Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121698 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harry Chrismanaria
"Tingkal kompetisi dalam industri selular kian hari kian meningkat. Pertumbuhan industri selular yang sedemikian tinggi dipacu antara lain oleh tingkat mobilitas masyarakat, harga ponsel yang semakin terjangkau, dan tarif kartu perdana dari operator selular yang murah. Saat ini, operator berlomba mempertahankan dan menambah pelanggannya dengan promosi yang memicu permasalahan baru yaitu menurunnya margin. Alternalif solusinya adalah dengan membangun ekuitas merek.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh program pemasaran yaitu price deals. intensitas iklan dan intensitas distriibusi terhadap ekuites merek dan dimensi-dimensinya dengan menggunakan analisis regresi. Penelitian membuktikan pula bahwa program pemasaran memberikan pengaruh positif terhadap dimensi-dimensi ekuitas merek yang selanjutnya memberikan efek positif terhadap ekuitas merek. Elemen price deals yang diduga berpengaruh negatif terhadap persepsi kualitas dan brand awareness tcmyata justru berpengaruh positif. Intensitas iklan berpengaruh paling dominan diikuti intensitas dislribusi dan price deals. Oleh sebab itu disarankan kepada operator selular untuk berhati-hati dalam memberikan price deals, terutama dengan adanya potensi turunnya tingkal revenue dan profit perusahaan. Proporsi iklan untuk mengkomunikaslkan keunggulan kompetitif, positioning dan image merek perlu ditingkatkan. Hubungan baik dan kerjasama dengan berbagai mitra saluran distribusi seperti outlet ritel operaror dan bank, perlu terus dipelihara dan ditingkatkan.

Day by day competition level of cellular industry is growing. This growth was accelerated by the mobility of the people, low handset price. and low subscription fee. Nowadays operators are competing in maintain and adding customers by using promotions which gives operators a new problem that is the decrease of profit margin. An alternative solution to this situation is brand equity.
This research objectives was to analyze the effects of marketing activities (consist of : price deals, advertising intensity dan distribution intensity) upon brand equity and its dimensionality by using regression analysis. The research proves that marketing activities correlates positively to dimensionality of brand equity and brand equity itself as well. Although price deals was Hypothezed to correlate negatively to perceived quality and brand awareness, it turns out that the research proves it correlates positively. Advertising intensity has the biggest effects to brand equity, followed by distribution intensity and price deals. Operator should implement price deals carefully, especially by the possibility of revenue and profit decrease. Proportion of advertising to communicate competitive advantage, positioning, and brand image must be elevated. Good relationships and cooperations with channel partners such as banking and outlets must be kept and increased all the time.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Chrismanaria
"Tingkat kompetisi dalam industri selular kian hari kian meningkat. Pertumbuhan industri sclular yang sedemikian tinggi dipacu antara lain oleh tingkat mobilitas masyarakat, harga ponsel yang scmakin terjangkau, dan tarif kartu perdana dari operator sclular yang mural'. Saat ini, operator berlomba mempertahankan dan menambah pelanggannya dengan promosi yang memicu permasalahan baru yaitu menurunnya margin. Alternatif solusinya adalah dengan membangun ekuitas merek.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh program pemasaran yaitu price deals, intensitas iklan dan intensitas distribusi terhadap ekuitas merek dan dimensidimensinya. dengan menggunakan analisis regresi.
Penelitian membuktikan pula bahwa program pemasaran memberikan pengaruh positif terhadap dimensi-dimensi ekuitas merek yang selanjutnya memberikan efek positif terhadap ekuitas merek. Elemen price deals yang diduga berpengaruh negatif terhadap persepsi kualitas dan brand awareness ternyata justru berpengaruh positif. Intensitas iklan berpengaruh paling dominan diikuti intensitas distribusi dan price deals.
