Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167708 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vallencia
"Mayoritas UMKM termasuk underground economy sehingga penerimaan pajak belum optimal. Formalisasi pajak menjadi solusi sehingga pemerintah menghadirkan OSS yang mewajibkan formalisasi pajak dan menyediakan layanan perizinan usaha serta formalisasi pajak sekaligus. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan OSS ditinjau dari asas ease of administration, mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat, dan menganalisis strategi optimasi pemanfaatan OSS dalam mendukung formalisasi pajak UMKM. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi literatur dan studi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan formalisasi pajak melalui OSS ditinjau dari asas ease of administration telah memberikan kemudahan bagi UMKM meski terdapat beberapa kendala. Selanjutnya, faktor pendukung pelaksanaan OSS dalam mendorong kepatuhan formalisasi pajak UMKM meliputi ancaman sanksi dan deteksi, insentif pajak, kemudahan administrasi, dan NPWP sebagai persyaratan administratif. Hasil identifikasi faktor penghambat mencakup kurangnya informasi yang diterima oleh UMKM, ketidakpercayaan publik, permasalahan administrasi dalam OSS, serta pertimbangan ekonomi. Selain itu, pemerintah telah melakukan berbagai strategi optimasi pemanfaatan OSS dalam mendukung kepatuhan formalisasi pajak UMKM dengan cukup baik. Adapun, usulan strategi optimasi pemanfaatan OSS dalam mendukung kepatuhan formalisasi pajak UMKM berupa penyediaan fasilitas pelayanan pengembangan usaha yang eksklusif, pengenalan OSS melalui influencer, dan program relawan OSS.

The majority of MSMEs are part of the underground economy so that tax revenues are not optimal. Tax formalization is a solution so the government presents OSS which requires tax formalization and at the same time provides business licensing services and tax formalization. This study aims to analyze the application of OSS in terms of the principle of administrative convenience, identify supporting and inhibiting factors, and analyze strategies for optimizing the use of OSS in supporting the formalization of MSME taxation. This research uses a qualitative approach with literature studies and field studies. The results show that the implementation of tax formalization through OSS in terms of the principle of administrative convenience has provided convenience for MSMEs even though there are several obstacles. Furthermore, the supporting factors for the implementation of OSS in encouraging MSME tax formalization compliance include the threat of sanctions and detection, tax incentives, administrative convenience, and TIN as an administrative requirement. The results of the identification of inhibiting factors include the lack of information received by MSMEs, public distrust, administrative problems at OSS, and economic considerations. In addition, the government has carried out various strategies to optimize the use of OSS in supporting MSME tax formalization compliance quite well. Meanwhile, the proposed strategy for optimizing the use of OSS in supporting MSME tax formalization compliance is in the form of providing exclusive business development service facilities, introducing OSS through influencers, and the OSS volunteer program."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Fauziah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan Tax Planning bagi UMKM di Indonesia sesuai dengan kriteria tarif pajak penghasilan menurut Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2018, Undang-undang pajak penghasilan Pasal 17, dan fasilitas Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 31E. Pada saat ini UMKM memiliki proporsi sebesar 99,99% dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 56,54 juta unit. Namun demikian kontribusi penerimaan pajak penghasilan UMKM terhadap penerimaan pajak Indonesia masih rendah, hanya sebesar Rp 5,7 triliun, atau sama dengan 5% dari Produk Domestik Bruto. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teori Tax Planning Hoffman (1961) dan teori kepatuhan Slippery Slope Framework Kirchler (2007) dengan pendekatan studi kasus Mixed Method serta menggunakan primary data dan secondary data. Hasil penelitian menunjukan bahwa UMKM orang pribadi dengan penghasilan neto lebih dari 6% atau UMKM Badan dengan penghasilan neto lebih dari 4% lebih menguntungkan menggunakan tarif pajak sesuai PP 23 tahun 2018, sedangkan UMKM orang pribadi yang memiliki penghasilan neto kurang dari 6% lebih menguntungkan menggunakan tarif pajak sesuai UU PPh pasal 17, serta UMKM badan dengan penghasilan neto kurang dari 4% lebih menguntungkan menggunakan tarif pajak pasal 31E. Output yang dihasilkan dari penelitian ini berupa tax planning bagi UMKM di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang ada saat ini. Penelitian berikutnya diharapkan dapat berupa rancangan ketentuan tarif pajak penghasilan baru yang sesuai dengan asas perpajakan dan kondisi UMKM di Indonesia.

