Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135291 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mingke Manovia
"Usaha terencana untuk meningkatkan Penerimaan Negara sebagai salah satu upaya menanggulangi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yakni melalui peningkatan penerimaan dari sektor Pajak. Peningkatan penerimaan dari sektor pajak dapat dicapai melalui perluasan(tax base) secara ekstensifikasi yakni dapat ditempuh dengan memperluas obyek barang kena cukai antara lain Cukai Ban Mobil.
Rencana kebijakan pemungutan Cukai Ban Mobil telah menimbulkan perdebatan dan resistensi dari pelaku bisnis maupun pejabat fiskus dan masyarakat. Namun ada pula pihak-pihak yang mendukung rencana kebijakan cukai ban mobil tersebut. Oleh karena itu, agar dapat memberikan jawaban analisis akademis, penulis mencoba mengaplikasikan teori kebijakan Pemungutan Pajak khususnya atas Cukai yang bersifat selektip, dengan hasil sebagai berikut :
Model Regresi berganda sebagai model analisa pengaruh hubugan antara variasi perubahan variabel bebas (harga ban mobil, pendapatan perkapita dan indeks harga ban) terhadap variabel terikat yakni penjualan ban mobil. Besarnya perubahan dari setiap variabel bebas tergantung pada elasitasnya terhadap permintaan ban mobil.
Hasil perhitungan elasitas rata rata permintaan ban terhadap harga Pendapatan perkapita : Indeks harga ban adalah : -0,2510 : 0,8272 : 0,86 artinya apabila harga ban rata-rata naik 10% maka jumlah rata-rata permintaan ban akan naik sebesar 8,272%, bila indeks harga ban naik 1% maka permintaan ban akan naik 0,86% yang berarti dapat berdampak terhadap inflasi walaupun relatif kecil karena indeks harga ban hanya 4,47% dari komponen indeks harga transportasi.
Selain dukungan hasil analisis tersebut tinjauan dari segi industri ban yang mendukung prinsip-prinsip pemajakan antara lain : principle of equality and social justice, principle of economic, ability to pay, principle of flexibility, simplicity. Dengan kata lain dapat disimpulkan produk ban layak dipilih menjadi barang kena cukai dengan tarif cukai diusulkan sebesar 20% akan berdampak penurunan penjualan ban sebesar 5,02% dan menghasilkan Penerimaan Negara sebesar Rp. 707.338.055.000.
Usul dan saran penulis agar Penerimaan Negara dari hasil cukai ban dipergunakan sebagai earmarking misalnya menyediakan public service dalam bentuk pengadaan transportasi umum yang bersih-aman-murah sehingga tercapailah fungsi pajak sebagai reguleren yang mengatur kebijakan dalam hal melakukan redistribusi of income agar requirement for equality and social justice terpenuhi. Selain itu perlu diadakan perubahan/reformasi Undang-undang karena Undang-undang yang ada saat ini membatasi barang yang dikenakan cukai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumasto Subagjo
"Peranan penerimaan cukai dalam menyumbang penerimaan pajak tetap penting, yaitu bila pada Tahun Anggaran 1969/1970 penerimaan cukai merupakan 18,8% dari penerimaan pajak maka pada Tahun Anggaran 1997/1998 turun menjadi 8,2% dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 diharapkan naik menjadi 10,6%, atau terus meningkat dari Rp 32,5 milyar pada Tahun Anggaran 1969/1970 menjadi Rp 5.335,8 milyar pada Tahun Anggaran 1997/1998 dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan Rp 7.755,9 milyar. Dari jumlah tersebut ternyata penerimaan cukai hasil tembakau memegang peranan sangat penting yaitu pada Tahun Anggaran 1997/1998 Rp 5.138,6 milyar atau 96,3% penerimaan cukai adalah dari cukai hasil tembakau. Pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan 94% penerimaan cukai atau Rp 7.290,5 milyar dari cukai hasil tembakau. Dari jumlah ini 79,3% berasal dari cukai sigaret kretek buatan mesin (SKM).
Cukai atas hasil tembakau dipungut berdasarkan tarif cukai dan harga jual eceran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dua unsur ini dipakai sebagai dasar perencanaan dan penetapan target penerimaan cukai hasil tembakau. Untuk mencapai target penerimaan cukai hasil tembakau pada setiap tahun anggaran maka dua unsur tersebut dipakai sebagai dasar perhitungan, ditambah dengan unsur data produksi tahun sebelumnya. Dalam realisasinya ternyata produksi SKM selalu naik sehingga target penerimaan cukai tercapai meskipun ada kenaikan pembebanan (tarif dan/atau harga jual eceran) cukai.