Oleh sebab itu disarankan kepada operator selular untuk berhati-hati dalam memberikan price deals, terutama dengan adanya potensi turunnya tingkat revenue dan profit perusahaan. Proporsi iklan untuk mengkomunikasikan keunggulan kompetitif, positioning dan image merek perlu ditingkatkan. Hubungan baik dan kerjasama dengan berbaggai mitra saluran distribusi seperti outlet ritel operator dan bank, perlu terus dipelihara dan ditingkatkan.

Day by day competition level of cellular industry is growing. This growth was accelerated by the mobility of the people, low handset price and low subscription fee. Nowadays operators are competing in maintain and adding customers by using promotions which gives operators a new problem that is the decrease of profit margin. An alternative solution to this situation is brand equity.
This research objectives was to analyze the effects of marketing activities (consist of: price deals, advertising intensity and distribution intensity) upon brand equity and its dimensionality by using regression analysis.
The research proves that marketing activities correlates positively to dimensionality of brand equity and brand equity itself as well. Although price deals were hypotheses to correlate negatively to perceived quality and brand awareness, it turns out that the research proves it correlates positively. Advertising intensity has the biggest effects to brand equity, followed by distribution intensity and price deals.
Operator should implement price deals carefully, especially by the possibility of revenue and profit decrease. Proportion of advertising to communicate competitive advantage, positioning, and brand image must be elevated. Good relationships and cooperation with channel partners such as banking and outlets must be kept and increased all the time.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Anggia
"Tight competition on the motorcycle industry has shown by the distribution of numerous motorcycle brands in Indonesia. The variety of brand names in nowadays market puzzles the customers. In order to survive and get the biggest share, motorcycle producers have to develop new products that are unique and differ from their competitors. Honda motorcycle has been leading the market Indonesia for more than 30 years. However, PT Astra Honda Motor, as the sole agent and distributor of Honda motorcycle, should take heed since its main competitor Yamaha has grown in the market significantly. The objective of this research, which focuses on customer-based of brand equity, is to illustrate the strength of Honda?s brand equity comparing with other competitors specifically Yamaha and Suzuki. Brand equity is said to be high if the customers recognize the brand and they have strong associations, advantageous, and recognize the uniqueness or superiority of the brand. Customer-based brand awareness roots on brand awareness and brand image. This research is using quantitative descriptive approaches. There are two types of research designs that have been conducted, i.e. exploratory research and conclusive research. Exploratory research has main intention to acknowledge, discover and understand the idea and problems, particularly to picture how customers associate the big three motorcycle brands with a number of associations, product related or non-product related. Conclusive research is used to help writer for choosing, evaluating and selecting the best steps to manage problems. Literature studies used for analysis research output concentrate on customer-based brand equity illustrated by Keller, with the basis of brand awareness and brand image in place of brand associations, both productrelated and non-product related. Research on top mind awareness describes that Honda?s cub type motorcycle has been the brand with the top of mind awareness. In the research of brand associations, Honda has the strongest product association, i.e. fuel saver, strong and durable engine, tough in any road conditions, advance and innovative technology, comparative price and quality, high resale value, spare parts are available in many outlet, affordable service or maintenance cost, broad service networks, sympathetic and helpful customer service, and high availability of leasing. Besides, from the perspective of non-product association, Honda has strongly associated with well-known brand mark, film or opera soap actors and actresses are fit to be the advertising model, familiar, pleasant, humble, charismatic and extrovert. Honda has positive associations on its customers. Though, Yamaha has achieved much more non-product associations. Therefore, PT Astra Honda Motor has to be more innovative on its product and technology, strong engine but still efficient, to generate Honda?s competitive advantage, more aggressive on promotion activities, both in media activities and marketing events, maintain good relationship with Honda motorcycle clubs and bloggers which have important roles in spreading information and positive image of Honda. Honda should also be more intelligent in selecting its endorser. The endorser should be well known among the wide society and has good influence towards products.