This study aims to propose tax planning for MSMEs in Indonesia according to income tax rates criteria on Government Regulation No. 23 of 2018, Article 17 of income tax law and Article 31E of income tax law. At the moment, MSMEs fulfill a proportion of 99.99% of a total business entity in Indonesia or as much as 56.54 million units. However, the contribution of MSMEs income tax revenue to Indonesia's tax revenues is meager, only at Rp. 5.7 trillion, or equal to 5% of Gross Domestic Product. The theory used in this study is the Hoffman Tax Planning Theory (1961) and the Slippery Slope Framework compliance theory of Kirchler (2007) with Mixed Method case study approach using primary and secondary data. The result showed that personal MSMEs with net income more than 6% or corporate MSMEs with net income more than 4% were more profitable use the income tax rate in accordance to PP 23 of 2018. Personal MSMEs with net income less than 6% were more profitable use tax rate in accordance to Income Tax Law article 17, as well as corporate MSMEs with net income less than 4% were more profitable use Article 31E rates. The output generated from this study is the form of tax planning for MSMEs in Indonesia. Subsequent research is expected to be a draft regulation on new income tax rates that are more in line with taxation principles and the condition of MSMEs in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Patridina
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa perubahan besar pada transaksi perdagangan, dengan adanya internet pada saat ini transaksi perdagangan dapat dilakukan secara online. Salah satu bentuk transaksi yang dilakukan secara online yaitu melalui online marketplace, saat ini banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang sudah mulai melakukan usaha perdagangan melalui online marketplace. Pemerintah melihat bahwa perdagangan melalui online marketplace yang dilakukan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki potensi penerimaan pajak yang besar. Namun, hingga saat ini belum ada peraturan yang secara khusus mengatur mengenai pemungutan pajak atas transaksi yang dilakukan melalui online marketplace, terkhususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce, menyebutkan bahwa pemungutan pajak pada transaksi melalui online marketplace sama dengan pemungutan pajak pada transaksi secara konvensional. Namun, pada Surat Edaran tersebut belum dijelaskan secara khusus bagaimanakah tahap-tahap pemungutan pajak bagi pelaku usaha yang melakukan transaksi melalui online marketplace apakah diperlukan data pembanding dalam bentuk data pendapatan pelaku usaha dari pihak ketiga (pihak penyedia jasa online marketplace) ataukah tidak. Penilitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif, serta pada penelitian ini menguraikan permasalahan pemungutan pajak melalui online marketplace dan melakukan analisa atas permasalahan tersebut. Mengacu pada permasalahan pada pemungutan pajak melalui online marketplace tersebut, maka sebaiknya pemerintah membuat suatu peraturan mengenai pemungutan pajak atas transaksi online marketplace di Indonesia agar penerimaan pajak pada transaksi yang dilakukan melalui online marketplace dapat lebih optimal.

The development of information and communication technology brings major changes to trade transactions. With the internet, at this time, trading transactions can be done online. One of the forms of transactions carried out online is through an online marketplace. Currently, many Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) have started trading businesses through the online marketplace. The government sees that trading through online marketplaces by Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) has the potential for large tax revenues. However, until now, no regulation specifically regulates the collection of taxes on transactions made through the online marketplace, especially for Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs). Based on the Circular Letter of the Director General of Taxes Number SE-62/PJ/2013 concerning Affirmation of Tax Provisions on E-Commerce Transactions, it is stated that tax collection on transactions through online marketplaces is the same as tax collection on conventional transactions. However, in the Circular Letter, it has not been specifically explained how the stages of tax collection for business actors who conduct transactions through the online marketplace, whether comparative data in the form income data is needed from a third party (the online marketplace service provider) or not. This research is juridical-normative, and this research describes the problem of tax collection through the online marketplace and analyzes these problems. Referring to those problems, the government should regulate tax collection on online marketplace transactions in Indonesia so tax revenue on transactions made through online marketplaces can be more optimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Kanprilla
" ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan menganalisis proses dan faktor penghambat implementasi pengampunan pajak pada sektor UMKM di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi lapangan dan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengampunan pajak bertujuan mengintegrasi sektor informal masuk ke sistem administrasi pajak tanpa dikenakan sanksi. Tidak semua asosiasi dilibatkan secara aktif dalam melaksanakan sosialisasi. Partisipasi periode I rendah dipengaruhi oleh kekeliruan persepsi, desain kebijakan memicu partisipasi di penghujung batas waktu, kesenjangan pemahaman petugas pajak, ketidakpahaman pelaku UMKM mengenai teknis pelaksanaan, dan kekeliruan strategi sosialisasi. DJP telah menerapkan strategi komunikasi, proyeksi target uang tebusan, dan inklusi sehingga partisipasi periode II meningkat. DJP sebaiknya berkoordinasi dengan pihak asosiasi sebelum melaksanakan sosialisasi, dan memverifikasi kebenaran, memetakan data, memperbaiki sistem perpajakan UMKM, salah satunya dengan merevisi PP Nomor 46 Tahun 2013.
