Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutia Rahadanti
"Kurangnya hubungan sosial di dunia nyata dapat mendorong remaja untuk membangun kedekatan dengan sosok idola atau biasa disebut relasi parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah kesepian berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan menyasar pada sampel remaja penggemar K-Pop (N=575) yang berkewarganegaraan Indonesia dan berusia 15-19 tahun. Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson Product Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian tidak berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Adapun implikasi dari penelitian ini adalah sebagai sumber pengetahuan dan sarana refleksi diri terkait kesepian dan kepemilikan relasi parasosial di usia remaja.

Lack of social relations in the real world would encourage adolescence to build closeness with idol figures through parasocial relationships. This study aims to find out whether loneliness is related to having parasocial relationships in adolescent K-pop fans. This research was conducted using a quantitative method and targeted a sample of young K-Pop fans (N=575) who are Indonesian citizens aged 15-19. The Pearson Correlation analysis technique is used to do data analysis. This study shows that loneliness is not related to parasocial relationships in adolescent K-pop fans. However, this study could be used as a source of knowledge and self-reflection related to loneliness and ownership of parasocial relations in adolescence"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Alia Tanti Prayukti
"Salah satu bentuk budaya fanservice dalam K-pop adalah komunikasi antara idola dan penggemar. Pada masa sebelumnya, komunikasi antara penggemar dan idola K-pop sering dilakukan secara satu arah dalam bentuk komunikasi tertulis melalui korespondensi. Setelah teknologi semakin berkembang, media sosial menjadi media yang digunakan sebagai sarana komunikasi antara idola K-pop dan penggemar dalam bentuk komunikasi dua arah, salah satunya komunikasi melalui aplikasi berbasis chat seperti layanan Bubble. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan budaya komunikasi idola K-pop mempengaruhi hubungan parasosial idola K-pop dan penggemar. Penelitian ini menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif. Kuesioner disebarkan melalui media sosial dan mendapatkan total 106 responden valid. Data kemudian diolah menggunakan analisis mean dan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan dalam penggunaan aplikasi berbasis chat dengan hubungan parasosial antara idola K-pop dan penggemar secara signifikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa frekuensi melakukan komunikasi melalui aplikasi berbasis chat, seperti layanan Bubble paling mempengaruhi afektif hubungan parasosial yang dirasakan penggemar.

One of the forms of fanservice culture in K-pop is communication between idols and fans. In the past, communication between K-pop idols and fans were done one-way through correspondence. As the technology advances, social media has become the medium for K-pop idols and fans to communicate in two way form, for example a communication through chat-based application such as Bubble service. The purpose of this study is to analyze the change of communication culture between K-pop idols and fans influenced their parasocial relationship. This study used a combined method of quantitative and qualitative. The questionnaire was spread through social media and received 106 valid respondents. The data then proceeded with a mean analysis and correlation test. Research results showed that there is a significant relation between using chat-based application with parasocial relationship between K-pop idols and fans. The research result also showed the frequency of doing communication through chat-based application like Bubble service affected the fans’ parasocial relationship affective."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zahrotul Mufidah Rahiyan
"Penggemar budaya industri K-Pop semakin banyak bermunculan dari berbagai kalangan, tidak terkecuali remaja. Fenomena terkini menunjukkan bahwa penggemar K-Pop memiliki well-being yang baik. Salah satu faktor yang memengaruhi well-being adalah self-eficacy. Self-eficacy individu dapat berbeda-beda pada setiap domain spesifik dalam kehidupan mereka, salah satunya domain sosial. Penelitian ini melihat hubungan antara social self-eficacy dan well-being menggunakan metode kuantitatif. Karakteristik partisipan penelitian ini adalah remaja berusia 15–19 tahun dan penggemar K-Pop (N = 579). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Self-Ef icacy Questionnaire for Children dan EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara social self-ef icacy dan well-being (r(579) = .523). Hubungan positif yang signifikan juga ditemukan antara social self-ef icacy dan engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), serta happiness (r(579) = .432). Implikasi dari penelitian ini adalah remaja dan orang dewasa di sekitarnya perlu bekerja sama untuk berpartisipasi dalam membangun self-ef icacy pada diri remaja karena semakin baik tingkat self-ef icacy pada domain sosial, maka akan semakin baik pula well-being mereka, dan sebaliknya.
