who experience ACE develop resilience and high prosocial behavior. This study aims to examine the relationship between ACE and prosocial behavior in emerging adults in Indonesia. The participants of this study were 275 individuals aged 18-29 who live in Indonesia. ACE were measured using the Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) and prosocial behavior was measured using the Prosocialness Scale for Adults (PSA). The results of the research analysis showed that the higher the frequency of negative childhood experiences (M=39.51, SD=9.31), the lower the frequency of prosocial behavior tendencies (M=61.56, SD=9.56). This demonstrates how Indonesians need to create good experiences in childhood, in order to help increase prosocial behavior in emerging adulthood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Pebruarini
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan kecenderungan malingering pada partisipan yang merupakan warga binaan di lembaga pemasyarakatan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat kecenderungan untuk melakukan malingering pada korban yang pernah mengalami kekerasan seksual di masa kecil, karena adanya keuntungan eksternal yang diharapkan. Malingering kerap kali muncul pada warga binaan. Warga binaan juga ditemukan seringkali mengalami pengalaman buruk masa kecil. Partisipan berjumlah 86 warga binaan yang diminta untuk mengisi kuesioner Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) milik WHO (2011) dan Structured Inventory of Malingered Symptomatology (SIMS) milik Smith dan Burger (1997), yang kemudian diolah dengan mengunakan Pearson Correlations. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman buruk masa kecil dan kecenderungan malingering pada warga binaan dewasa di Lembaga Pemasyarakan Salemba, Cipinang, dan Cibinong.

ABSTRACT
This study is conducted to determine the relationship between adverse childhood experiences and the tendency of malingering among prisoner participants. Previous research found that victims who have experienced childhood sexual abuse have a tendency for malingering, because of the external incentive expected. Malingering often arise on inmates. Inmates also found that often got adverse childhood experiences. 86 inmates were asked to fill Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) made by WHO (2011) and Structured Inventory of Malingered Symptomatology (SIMS) made by Smith and Burger (1997). The data were then processed by using Pearson Correlations. The results of the find that there is a significant relationship between adverse childhood experiences and the tendency of malingering among adult inmates at the Lembaga Pemasyarakan Salemba, Cipinang, and Cibinong."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>