Permasalahannya bagaimana menetapkan tarif dan harga jual eceran SKM dalam usaha meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai dengan tetap memelihara insentif bagi pengusaha untuk menaikkan produksi. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana proses kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran SKM dilakukan dan berapa sumbangan penerimaan cukai SKM kepada penerimaan negara.
Ternyata 90% penerimaan cukai hasil tembakau berasal dari SKM hasil produksi 4 pabrik besar yaitu PT. Gudang Garam, PT. Djarum, PT. Bentoel dan PT. H.M. Sampoerna. Berdasarkan hal tersebut sampel yang diambil dalam penelitian adalah secara purposive yaitu 4 pabrik ini ditambah dengan satu pabrik golongan kecil PT. Menara Kartika Buana serta 5 Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi 5 pabrik tersebut ditambah dengan Direktorat Cukai pada Kantor Pusat DJBC sebagai perumus kebijakan di bidang cukai. Dari hasil penelitian terbukti bahwa meskipun ada kenaikan beban cukai, produksi SKM selalu meningkat sehingga penerimaan cukai juga meningkat. Peningkatan produksi SKM secara keseluruhan terutama terjadi pada 3 dari 4 pabrik golongan besar tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka disarankan untuk memperluas tax base dengan cara memberi insentif kepada pabrik-pabrik hasil tembakau lainnya berupa beban cukai yang lebih ringan sehingga mereka dapat meningkatkan produksi dan menaikkan beban cukai pada SKM produksi. PT. Gudang Garam. Tujuannya agar setiap pabrik hasil tembakau penghasil SKM dapat meningkatkan produksi SKM dan kontribusinya dalam penerimaan cukai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Satrija Utara
"Usaha penegakan hukum (law enforcement) yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak diwujudkan dengan pemeriksaan. Pemeriksaan pajak merupakan kegiatan pelaksanaan penegakan hukum, agar peraturan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan baik. Tanpa pelaksanaan penegakan hukum akan menimbulkan ketidakadilan terhadap wajib pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar, hal ini sejalan dengan wewenang yang diberikan oleh undang-undang pada administrasi pajak. Secara teoritis pemeriksaan pajak merupakan suatu cara (mean) untuk menemukan perbedaan antara laporan komersial dan fiskal serta kesalahan penerapan aturan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Pemeriksaan pajak merupakan bagian dari administrasi perpajakan yang berfungsi untuk mengetahui sejauhmana kepatuhan wajib pajak baik formal maupun material. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan pemeriksaan Pajak pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang dan apakah pemeriksaan pajak tersebut memenuhi dua tujuan yaitu pencapaian target penerimaan dan penegakan hukum serta bagaimana menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan secara keseluruhan dalam rangka fungsi pemeriksaan dan penyidikan dimasa yang akan datang. Tujuan Penelitian ini yaitu menggambarkan dan menguraikan pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang. Menganalisis dan menjelaskan hasil pelaksanaan pemeriksaan pajak sebagai pelaksanaan dari tujuan penerimaan dan penegakan hukum. Menjelaskan dan menguraikan langkah-Iangkah dalam upaya meningkatkan pemeriksaan dan penyidikan pajak dimasa yang akan datang.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan serta wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif. Dari hasil analisis ditemukan hasil pemeriksaan yang dilaksanakan, hasil pemeriksaan RGTF merupakan pemeriksaan yang mempunyai hasil atau pajak yang harus dibayar paling besar jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan lainnnya. Hasil pemeriksaan RGTF sebesar 59% jika dibandingkan dengan total hasil pemeriksaan yang dilaksanakan di Karikpa Tangerang. Hasil pemeriksaan di Karikpa Tangerang pajak yang paling banyak temuannya adalah Pajak PPh Pasal 23/26 dan pajak yang terendah temuannya adalah PPh Pasal 21/26.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah apabila dilihat pos-pos yang diperiksa, maka mengandung unsur budgetair merupakan aspek yang paling besar prosentasenya yaitu 61.77% dalam hasil koreksi yang dilakukan terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang. Hasil temuan tersebut dilanjutkan dengan penagihan terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan. Upaya tersebut merupakan salah satu penekanan aspek penegakan hukum (law enforcement). Saran dalam penelitian ini adalah aspek penegakan hukum (law enforcement) yang merupakan aspek dasar dalam pemeriksaan seharusnya menjadi tujuan utama pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan pajak yang menitik beratkan pada aspek budgetair dikhawatirkan akan merusak tujuan dari pemeriksaan itu sendiri yaitu untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Raharja
"Kebijakan pemerintah dalam mengenakan PPn BM untuk kendaraan bermotor mendapatkan keluhan dari para pengusaha karena hal tersebut menghambat industri otomotif untuk dapat berkembang lebih pesat. Hal ini dapat pula menghambat perkembangan industri-industri yang terkait dengan industri otomotif. Lebih jauh lagi hal ini dapat juga menghambat perkembangan ekonomi secara keseluruhan.