Tingginya persaingan dalam industri sepeda motor saat ini ditandai dengan bermunculannya berbagai merek sepeda motor di Indonesia. Banyaknya merek yang ada di pasar saat ini tentu saja dapat membingungkan konsumen. Oleh karena itu, untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan merek, para produsen sepeda motor harus membangun merek yang unik dan berbeda dari merek lainnya. Meskipun merek Honda adalah merek yang selama puluhan tahun telah mendominasi pasar sepeda motor di Indonesia, namun PT Astra Honda Motor selaku pemilik merek Honda harus berhati-hati karena merek Yamaha sebagai pesaing utama Honda terus mengalami peningkatan pangsa pasar yang cukup signifikan. Tujuan dilakukannya penelitian terhadap ekuitas merek berbasis konsumen pada sepeda motor merek Honda terhadap Yamaha dan Suzuki ini adalah untuk melihat kekuatan ekuitas merek Honda tersebut. Ekuitas merek dikatakan tinggi apabila konsumen menyadari keberadaan merek dan konsumen memiliki asosiasi yang kuat, menguntungkan, dan menyadari keunikan atau keunggulan merek tersebut. Ekuitas merek berbasis konsumen bersumber pada brand awareness dan brand image. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Ada dua jenis desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu (i) Desain riset exploratory research, yang bertujuan untuk mengetahui, menggali, memahami ide dan masalah, terutama untuk mengetahui bagaimana konsumen mengasosiasikan ketiga merek sepeda motor yang menjadi objek penelitian, dengan berbagai asosiasi, baik produk (product-related association) maupun non produk (non product-related associations); (ii) Desain riset conclusive research, yang bertujuan membantu penulis untuk menentukan, mengevaluasi dan memilih tindakan yang terbaik untuk mengatasi permasalahan. Telaah pustaka yang digunakan sebagai panduan untuk menganalisis hasil penelitian berfokus pada ekuitas merek berbasis konsumen yang dijelaskan oleh Keller, yang bersumber pada kesadaran merek dan citra merek yang melihat asosiasi merek, baik yang berhubungan dengan produk, maupun yang tidak berhubungan dengan produk. Hasil penelitian terhadap top of mind awareness menunjukkan bahwa merek yang menjadi top of mind awareness untuk sepeda motor jenis CUB adalah merek Honda. Sedangkan hasil penelitian secara keseluruhan pada asosiasi yang berhubungan dengan produk menunjukkan bahwa merek Honda paling kuat asosiasinya dengan berbagai asosiasi produk, seperti irit bahan bakar, mesin kuat dan tahan lama, tangguh di segala medan, teknologi mutakhir dan inovatif, harga sebanding dengan kualitas sepeda motornya, nilai jual kembali yang tinggi, suku cadang asli mudah didapat, biaya perawatan yang terjangkau, tempat servis banyak dan ada dimana-mana, pelayanan customer service yang ramah dan sangat membantu, serta pembelian secara kredit mudah dilakukan. Sementara itu dari segi asosiasi non-produk, merek Honda paling kuat diasosiasikan dengan logo merek yang mudah dikenali, tokoh artis sinetron/film paling cocok menjadi bintang iklan, sangat mudah dikenali dari penampilannya, berwibawa, ramah, rendah hati, karismatik dan ekstrovert (terbuka). Meskipun merek Honda memiliki asosiasi yang positif di dalam benak konsumen, namun merek Yamaha memperoleh asosiasi non-produk yang jenis lebih banyak dari Honda. Oleh karena itu, PT Astra Honda Motor hendaknya lebih inovatif dalam menghasilkan produk dengan teknologi yang lebih inovatif, yaitu mesin yang kencang namun tetap irit bahan bakar sehingga dapat menambah keunggulan daya saing Honda, lebih agresif dalam menjalankan aktivitas promosinya, baik melalui media, maupun event-event marketing, dan menjalin hubungan baik dengan klubklub sepeda motor Honda dan para blogger yang memiliki peran penting dalam penyebaran informasi dan citra positif merek Honda serta lebih bijaksana dalam memilih endorser yang telah dikenal baik di kalangan masyarakat luas dan memberi pengaruh positif pada produk."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26605
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S9322