ABSTRACT This thesis aims to analyze the processes and factors inhibiting the implementation of tax amnesty in the MSME sector in Indonesia. This study used a qualitative approach with field studies and documents. The results showed that the implementation of tax amnesty aimed to provide benefits, integrating the informal sector into the tax administration system entered no penalty. Not all associations are actively involved in the socialization. Low participation first period affected by errors of perception, participation in policy design triggers the end of the time limit, the tax officials 39 understanding gap, ignorance of MSMEs regarding the technical implementation, and oversight strategy socialization. DGT has implemented a communication strategy, the projected target of redemption, and inclusion so that the participation of the second period increases. DGT should coordinate with the association before the socialization, and verified the truth, map data, improve the taxation system of MSMEs, one of them by revising Regulation No. 46 Year 2013."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S63568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Gizelly Cynthia Uli
"Penelitian ini membahas mengenai formulasi kebijakan pengampunan pajak
pada UMKM di Indonesia termasuk analisis dasar pengenaan tarif uang tebusan tax
amnesty yang dikenakan. Analisis mencakup tahapan-tahapan formulasi kebijakan
yang diterapkan pada kebijakan pengampunan pajak agar formulasi tersebut dapat
menghasilan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan
data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi kebijakan tax amnesty pada UMKM memenuhi tahap-tahap formulasi
kebijakan menurut William N. Dunn yaitu pemahaman masalah, agenda setting, dan
policy problem formulation namun tahap policy design tidak terpenuhi karena
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak memiliki kajian khusus atas keterlibatan UMKM dalam mengikuti tax amnesty, usulan tersebut murni dari DPR. Hal ini disebabkan
karena UMKM bukanlah sasaran utama dalam kebijakan pengampunan pajak. Tarif
uang tebusan yang lebih rendah dibandingkan dengan wajib pajak lain diharapkan
mampu menarik UMKM dalam mengikuti kebijakan ini.

This research discusses about the analysis of tax amnesty policy formulation
on micro, small, and medium enterprises in Indonesia included analysis of its
redemption money rates. Analysis includes the stages of policy formulation is applied to tax amnesty policy so that such formulations may produce solution to resolve the existing problems.
This study uses a qualitative method and present in-depth interviews and
literature studies in data collection techniques. The result of this study indicates that the formulation of tax amnesty policy on micro small & medium enterprises fulfill the stages of policy formulation by William N. Dunn that consist of problem definition, agenda setting, policy problem formulation, but the last stage policy design does not being fulfilled for Directorate General of Taxation (DJP) has not special study about micro small & medium enterprises’s involvement in this policy then the thought is coming from People’s Representative Council (DPR). This is because micro small & medium enterprises are not the main target in the tax amnesty policy. The Lower redemption money rates compared to other taxpayers is expected to drives micro, small, medium enterprises of joining this program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutajulu, Rio Elfrado
"Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah tidak terlepas dari pengenaan pajak penghasilan. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 yang merelaksasi tarif pajak penghasilan (PPh) final bagi wajib pajak usaha kecil menengah (UKM), dari 1% menjadi 0,5% dan berlaku sejak 1 Juli 2018. Pelaku UKM yang bisa memanfaatkan PPh final dengan tarif khusus ini adalah yang memiliki omzet maksimal Rp 4,8 miliar setahun. Masalah yang akan dijadikan fokus penelitian antara lain Bagaimana Perbandingan Definisi UMKM yang dikenakan PPh Final dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 dengan Definisi UMKM dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2008, dan Apakah pengenaan pajak penghasilan final telah berdasarkan azas keadilan hukum dan perlindungan terhadap pelaku usaha UMKM setelah terbitnya PP Nomor 23 Tahun 2018. Metode Penelitian dilakukan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder.