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisai kondisi pasar mobil di Indonesia serta untuk menganalisa pengenaan PPn BM mobil di Indonesia dalam pengaruhnya terhadap kesejahteraan konsumen, produsen, dan penerimaan pemerintah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data penjualan mobil, produksi mobil serta harga yang berasal dari Gaikindo serta ditambah dengan data kondisi makro ekonomi yang berasal dari BPS, BI, Pertamina, Departemen Keuangan serta data lainnya yang berhubungan. Data dijadikan dasar untuk membuat fungsi permintaan dan fungsi penawaran mobil di Indonesia. Dengan menggunakan bantuan software Eviews untuk mengestimasi fungsi-fungsi permintaan dan penawaran secara singgle equation.
Selanjutnya dari fungsi-fungsi yang didapat digunakan sebagai data untuk menggambarkan kondisi pasar mobil serta dijadikan dasara perhitungan kesejahteraan produsen, kesejahteraan konsumen serta penerimaan pemerintah. Dibuat pula skenario perubahan-perubahan harga yang disebabkan perubahan tarif PPn BM dengan menggunakan elastisitas yang didapat. Penelitian ini menganalisa permintaan dan penawaran mobil di Indonesia dengan skenario jika tidak dikenakan PPn BM serta jika dinaikkan sebesar 1%, 5%, 10% dan 15% dari tarif yang berlaku sekarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sisi kesejahteraan ekonomi untuk beberapa jenis mobil, pengenaan PPn BM ini tidak tepat sasaran serta tidak sesuai dengan syarat ekonomis dari suatu pengenaan pajak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa jenis mobil yang layak dinaikkan tarif PPn BM nya dan ada pula yang tidak layak untuk dinaikkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Purnomo Djati
"Penerimaan pajak sampai saat ini telah dan akan terus menjadi sumber utama penerimaan negara dalam APBN, seiring dengan berkurangnya porsi pinjaman dari luar negeri dan tidak abadinya penerimaan migas sebagai konsekuensi tidak dapatnya sumber daya alam tersebut diperbaharui. Penerimaan pajak dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, harga minyak internasional, dan tingkat suku bunga serta dipengaruhi pula oleh faktor internal yaitu dasar pengenaan pajak (fax base) dan tarif pajak Dengan makin meningkatnya ketergantungan terhadap penerimaan pajak tersebut, mengharuskan pembuat kebijakan membuat strategi-strategi pengamanan target penerimaan pajak tanpa mengganggu sektor usaha dengan memberikan beban tambahan seperti obyek pajak baru atau kenaikan tarif pajak. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka fokus untuk meningkatkan penerimaan pajak sebaiknya adalah dengan mengelola peningkatan basis pajak (fax base) melalui penjaringan WP yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan dan mendorong WP yang telah terdaftar dan baru terdaftar untuk menjadi WP patuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh pertambahan jumlah WP PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21, dan PPN serta kepatuhan WP, yang ditunjukkan dengan jumlah SPT Tahunan/Masa PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21, dan PPN yang dilaporkan, terhadap penerimaan pajak. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori terutama mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak dan kontribusi praktis kepada pembuat kebijakan yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Tahun data adalah 2003 dan meliputi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) seluruh Indonesia yang seluruhnya berjumlah 175 KPP. Data tersebut diperoleh dari Direktorat Informasi Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan, melalui Intranet DJP dan data Sistem Informasi Perpajakan (SIP). Data penelitian diolah dengan menggunakan regresi linier berganda dan dibagi menjadi 6 model.