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Farhan Kusumawardhana
"Semakin banyak pelanggan menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi tentang merek dan memandu pembelian mereka. Hubungan antara pemasaran media sosial (social media marketing activities-SMMA) dan ekuitas merek berbasis konsumen (consumer-based brand equity-CBBE) pada konsumen Generasi Z dipengaruhi melalui pengalaman merek (brand experience-BE) dan manfaat media sosial (social media benefits-SMB) dari platform media sosial. Penelitian ini menerapkan partial least square model (PLS) dengan 125 responden Generasi Z yang mengikuti merek Louis Vuitton di platform media sosial Instagram. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara SMMA dan CBBE yang dipengaruhi melalui mediasi pengalaman merek (BE) serta manfaat media sosial (SMB). Akan tetapi, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengalaman merek (BE) dan manfaat media sosial (SMB) tidak memiliki hubungan langsung dengan CBBE tanpa mediasi. Temuan penelitian ini dapat digunakan oleh manajer luxury brands untuk merancang pemasaran media sosial untuk meningkatkan pemasaran kepada Generasi Z dan evaluasi ekuitas merek (brand equity) di platform media sosial.

More and more customers are using social media to learn about brands and guide their purchases. The relationship between social media marketing activities (SMMA) efforts and consumer-based brand equity (CBBE) among Generation Z consumers is hypothesized to be mediated by brand experience (BE) and the social media benefits (SMB) resulting from engagement in social media platforms. Putting into action, the partial least squares path modeling (PLS) used to evaluate 125 of Louis Vuitton brand’s followers on the social media platform of Instagram. According to the findings, the relationship between SMMA and CBBE is mediated by brand experience as well as social media benefits; however, the result also show that brand experience and social media benefits does not have any direct relationship regarding the CBBE without mediation. These findings could be used by luxury brand managers to design social media marketing approaches that improve Generation Z's overall social media marketing activities and evaluations of brand equity in social media platforms.

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Setiawan
"Ekuitas merek merupakan nilai tambah pada sebuah merek dimana akan mempengaruhi kelangsungan produk dalam jangka panjang. Untuk membangun dan memperkuat ekuitas merek, perlu kegiatan pemasaran pendukung yang dijalankan berupa kegiatan harga, pelayanan, distribusi, iklan, dan kegiatan promosi yang diharapkan secara tepat mempengaruhi persepsi konsumen. Hal ini akan mengangkat nilai positif konsumen terhadap produk dan kemudian akan berimbas kepada kuatnya ekuitas merek. Dengan kata lain, ekuitas merek yang kuat menyatakan bahwa konsumen memiliki asosiasi yang kuat dan positif terhadap merek, mempersepsikan merek sebagai merek berkualitas tinggi dan akan setia terhadap merek.
Dalam penelitian ini, model dari Yoo, Donthu, dan Lee (2000) yang menguji kegiatan pemasaran terhadap ekuitas merek pada produk consumer-specialty goods, diuji pada produk konsumen berupa consumer-convenience goods. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kegiatan pemasaran yang mempengaruhi penguatan ekuitas merek dan menganalisis pengaruh dimensi- dimensi ekuitas merek terhadap ekuitas merek. Selain itu, penelitian juga ingin mengetahui perbedaan aplikasi model Yoo, et al. (2000) pada kategori produk yang berbeda. Tiga kategori produk yang digunakan pada penelitian ini yaitu produk kategori mie instan, minuman ringan dan sabun mandi dengan metode penentuan sample non-probability sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan convenience sampling pada responden mahasiswa.
Dari hasil penelitian dan analisis diternukan bahwa citra toko, distribusi, dau iklan dapat mempengaruhi ekuitas merek secara positif. Price deal (potongan harga) akan menyebabkan melemahnya ekuitas dari sebuah merek. Namun, harga tidak berpengaruh terhadap ekuitas merek.