Fans of the South Korean pop music industry’s culture are increasingly emerging from various backgrounds, including teenagers. Recent phenomena show that K-Pop fans have good well-being. One of the factors that influence well-being is self-efficacy. Individual self-efficacy can vary in each specific domain in their life. This study looks at the relationship between social self-efficacy and well-being using quantitative methods. The participants in this study were adolescents aged 15–19 years and K-Pop fans (N = 579). The instruments used in this study were the Self-Efficacy Questionnaire for Children and the EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. The results of the Pearson correlation analysis show that there is a significant positive relationship between social self-efficacy and well-being (r(579) = .523). Significant positive relationship also found between social self-efficacy and engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), also happiness (r(579) = .432). The implication of this research is that adolescents and adults around them need to work together to participate in building self-efficacy in adolescents because the better the level of social self-efficacy, the better their well-being will be, and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Andari Rahmiputri
"Tesis ini membahas mengenai representasi fantasi boyfriend dalam fandom yang muncul karena hubungan parasosial. Dengan menggunakan paradigma konstruktivisme, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif di mana peneliti melakukan analisis multimodalitas untuk melihat representasi fantasi boyfriend di Twitter yang disebabkan karena adanya hubungan parasosial. Selain analisis multimodalitas dilakukan pula wawancara untuk mengetahui bagaimana hubungan parasosial yang dirasakan penggemar dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi representasi yang mereka gambarkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat representasi fantasi boyfriend yang hadir karena hubungan parasosial Teori yang digunakan adalah teori parasosial oleh Horton dan Wohl serta teori representasi oleh Stuart Hall. Konten Twitter akan dianalisis menggunakan analisis visual oleh Kress dan Van Leuween dan analisis Systemic Functional Linguistics (SFL).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa representasi fantasi boyfriend ditampilkan berdasarkan karakteristik idola yang penggemar dapatkan dari hubungan parasosial setelah mengkonsumsi media. Hubungan parasosial tidak hanya terjadi antara idola dan penggemarnya namun juga antar penggemar. Sedangkan, karakteristik idola yang didapatkan, merupakan dasar utama dalam merepresentasikan fantasi boyfriend itu sendiri.

This thesis talks about how fans represent the fantasy of boyfriend with the help of parasocial relationship in their Tweets. Using constructivism as the paradigm, this research is a qualitative research where the researcher analyses some tweets using multimodality to help to see how the fantasy of boyfriend as the result of parasocial relationship. Besides multimodality, the researcher also did some interviews to find out how fans experience parasocial relationship and how they see their idol and imagining them as boyfriends.
The purpose of this research is to see how fans represent the fantasy of boyfriend that they have on the idols that is caused by parasocial relationship. Parasocial theory by Horton and Wohl dan representation by Stuart Hall are used in this research. Then, the tweets that are used in this research are analysed using visual analysis by Kress and Van Leeuwen and Systemic Functional Linguistic (SFL) by Halliday.
The results show that the fantasy representation of boyfriend following the parasocial relationship after using media. It also shows that parasocial relationship leads the fans to know about their idols characteristic that helps them to represent them as a boyfriend. It also shows that paracosial relationship not only happens between fans and their idol but also amongst the fans themselves. Results also show that the characteristic of the idol helps a lot to build the representation of boyfriends fantasy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahadi Pradana
"ABSTRAK
Lirik-lirik lagu K-Pop merupakan salah satu medium untuk menyebarkan dan melanggengkan budaya patriarki. Studi-studi sebelumnya telah membahas mengenai patriarki dalam budaya musik populer seperti musik rock, rock and roll, pop, musik Indonesia, dan juga K-Pop. Penelitian ini melihat pada bagaimana penggemar lagu K-Pop di Indonesia memaknai lirik-lirik lagu K-Pop yang berisi nilai-nilai patriarki lewat terjemahan lirik lagu terkait. Berangkat dari konsep Stuart Hall 1991 mengenai situated audiences, artikel ini berargumen bahwa penggemar K-Pop di Indonesia merupakan pembaca yang tersituasi secara hegemonic-dominant pada lirik lagu mengenai perempuan pasif, negotiated pada lirik lagu mengenai perempuan yang melakukan balas dendam pada pacarnya, dan oppositional pada lirik lagu yang merendahkan perempuan secara vulgar, dan bergantung pada struktur makna individu. Temuan artikel ini adalah pembaca memaknai lirik lagu passive women secara hegemonic-dominant, lirik lagu distrust of women secara negotiational, dan lirik lagu derogatory naming and shaming of women dan sexual objectification of women secara oppositional. Artikel ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan berfokus pada studi gender karena banyak terdapat pembahasan mengenai reproduksi budaya patriarki dalam industri musik. Peneliti berfokus pada penggemar musik K-Pop di Indonesia.