Penelitian ini berhasil memperoleh beberapa temuan yaitu pertambahan jumlah WP yang berpengaruh secara signifikan meningkatkan penerimaan pajak adalah tambahan jumlah WP PPh Badan, PPh Pasal 21, dan PPN. Jumlah SPT yang dilaporkan sebagai indikator kepatuhan WP, yang berpengaruh secara signifikan meningkatkan penerimaan pajak adalah SPT PPh Pasal 21 dan SPT PPN, sedangkan SPT PPh Badan berpengaruh secara signifikan menurunkan penerimaan pajak. Jenis pajak PPh Orang Pribadi baik untuk variabel tambahan jumlah WP maupun jumlah SPT yang dilaporkan, tidak ada yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak. Khusus untuk tambahan jumlah WP PPh Pasal 21 dan PPN dalam salah satu model, dapat berpengaruh secara signifikan menurunkan penerimaan pajak karena pada awal mula WP tersebut terdaftar, SPT-nya menunjukkan kondisi lebih bayar dan berakibat restitusi/pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Demikian pula unit SPT PPh Badan yang dilaporkan, menunjukkan pengaruh signifikan menurunkan penerimaan pajak karena cukup besamya nilai SPT Iebih bayar yang dilaporkan WP. Temuan lain yang diperoleh adalah, kebijakan pertambahan jumlah WP dan meningkatkan kepatuhan WP menjadi sangat penting dan menjadi pioritas untuk kawasan luar Jawa dibandingkan dengan kawasan Jawa. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan pertambahan jumlah dan kepatuhan WP memberikan pengaruh signifikan untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian ini akan menjadi lebih baik apabila tersedia data yang lebih lengkap untuk beberapa bulan atau beberapa tahun, sehingga akan dapat dilakukan analisa regresi linier berganda dengan data time series atau kombinasi dari data time series dan cross section. Dengan demikian, maka kesimpulan yang diambil dapat menunjukkan konsistensi dari pengaruh variabel bebas yang ada terhadap penerimaan pajak dari waktu ke waktu.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
YFR. Hermiyan
"Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh valuation ruling schagai suatu kebijakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), apakah dapat memberikan rasa kepastian, khususnya dalam hal valuation atau nilai pabean bagi para pengguna jasa (importir), sebagaimana prinsip perpajakan yang baik.
Valuation adalah (1) menentukan nilai atau harga dan (2) kewenangan Pabean untuk menentukan jumlah pungutan impor yang harus dibayar olch importir di Negara pengimpor. Ruling diartikan sebagai interpretasi dari hukum pajak dalam merespon permintaan wajib pajak atau perwakilannya. Garis besar interpretasi dari ketentuan perpajakan mempengaruhi sebagian transaksi yang dilakukan yang diberitahukan olch atau untuk wajib pajak. Transaksi tersebul mungkin sudah pernah dilakukan atau mungkin yang akan terjadi. Dari uraian diatas, valuation dan ruling dapat diambil unsur-unsurnya, yaitu: (1)keputusan atau penetapan oleh fiskus (bea dan Cukai);(2)sebagai respon atau tanggapan;(3)diminta oleh importir;(4)digunakan untuk transaksi yang sudah terjadi atau mungkin akan terjadi dan (5)keputusan tersebut mengikat pada pihak pengguna jasa maupun pihak fiskus.