Brand equity is value added of brand that will effect product performance in long term. Brand equity may be developed and strengthened by manage marketing efforts such as pricing, service, distribution, advertising, and promotion that will affect on customer perceptions. Those marketing effort required to enhance customer positive value ofa product then will strengthening brand equity as well. In other word strong brand equity means strong customer association and positive toward brand perceiving high quality brand and perform brand loyalty.
In this research, the model, which formed by Yoo, Donthu, and Lee (2000) used in consumer-specialty goods, examined to consumer-convenience goods. The purpose of this research is to analyze the effect of marketing programs building strong brand equity and to analyze the eject of dimensions of brand equity to brand equity itself. And this research want to know the differentiation of the Yoo et al. (2000) model application in the different product category. The research used three product category brands such as instant noodle, beverage and bar soap and use non-probability sampling methods. The data from college student were collected using convenience sampling technique.
The result found that brand equity positively related to store image, distribution, and advertising, and negatively related to price deal. However, brand equity not related to price.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basrah Saidani
"Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah indikator apakah sajakah yang diperlukan untuk mengukur ekuitas merek berbasis konsumen dan bagaimana peran ekuitas merek berbasis konsumen dalam menyusun strategi komunikasi pemasaran.
Metode analisis dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah tahap uji coba, yaitu tahap untuk menguji reliabilitas dan validitas instrumen yang akan digunakan dalam tahap uji utama. Objek dalam tahap uji coba sebanyak 50 responden dengan membandingkan tiga buah merek shampo anti ketombe, yaitu Clear, H&S dan Pantene. Hasil pengolahan data dengan analisis faktor pads SPSS versi 10.0 menunjukkan bahwa dari 40 instrumen yang digunakan, dapat terpakai 36 item pada tahap uji utama.
Tahap kedua adalah tahap uji utama penelitian yang dilakukan terhadap 200 prang responden, tetapi yang dapat dilanjutkan untuk diolah hanya 179 kuesioner. Data diolah dengan statistik deskriptif untuk memperoleh rata-rata dari seluruh jawaban responden, dilanjutkan dengan Anova. Hasil pengolahan data dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 10,0 menunjukkan bahwa ekuitas merek berbasis konsumen dapat diukur dengan cara yang dilakukan oleh Lassar, Mittal dan Sharma (1995) dengan menggunakan dimensi pengukuran yang ditawarkan oleh Keller (2001), yaitu brand identity, brand meaning, brand response dan brand resonance.
Pengujian dengan anova menunjukkan bahwa ekuitas merek ketiga merek shampo yang diuji memang memiliki perbedaan yang signifikan.
Pengukuran ekuitas merek dari ke tiga merek shampo yang diukur menunjukkan bahwa walaupun Clear memiliki brand identity yang tertinggi yang dapat diiihat dari tingginya top of mind, tetapi secara keseluruhan Pantene memiliki nilai ekuitas merek yang tertinggi dibandingkan dua merek lainnya. Shampo H&S memiliki ekuitas merek yang terrendah, tetapi H&S menetapkan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan Clear dan Pantene.
Bagi merek yang memiliki ekuitas merek relatif rendah, perlu dilakukan strategi komunikasi pemasaran, seperti meningkatkan kualitas produk, menurunkan tingkat harga, mernpertinggi kuantitas iklan dan melakukan push strategy .
Sedangkan bagi merek yang ekuitas mereknya sudah tinggi/kuat, dapat melakukan perluasan merek atau perluasan ini produk, untuk mempertahankan posisi yang sudah ada, ada baiknya diperbanyak ildan untuk menjangkau area yang lebib jauh dan promosi konsumen agar ada pembelian segera dari konsumen."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Citrayani
"Ekuitas merek merupakan nilai tambah pada sebuah merek yang akan mempengaruhi kelangsungan produk dalam jangka panjang. Untuk membangun dan memperkuat ekuitas merek diperlukan bauran pemasaran pendukung berupa harga, pelayanan, distribusi, iklan, dan kegiatan promosi yang diharapkan secara tepat dapat mempengaruhi persepsi konsumen dan meningkatkan nilai positif konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan sehingga ekuitas merek suatu produk dapat meningkat.