ABSTRACT
K-Pop lyrics are one of many mediums to perpetuating and spreading patriarchal culture. Previous studies have discussed patriarchy on popular culture music such as rock, rock roll, pop, Indonesian pop, and also K-Pop. This article discussing on how Indonesian K-Pop fans interpreting K-Pop patriarchal lyrics based on the translation. Using Stuart Hall rsquo;s 1991 situated audiences concept, this article argue that K-Pop fans interpreting with hegemonic-dominant toward the lyrics implying passive women, negotiated toward the lyrics about a woman who took revenge againts her boyfriend, dan oppositional toward the lyrics that are sexually degrading to women depends on their meaning structures. This article rsquo;s findings are readers interpret lyrics about passive women with hegemonic-dominant, lyrics about distrust of women with negotiational, and lyrics about derogatory naming and shaming of women with oppositional. This study is written based on qualitative approach with in-depth interview to collects data, and focused mainly on gender studies due to many discussion about reproduction of patriarchal culture on music industry and also on Indonesian K-Pop fans. "
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Alanis Wardhana
"Penelitian ini membahas penggunaan gaya rambut natural orang kulit hitam yang sudah berkali-kali dilakukan oleh penyanyi-penyanyi K-pop. Globalisasi dan tren musik global menghasilkan hibdridisasi musik populer baru di Korea. Tidak hanya musik, budaya barat, seperti budaya hip hop yang merupakan budaya Afrika­ Amerika, juga memiliki pengaruh terhadap K-pop. Akan tetapi, penggunaan budaya hip hop dalam industri K-pop mengarah ke apropriasi budaya. Persepsi yang keliru membuat anak-anak muda Korea mengaitkan rambut natural orang kulit hitam dengan budaya hip hop. Apropriasi berdampak pada budaya yang digunakan tanpa menghormati signifikansi dari budaya tersebut. Saat ini masih ada orang yang kurang memahami dampak dari apropriasi budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepekaan para penggemar K-pop terhadap tindakan apropriasi budaya dalam industri K-pop. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan studi Pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa industri musik Korea Selatan menganggap gaya rambut orang kulit hitam adalah salah satu bagian dari budaya hip hop sehingga hal tersebut dijadikan estetik untuk beberapa konsep visual musik K-pop.

This study discusses the use of natural Black hair styles that have been done by K­ pop singers many times. Globalization and global music trends have resulted in the hybridization of new popular music in Korea. Not only music, Western culture, such as hip-hop which is an African American culture, also has an influence on K-pop. However, the use of hip hop culture in the K-pop industry leads to cultural appropriation. Misperceptions lead young Koreans associating the natural hair of Black people with hip hop culture. Appropriation affects the culture used without respecting the significance of that culture. Today there are still people who do not understand the impact of cultural appropriation. The purpose of this study is to acknowledge K-pop fans' sensitivity regarding acts of cultural appropriation within the K-pop industry. The method used in this study is a qualitative method using literature study. The results of this study indicate that the South Korean music industry consider Black hairstyles to be a part of hip hop culture, hence it is used as an aesthetic for some visual concepts of K-pop music. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Hanny Kurniawan
"Peer attachment pada masa remaja awal merupakan salah satu faktor penting untuk kesehatan dan kesejahteraan (well-being) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Perkembangan teknologi memudahkan remaja mencari hiburan saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat guna menekan penyebaran COVID-19 salah satunya dalah untuk mengakses musik K-Pop. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara peer attachment dan well-being pada remaja dengan relasi parasosial penggemar K-Pop. Hipotesis utama pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara peer attachment dan well-being. Analisis pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melihat nilai besaran korelasi Pearson pada 615 remaja penggemar K-Pop WNI berusia 15–19 tahun. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel peer attachment adalah Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) dan EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, dan Happiness) untuk well-being. Kuesioner disebarkan secara daring menggunakan Google Form. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara peer attachment dan well-being pada remaja penggemar K-Pop dengan relasi parasosial. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang sudah disusun. Implikasi penelitian ini adalah sebagai pengembangan dan penambahan pengetahuan terkait hubungan peer attachment dan well-being.