Dari hasil penelitian ditemukan ditinjau dari segi keadilan dan perlindungan hukum terhadap UMKM dalam perpajakan (equity principle), pengenaan pada PPh Final tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan perlindungan  karena tidak mencerminkan kemampuan membayar (ability to pay). Pemajakan yang adil adalah bahwa semakin besar penghasilan maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar. Ini disebut dengan keadilan vertikal atau vertical equity. Penghasilan yang dimaksud disini adalah penghasilan neto. Berhubung PPh Final dihitung langsung dari peredaran bruto maka pemajakan tersebut tidak sesuai dengan konsep keadilan dalam pemajakan. Bahkan di dalam keadaan rugi pun, dengan pengenaan PPh Final seseorang atau badan usaha tetap harus membayar pajak.

Micro, Small and Medium Enterprises can’t be excluded from income tax imposition. The Government Regulation (PP) Number 23 year 2018 issued by the government which relaxed income tax rate for small and medium enterprises (SME) taxpayers from 1% to 0.5% was valid from 1 July 2018. SMEs that can utilize the special rate final income tax rate are ones that has a maximum turnover of 4.8 billion rupiah per year. The main focus on this research includes Definition Difference between MSMEs subjected to the Final income tax rate of Government Regulation Number 23 Year 2018 and MSMEs subjected to the constitutional law Number 20 year 2008, also whether the imposition of final income tax has been based on the principle of legal justice and protection of MSME business after Government Regulation Number 23 of 2018 was issued. The method of research is normative juridical using secondary data from primary and secondary legal materials.
Research results shows that in terms of justice and legal protection of the MSMEs related to taxation (equity principle), the imposition of Final income tax rate is not in accordance with the principles of justice and protection because it doesn’t reflect ability to pay. Fair taxation is that the greater the income, the greater the tax obligation. This is defined as vertical equity. The income referred is net income. Final income tax rate is calculated directly from gross circulation, which is why the taxation is not in accordance with the concept of justice in taxation. Even in a state of loss, with the imposition of Final Income Tax each person and business entity must pay taxes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidik Indrawan
"Penelitian ini membahas mengenai Analisis Pajak Penghasilan Final atas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Ditinjau dari Asas Keadilan dan Asas Kemudahan Administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana PPh Final atas UMKM, ditinjau dari asas keadilan, dan dari asas kemudahan administrasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa PPh Final atas UMKM ditinjau dari asas keadilan adalah tidak adil dan ditinjau dari asas kemudahan administrasi juga tidak mudah, oleh karena itu perlu adanya evaluasi perlu dilaksanakan lebih baik agar mencapai hasil yang maksimal.

This study discusses the top Final Income Tax Analysis of Micro Small and Medium Enterprises (UMKM) In terms of the principle of justice and the principle of Ease of Administration. This study aims to analyze how the final income over UMKM, in terms of the principles of justice, and of the principle of ease of administration. The method used in this research is descriptive quantitative approach.
The results showed that the final income above the SMEs in terms of the principle of fairness is not fair and in terms of the principle of administrative convenience is not easy, therefore the need for better evaluation needs to be carried out in order to achieve maximum results.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S53828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fahma Nurbaiti
"Tesis ini membahas mengenai evaluasi kebijakan pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Tinjauan atas PP No. 46 Tahun 2013. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah penetapan batasan peredaran bruto tertentu sebesar Rp 4.800.000.000,00 tidak berdasarkan kajian akademik baru, namun menggunakan kajian lama. Penetapan tarif sebesar 1% secara final dari peredaran bruto usaha, hanya berasal dari sudut pandang peredaran usaha yang dijalankan oleh wajib pajak, namun tidak melihat beban ataupun biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak. Implikasi perpajakan yang timbul bagi UMKM sehubungan dengan penetapan PP No. 46 Tahun 2013, di antaranya perbedaan penghitungan antara PP No. 46 Tahun 2013 dengan ketentuan sebelumnya pasal 31E. Pengenaan secara final jika dibandingkan dengan ketentuan perhitungan normal, maka dalam kondisi mengalami kerugian ataupun keuntungan wajib pajak badan tetap harus membayarkan pajak penghasilan yang terhutang yang berasal dari jumlah peredaran bruto dikalikan tarif sebesar 1%. Kedua, implikasi kewajiban pajak penghasilan untuk wajib pajak badan yakni, adanya penghitungan pajak penghasilan yang terkadang mengikuti PP No. 46 Tahun 2013 dan mengikuti Pasal 31E. Perubahan penghitungan pajak yang terhutang bagi wajib pajak badan tersebut, menyebabkan perhitungan yang tidak konsisten. Hal tersebut dapat mengakibatkan adanya potensi penghitungan kerugian yang hilang akibat digunakannya kedua penghitungan yang berbeda. Ketiga, penggunaan Surat Keterangan Bebas (SKB) sulit untuk dipenuhi. Wajib Pajak mengalami kesulitan dengan tata cara SKB secara administrasi. Selain itu, dari sisi cash flow, wajib pajak diharuskan untuk membayar terlebih dahulu pajak yang terhutang untuk mendapatkan SKB tersebut.