Dalam penelitian ini, model dari Yoo, Donthu, dan Lee (2000) yang menguji kegiatan pemasaran terhadap ekuitas merek pada produk consumer-specialty goods, diuji pada produk jasa perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bauran pemasaran yang mempengaruhi penguatan ekuitas merek dan menganalisis pengaruh dimensi-dimensi ekuitas merek terhadap ekuitas merek. Selain itu, penelitian juga ingin mengetahui perbedaan aplikasi model Yoo, et al. (2000) pada kategori produk jasa perbankan.
Metode penentuan sample yang dipakai adalah non-probability sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik convenience sampling pada responden nasabah bank syariah. Sedangkan teknik pengolahan data menggunakan Structural Equation Model (SEM) dengan aplikasi program AMOS. Dari hasil penelitian dan analisis ditemukan bahwa citra kantor, distribusi, iklan, dan potongan harga dapat mempengaruhi ekuitas merek secara positif. Sebaliknya, persepsi harga yang tinggi justru dapat melemahkan ekuitas sebuah merek.

Brand equity is a value added of a brand that will affect the performance of a product in long term. Brand equity can be developed and strengthened by managing marketing efforts such as pricing, service, distribution, advertising, and promotion. These marketing efforts will affect the customer perceptions and therefore should be enhanced by customer positive value of a product so that they will strengthening the brand equity of a product as well.
In this research, the model which formed by Yoo, Donthu, and Lee (2000) and used in consumer-specialty goods, is used in services goods. The purpose of this research is to analyze the effect of some marketing mix programs to build strong brand equity and to analyze the effect of dimensions of brand equity to brand equity itself. The goal of this research is to know where there is any difference of the Yoo et al. (2000) model application in a different product category.
The object of this research is the sharia banking customer. The sampling method is non-probability sampling method. The data collection is using the convenience sampling technique. Furthermore, the data analysis is using the Structural Equation Model (SEM) with AMOS program. The result of this research found that brand equity positively related to office image, distribution intensity, advertising, and price deal and negatively related to price."
2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shely Widyanti
"Penelitian ini mcnguji mengenai hubungan antara ekuitas merek dan keempat komponennya dengan kinerja pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) di dalarn top I0 banks dilihat dari sudut pandang pelanggan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan dari ekuitas znerek berbasis konsumen dan keempat kornponennya (brand loyalty, brand awareness. perceived quality dan brand image) antara high dan low performance bank, serta pengaruhnya denan kineria pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) di dalam top 10 banks.
Hasil yang didapat ialah bahwa terdapat perbedaan brand loyalty, brand awareness, brand image dan perceived quality antara high performance dan low performance bank. I-Iasil peneiitian juga membuktikan adanya hubungan antara ekuitas merek berbasis konsumen dan keempat komponennya dengan kineuja pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) di dalam top 10 banks
This research examines correlation between brand equity and it?s four components on top 10 banks?s third party fund generation performance from the customers viewpoint. The aim of the research is to discover different consumer-based brand equity and it?s four components (brand loyalty, brand awareness, perceived quality, and brand image) between high and low third party iimd generation performance among top 10 banks in Indonesia.