Certainty atau kepastian menurut Adam Smith adalah bahwa pajak itu tidak ditentukan secara sewenang-wenang, sebaliknya pajak itu harus dari semula jelas bagi scmua wajib pajak dan seluruh masyarakat, misalnya tentang : (1) berupa jurnlah yang hares dibayar; (2) kapan harus dibayar; (3) dan bagaimana Cara membayamya.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang mendapat fasilitas valuation ruling dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang berjumlah 7 perusahaan. Oleh karena jumlah populasi yang kecil tersebut, maka sampel penelitian diambil dengan metode sampel jenuh, yaitu sampel diambil dari seluruh populasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey deskriptif analitik. Scmentara itu instrumen pengumpulan data disusun dalam angket yang menggunakan skala model Likert. Analisis data dilakukan pada taraf signifikansi 95% dan hasiinya adalah Pemberian valuation ruling, mempunyai pengaruh yang pasitif terhadap prinsip kepastian di bidang perpajakan. Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi untuk hubungan kedua variabel ini adalah sebesar 0,894. Lebih ianjut kocfisien determinasinya adalah sebesar 0,799. Hal tersebut mempunyai makna bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi prinsip kepastian dalam perpajakan, valuation ruling memberikan andil sebesar 79,90% sebagaimana dapat dijelaskan melalui persamaan regresi Y = -0,510 + 0,948 X. Berdasarkan hasil pengujian signifikansi ternyata bahwa korelasi X dengan Y reiati f sangat signifikan, hal tersebut dapat dilihat dan thitung 4,454 yang lebih besar dari t tabel 3,71, sehingga Ho ditolak. Hal tersebut berarti bahwa variabel pemberian valuation ruling secara signifikan mempengaruhi prinsip kepastian dalam perpajakan.
Saran yang dapat diberikan antara lain : (1) DJBC dapat meningkatkan sosialisasi fasilitas ini terhadap pengguna jasanya, hat tersebut karena valuation ruling memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap prinsip kepastian dalam perpajakan; (2) DJBC dapat memberikan kemudahan di dalam syarat dan perosedur untuk pengurusan fasilitas ini, agar fasilitas valuation ruling bisa dimanfaatkan secara lebih luas oleh para pengguna jasa sebagaimana fasilitas lain yang diberikan oleh DJBC; (3) Masa berlakunya valuation ruling disarankan untuk lebih dapat disesuaikan dengan karakteristik barang yang mendapat fasilitas tersebut. selain untuk efisiensi juga untuk memberikan keadilan baik untuk hak negara maupun bagi pengguna jasa atau importir yang bersangkutan; (4)DJBC disamping dapat lebih memberikan kemudahan disarankan untuk Iebih selektif dalam memberikan valuation ruling, karena selain dapat memberikan kemudahan valuation ruling juga mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk disalahgunakan, baik oleh pengguna jasa atau importir maupun oleh aparat di dalam lingkungan DJBC sendiri.

The aim of the research is to identify the influence of valuation ruling as a policy of Directorate General of Custom and Excise. The question is that valuation ruling can give certainty, especially in valuation or customary for importer as a good tax principle.
Valuation according to Rosenberg (1994:300) is 1) identifying value or price and 2) authority of custom office to fix the import charge paid by importer in their own country. Kelley and Oldman (1973: 593) said that ruling is an interpretation from tax law to respond taxpayer's request or their representative. General interpretation from tax regulation influences most of the transaction informed to or by taxpayer. That transaction might have been paid or will be paid. From the explanation, valuation and ruling can be identified its elements, which are 1) decision by fiscus (custom and tax office); 2) as a respond; 3) requested by importer; 4) used to previous or further transaction; and 5) the decision is applied to customer and also fiscus.
Certainty according to Adam Smith is that tax is not determined unwisely. In contrary, tax must clear from the beginning for taxpayer and public, such as 1) amount of money that must be paid; 2) when it must be paid; and 3) how to pay it.
Population of the research is all of company that have valuation ruling facility from the directorate which are seven companies. Because of the small number of population, thus the sample is taken from all of the population.
The method of research is descriptive analytic survey. Meanwhile the instrument for data collection is questionnaire using scale of Likert. Data analysis is applied in significance rate of 95% and the result is the offering of valuation ruling has positive relation on certainty principle in taxation. The result shows that correlation coefficient of both variables is 0.894 and determination coefficient is 0.799. It means that from factors that influence certainty principle in taxation, valuation ruling has a contribution of 79.9% as explains in the regression equation Y=0.510 + 0.948X. Based on significance test, correlation between X and Y is relatively very significant. It can be seen from tcounted 4.454 which is bigger than ttab1e 3.71, so that Ha is denied. It means that the offer or valuation ruling significantly influences the principle of certainty in taxation.