The focus of this study describes the evaluation of tax policy Micro, Small and Medium Enterprises ( SMEs ) Review of PP No. 46 of 2013. The approach used in this study is a qualitative approach. The results of this study are the determination of gross income specified limit of Rp 4,800,000,000.00 not based on a new academic study, but using the old study. Determination of rate of 1 % in the final of the gross turnover of business, only from the standpoint of the circulation of the business carried on by the taxpayer, but did not see the burden or expense incurred by the taxpayer. There are some implication for taxation arising for SMEs in connection with the establishment of PP No. 46 of 2013, including the calculation of the difference between PP No. 46 of 2013 and the preceding provisions of Article 31E. The final taxation when compared with the normal provisions of the calculation, in the state of loss or profit, corporate tax payers still have to pay income tax payable from the amount of the gross income multiplied by a rate of 1%. Second, the implications of income tax liability for corporate taxpayers is to calculate corporate income tax, that sometimes using PP No. 46 of 2013 regulation or Article 31E. That differences to calculate the corporate income tax, causing the inconsistency of the calculation. This is a potential loss due to the use of the two different calculation. Third, the use of Exemption Certificate is difficult to be applied. Taxpayers is having trouble with the administrative procedures of the Exemption Certificate. Moreover, in terms of cash flow, a taxpayer is required to pay the tax due in advance to get the Exemption Certificate."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrika Aditya
"In July 2013, Indonesia implemented the presumptive tax regime on micro, small and medium enterprises (MSMEs) by assigning Government Regulation No.46/2013. This regulation simplified the tax administration and provides tax cuts to MSMEs to help them grow and encourage voluntary tax compliance, which eventually will increase their contribution to state revenue. This thesis provides an analysis of the implementation of this new tax regime by comparing related literature on practices of this tax regime in many countries with the recent conditions in Indonesia after this regulation was applied. It seems that the new tax regime encourages voluntary tax compliance and stimulates the contribution of MSMEs to state revenue. However, some challenges, such as different definitions, lack of tax knowledge, impartiality to business losses, and the indication of tax avoidance must be overcome by the government by improving policies that favor MSMEs.

Sejak bulan Juli 2013, Indonesia menerapkan sistem pajak presumsi pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan menetapkan Peraturan Pemerintah No.46/2013. Ketentuan ini menyederhanakan administrasi pajak dan memberikan pemotongan pajak kepada UMKM untuk membantu mereka tumbuh dan mendorong kepatuhan pajak sukarela, yang pada akhirnya akan meningkatkan kontribusinya terhadap pendapatan negara. Tesis ini memberikan analisis implementasi sistem pajak baru ini dengan membandingkan literatur terkait praktik-praktik rezim pajak ini di banyak negara dengan kondisi terkini di Indonesia setelah peraturan ini diterapkan. Secara umum, rezim pajak yang baru berhasil mendorong kepatuhan pajak sukarela dan merangsang kontribusi UMKM terhadap pendapatan negara. Namun, beberapa tantangan, seperti definisi yang berbeda, kurangnya pengetahuan perpajakan ketidakberpihakan terhadap kerugian bisnis, dan indikasi penghindaran pajak, harus diatasi oleh pemerintah dengan merumuskan kebijakan yang dapat mendukung UMKM."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T55262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhidayati
"Penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara terpenting saat ini. Salah satu sumber penerimaan pajak terbesar adalah dari sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN)dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Buoyansi dan elastisitas pajak adalah ukuran umum yang digunakan untuk mengestimasi produktivitas penerimaan pajak. Konsep buoyansi digunakan untuk mengetahui tingkat responsivitas otomatis (built-in) penerimaan pajak terhadap basis pajaknya. Sedangkan konsep elastisitas berguna untuk mengetahui rsponsivitas penerimaan pajak, baik terhadap basis pajaknya maupun terhadap perubahan kebijakan. Untuk mengetahui apakah perubahan kebijakan tersebut secara signifikan mempengaruhi penerimaan pajak, harus dipisahkan antara elastisitas dan buoyansi. Salah satu cara untuk memisahkan elastisitas dengan buoyansi adalah metode Indeks Divisia. Reformasi perpajakan dimulai pada tahun 1983, termasuk di dalamnya reformasi PPN dan PPnBM. Sampai dengan tahun 2012, Undang-Undang PPN telah mengalami amandemen sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada tahun 1994, tahun 2000, dan tahun 2009. Dengan menggunakan Indeks Divisia selama tahun 1984 sampai dengan 2012, koefisien buoyansi sebesar 0,99 dan koefisien elastisitas sebesar 0,82. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerimaan PPN/PPnBM relatif uniter buoyant, akan tetapi kurang elastic terhadap basis pajaknya. Sedangkan dengan menggunakan basis PDB sektoral tahun 2005 sampai dengan 2012, penerimaan PPN juga inelastis terhadap perkembangan basis pajaknya dengan koefisien 0,632 dan relatif buoyant terhadap PDB keseluruhan dengan koefisien 1,076. Penerimaan pajak yang inelastis akan memaksa pemerintah untuk terus melakukan perubahan-perubahan kebijakan, baik dalam basis pajak maupun tarif pajaknya atau keduanya, agar mampu menyeimbangkan dengan peningkatan belanja publik. Akibatnya, perubahan-perubahan kebijakan pajak yang terus menerus akan berdampak buruk pula pada investasi jangka panjang karena ketidakpastian dalam kebijakan pajaknya. Apalagi menggunakan elastisitas titik menunjukkan bahwa sektor yang buoyancy fluktuatif ditunjukkan oleh sektor industri pengolahan dan pertambangan yang merupakan sektor-sektor kunci penerimaan PPN, dan sektor yang relatif stabil dan buoyant adalah sektor perdagangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengkaji kembali kebijakan-kebijakan PPN baik mengenai basis maupun struktur PPN, khususnya untuk sektor industri pengolahan dan pertambangan.

Tax revenue is the most important source of state revenue nowadays. One of the largest sources of tax revenue is Value Added Tax (VAT) and Sales Tax on Luxury Goods. Tax buoyancy and elasticity is a common measure used to estimate tax revenue productivity. Concept of elasticity is used to determine the level of responsiveness of automatic (builtin) of tax revenue to the tax base. While the concept of buoyancy is useful to know responsiveness of tax revenue, both to the tax base as well as to changes in policy. To determine whether the policy changes significantly affect tax revenues, it should be separated between elasticity and buoyancy. One way to separate the elasticity with buoyancy is Divisia index method. Tax reform initiated in 1983, including the reform of VAT and Sales Tax on Luxury Goods. Until 2012, the VAT Act has been amended as many as three (3) times, namely in 1994, 2000, and 2009. By using the Divisia index during 1984 to 2012, amounting to 0.99 and buoyancy coefficient of elasticity coefficient of 0.82. It shows that the PPN / PPnBM (VAT and Sales Tax on Luxury Goods) relatively unitary buoyant, but less elastic to the tax base. While using the basis of sectoral GDP from 2005 to 2012, VAT revenues also inelastic with respect to the development of the tax base with a coefficient of 0.632 and a buoyant relative to GDP overall with a coefficient of 1.076. Inelastic tax system forces governments to continuously make discretionary changes, either in the tax bases or in the tax rates or both, in order to be able to keep up with increasing public expenditures. Furthermore, a tax system that is subject to constant adjustments by policy-makers generates greater uncertainties and has adverse effects on long-term investments, as the private sector delays its investment decisions, due to uncertainties in the tax system. Moreover using the point elasticity indicates that manufacturing and mining sectors are fluctuating as the VAT key sector, and the trade sector is relatively stable and buoyant. Therefore, the government needs to review the policies of both the base and the VAT structure, in particular for the manufacturing and the mining sector.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T35610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>