In addition, the results shows that there is a different on brand loyalty, brand awareness, brand image and perceived quality between high and low performance banks. The results also show that there is correlation between consumer-based brand equity and these four components on top 10 bank's third party iimd generation performance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Haris Budiman
"ASPIRA merupakan merek yang dikeluarkan oleh PT. Astra Komponen Indonesia, dan mencakup berbagai jenis suku cadang sepeda motor seperti: kampas rem, shock breaker, hingga oli. Merek ASPIRA sebelum bulan Februari tahun 2001, merupakan satu-satunya merek yang dicap sebagai komponen asli untuk sepeda motor merek Honda. Namun sejak bulan Februari 2001, menyusul dengan perubahan kepemilikan saham di PT. Astra Honda Motor, yang Sebelumnya saham mayoritas dimiliki oleh PT. Astra lnternasional dan sisanya dimiliki Honda Jepang, selanjutnya menjadi 50% milik :PT. Astra Internasional dan 50% milik Honda Jepang. maka pihak PT. Astra Honda Motor mulai mengeluarkan produk komponen sepeda motor merek Honda dengan menggunakan merek Honda Genuine Part.
Sehingga di pasar yang dulunya hanya mengenal merek ASPIRA sebagai satu-satunya merek onderdil asli untuk sepeda motor Honda, kini dikenal pula merek Honda Genuine Part. Hal ini tentu saja mempenganihi persepsi konsumen dalam memilih onderdil asli untuk sepeda motor Honda-nya.
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu (1) Mendeskripsikan tingkat kekuatan merek ASPIRA di benak konsumen, (2) Mendeskripsikan persepsi konsumen produk suku cadang sepeda motor terhadap nilai dari produk-produk merek ASPIRA, (3) Menguji seberapa besar dan kekuatan hubungan antara variabel-variabel pembangun merek ASPIRA dengan variabel pengetahuan konsumen terhadap merek tersebut dan ( 4) Memberikan rekomendasi untuk strategi pemasaran bagi merek ASPIRA dalam rangka meningkatkan pengetahuan terhadap merek ASPIRA berdasar pengetahuan tentang hubungan-hubungan antara variabel tersebut.
Obyek yang diteliti meliputi hubungan antara variabel-variabel pembangun merek ASPIRA dengan variabel-variabel pengetahuan merek konsumen (brand knowledge). Penelitian ini terutama untuk lima jenis suk.ll cadang sepeda motor yang memiliki angka penjualan tinggi untuk merek ASPIRA yaitu kampas rem, piston, gear depan/belakang, kabel, dan ring set. Model yang digunakan adalah model ekuitas merek berbasis konsumen (Customer-based brand equity). Model ini dikemukakan oleh Kevin Lane Keller dalam buk.'Unya betjudul "Strategic Brand Management" yang diterbitkan tahun 1998. Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (I) Statistik deskriptif sederhana. (2) Uji Chi-Square dan (3) Uji Korelasi kanonik.
Hipotesa dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan korelasi yang signifikan dengan arah yang positif antara kelompok variabel unsur pembangun merek (unsur-unsur merek, stimulus pemasaran dan leverage dari perusahaan) dan kelompok variabel pengetahuan terhadap merek (brand knowledge) meliputi tingkat kekuatan dan persepsi terhadap merek.
Dari hasil penelitian, tingkat kekuatan (brand recall) merek ASPIRA relatif kuat. Hal ini dapat dilihat dari jurnlah responden yang menyebutkan merek ASPIRA di urutan pertama (top of mind) lebih besar dibanding yang menyebut di urutan ke-2 atau ke-3. Kekuatan ini juga dapat dilihat relatif besar jika dibanding merek lain, merek ASPIRA menempati urutan pertama sebagai top of mind yaitu mencapai 38 orang, sedang di urutan kedua (13 orang) adalah Astra dan ututan ketiga (10 orang) yaitu Honda Genuine Part. Merek ASPIRA juga relatif dikenal luas oleh pengguna sepeda motor dari berbagai merek sepeda motor.
Image merek ASPIRA relatif baik, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian, secara keseluruhan, 85% responden memberikan penilaian positif (setuju hingga sangat setuju) terhadap persepsi niiai (perceived value) dari produk merek ASPIRA."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>