Recommendation that can suggest here are 1) the Directorate can advance socialization on this facility toward its customer; 2) the Directorate can give an easy facility in the condition and procedure to the customer similar with other facility; 3) the Directorate is also suggested to be more selective in offering valuation ruling because it has a risk to be tricked; 4) the duration of valuation ruling is suggested to be more suitable with the characteristic of goods which have the facility. It is efficient and also equal for customer and the state.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Yulius Amos Taruli Ferdinand
"Skripsi ini membahas tinjauan prinsip netralitas atas penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF. Pola kebijakan yang selama ini diterapkan oleh pemerintah adalah untuk menciptakan rasa adil di kalangan pengusaha dengan cara membedakan skala cukai berdasarkan tingkat produksi dan jenis hasil tembakau. Pola kebijakan ini ternyata memberikan insentif bagi pengusaha kecil untuk menghindari cukai baik secara legal ataupun ilegal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif, berdasarkan manfaat adalah penelitian murni, berdasarkan teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif dokumen, pengamatan, dan wawancara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan kebijakan ini adalah untuk menekan peredaran rokok ilegal, membina industri kecil, dan kebijakan yang mengarah pada fungsi regulerend. Ditinjau dari prinsip netralita, kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF tidak netral, karena mempengaruhi keinginan seseorang untuk berproduksi dan pilihan seseorang untuk mengkonsumsi.
Hasil penelitian ini menyarankan penetap kebijakan agar meninjau kembali PMK No.134/PMK.04/2007, karena apabila sifat distortifnya memang menjadi suatu tujuan dalam rangka membatasi konsumsi, maka tarif cukai tertinggi seharusnya dikenakan pada produk SKM, SPM, dan SKT sebagai penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor cukai.

This minithesis analyzes neutrality principle toward excise rate and local tobaco retail price type SKTF. The policy applied by the government is one that is to emerge fairness amongst entreprenuer by distinguishing excise rate base on the the production and the type of tobacco itself.
This research uses quantitative descriptive interpretative, as benefit is pure in: documents, observations, and intervews. This research result comes to a conclusion that basic considerations of its emplementation are to press illegal cigarettes more distributed, to develope small industries, and to aim the policy to regulerend function. Viewed from its neutrality principle, this policy affect the desire produce, to consume, and to encourage the others work.
This result suggest policy maker consider PMK No.134/PMK.04/2007, if it distortive objective is to bound the consumption of tobacco, then the highest excise rate shuld be put upon SKM, SPM, and SKT for giving this country most income from excise sector.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Rosano Arrachman
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tarif Value Added Tax (VAT) dan penerimaan antar negara di dunia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan model efek tetap menggunakan sampel unbalanced data panel 128 negara periode 1970-2016. Hasilnya, penelitian ini mengkonfirmasi teori kurva Laffer bahwa bahwa tarif VAT memiliki hubungan U-Shaped terbalik terhadap penerimaan. Dengan mengeksplorasi lebih lanjut dampak informality terhadap tarif maksimal VAT, maka ditemukan bahwa besarnya informality akan mengurangi fleksibilitas pemerintah untuk meningkatkan tarif VAT.

ABSTRACT
This research aim to look at the relationship between Value Added Tax (VAT) rate and revenue among countries in the world. Research methods used in this research is the Ordinary Least Square (OLS) with a fixed effect model using a sample of unbalanced panel data 128 countires of period 1970-2016. The result of this study shows that VAT rate has a reversed U-shaped relationship to VAT revenues, confirming the Laffer Curve theory. Exploring further on the effect of informality to maximum VAT rate, we found that higher informality will reduce government flexibility in its effort to increase VAT rate."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rhesa Saputra
"Salah satu bentuk globalisasi adalah globalisasi ekonomi yang menyebabkan arus perdagangan barang antar negara semakin sering terjadi. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki perairan yang sangat luas, kegiatan pelayaran memegang peranan yang sangat penting dalam proses distribusi barang antar negara. Jalur laut adalah jalur utama dalam kegiatan eskpor impor. Di Indonesia sendiri lebih dari 90% muatan pada jalur internasional tersebut diangkut oleh perusahaan pelayaran asing. Penghasilan yang didapatkan perusahaan pelayaran asing dari Indonesia merupakan potensi Pajak Penghasilan yang sangat besar. Penelitian ini bertujuan uintuk menggambarkan kriteria pembentukan Bentuk Usaha Tetap perusahaan pelayaran asing. Tujuan kedua adalah menggambarkan mekanisme pemajakan untuk transaksi sewa kapal asing tersebut dan untuk menggambarkan penyebab timbulnya tax gap PPh 15 dari perusahaan pelayaran asing tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kuantitaif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria utama timbulnya BUT adalah karena adanya agen tidak bebas. Sementara PPh yang umumnya dikenakan untuk transaksi sewa kapal ini adalah PPh Pasal 15, Pasal 23, dan Pasal 26. Masalah utama yang menyebabkan timbulnya tax gapdalah kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh KPP Badora karena kesulitan mendapatkan data WP.

Economic globalization resulted in the increasing of free trade across nation. The riches of natural resources and large sea territory give an advantage for Indonesia in terms of shipping industry. More than 90% of Indonesia's export import containers are dominated by foreign shipping enterprises. The income generated from such activity is a huge potential of income tax. The purpose of this research are, first to describe the criteria for a Permanent Establishment to be established in Indonesia. Second, this research describes the taxing mechanism of the income, and third to describe the causes of tax gap of Income Tax Article 15 from foreign shipping enterprises. The result shows that (1) the main criteria for a PE to be established in Indonesia is the existence of a dependent agent. (2) The income tax applied for a ship charter from foreign shipping enterprises are among income tax article 15, article 23, or article 26. (3)The major problem that caused the tax gap is the lack of control from KPP Badora due to difficulties in accessing tax payer data."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Harmawanto
"Penelitian ini tentang pengaruh penetapan tarif cukai bir terhadap industri bir di Indonesia. Tujuan penelitian untuk mengetahui serta menganalisis pengaruh kebijakan pernerintah dalam penetapan tarif cukai bir terhadap konsumsi bir dan kinerja perusahaan pada industri bir di Indonesia. Ruang Iingkup penelitian mencakup konsumsi bir dan kinerja perusahaan pada industri bir di Indonesia dari April 1996 sampai Desember 2004.
Analisis penelitian menggunakan pendekatan elastisitas permintaan bir dengan memfokuskan pengukuran kinerja perusahaan pada industri di industri bir di Indonesia untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari penetapan tarif cukai. Dalam penelitian ini kinerja dihitung dari rasio price-cost margin (PCM) yang dihasilkan oleh pasar industri bir serta dari pendekatan Return on Asstes (ROA). Rasio PCM atau dikenal dengan indeks Lerner menunjukkan kemampuan industri mengeksploitasi pasar untuk memaksimalkan Iaba. Dalam pasar bir yang bersifat oligopoli, maka PCM berhubungan antara nilai rasio Indeks Hertindahl-Hirschmann (HHI) dengan nilai elastisitas permintaan bir. HHI berasal dari jumlah kuadrat pangsa pasar PT. Multi Bintang Indonesia, PT. Delta Djakarta dan PT. Bali Hai Brewery.
Menggunakan data triwulanan tahun 1996-2004, penulis mengestimasi permintaan bir dirnana variabel terikat konsumsi dipengaruhi oleh variabel bebas harga bir, tarif cukai bir, pendapatan per kapita, jumlah penduduk usia diatas 20 tahun dan dummy krisis.
Dari hasil estimasi, elastisitas permintaan bir -0,48 (inelastis). Variabel harga bir dan variabel tarif cukai bir berpengaruh negatif terhadap tingkat konsumsi bir. Sedangkan variabel pendapatan per kapita, jumlah penduduk usia diatas 20 tahun dan dummy krisis tidak signifikan terhadap tingkat konsumsi bir di Indonesia.
Permintaan yang bersifat inelastis menyebabkan beban pajak atau cukai sebagian besar ditanggung oleh konsumen. Tarif cukai semakin dinaikkan, maka beban pajak yang ditanggung oleh konsumen semakin besar. Indeks Hertindahl-Hirschmann (HHI) industri bir adalah 5.-474, berarti pasar industri sangat terkonsentrasi. Dengan permintaan bir yang inelastis, maka tingkat price cost margin semakin besar. ROA perusahaan bir semakin menurun, sedangkan cukai atas bir yang diterima pemerintah semakin besar.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan rekomendasi : (1) Optimalisasi penerimaan negara melalui cukai bir ; (2) Kebijakan yang Iebih bersifat membatasi konsumsi bir. Penulis menyarankan pada penelitian berikutnya dapat menggunakan data dengan rentang waktu Iebih panjang (tahunan) untuk periode Iebih lama serta Iingkup penelitian difokuskan terhadap konsumsi bir di kota besar di Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>