Peer attachment in early adolescence is an important factor for health and well-being in bot.h the short and long term. Technological developments make it easier for teenagers to find entertainment when restrictions on community activities are imposed to suppress the spread of COVID-19, one of which is to access K-Pop music. This study aims to look at the relationship between peer attachment and well-being in adolescents with K-Pop fans' parasocial relationships. The main hypothesis in this study is that there is a significant and positive relationship between peer attachment and well-being. The analysis in this study used a quantitative method by looking at the value of the Pearson correlation in 615 young Indonesian K-Pop fans aged 15–19 years. The instruments used to measure peer attachment variables are the Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) and EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, and Happiness) for well-being. The questionnaire was distributed online using the Google Form. The results show that there is a significant and positive relationship between peer attachment and well-being in young K-Pop fans with parasocial relationships. Based on these results, it is known that the results of this study support the hypotheses that have been prepared. The implication of this research is to develop and add knowledge regarding the relationship between peer attachment and well-being"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hana Mapaccing Akmar
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna simbolis pada merchandise dari grup K-Pop iKON yang mewujudkan imaji akan kedekatan antara penggemar dengan idolanya. Studi-studi terdahulu terkait pembahasan merchandise dan penggemar K-Pop cenderung membahas fenomena perilaku konsumtif dari penggemar K-Pop dalam mengonsumsi merchandise K-Pop. Untuk mengembangkan studi-studi terdahulu, studi ini ingin mengupas bagaimana merchandise sebagai komoditas industri budaya populer, mewujudkan dan merepresentasi imaji akan kedekatan hubungan antara idola dan penggemar. Penelitian ini menggunakan teori konsumerisme, mengenai perspektif consuming dreams, images, and pleasure untuk melihat bagaimana merchandise sebagai objek kultural memfasilitasi imaji tentang kedekatan dengan idola. Adapun Tujuan dari konsumsi barang cenderung berorientasi pada pemenuhan hasrat, maka seni sebagai perwujudan dari image consumption memiliki nilai ekonomi tertentu dalam memberikan kesenangan dan kepuasan emosional yang menjadikan konsumsi sebagai konsumsi simbolis. Peneliti berargumen bahwa merchandise hadir sebagai representasi imaji untuk kedekatan hubungan idola dan penggemar melalui konsumsi merchandise yang terjadi secara berkelanjutan. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode kualitatif dengan melakukan studi pustaka, dan wawancara mendalam dengan penggemar K-Pop iKON atau iKONIC yang mengoleksi merchandise K-Pop iKON. Temuan dari penelitian ini adalah imaji kedekatan antara penggemar dan idola terjadi melalui perantara merchandise yang dikonsumsi melalui berbagai simbol serta tanda seperti logo, dan visual wajah yang identik dengan grup K-Pop iKON melalui proses pemaknaan terhadap merchandise yang ditelusuri menggunakan interaksi simbolis, makna simbolis, serta nilai subjektif penggemar
This study aims to describe the symbolic meaning of merchandise from the K-Pop group iKON which embodies the image of the closeness between fans and their idols. Previous studies related to the discussion of merchandise and K-Pop fans tend to discuss the phenomenon of consumptive behavior from K-Pop fans in consuming K-Pop merchandise. To develop the previous studies, this study aims to explore how merchandise as a commodity of the popular culture industry creates and represents the image of the close relationship between idols and fans. This study uses consumerism theory, regarding the perspective of consuming dreams, images, and pleasures to see how merchandise as a cultural object facilitates the image of closeness with idols. The purpose of consumption of goods tends to be oriented to the fulfillment of desires, then art as a manifestation of image consumption has a certain economic value in providing pleasure and emotional satisfaction which makes consumption a symbolic consumption. The researcher argues that merchandise exists as an image representation for the close relationship between idols and fans through the consumption of merchandise that occurs on an ongoing basis. The data in this study were obtained through qualitative methods by conducting literature studies, and in-depth interviews with iKON K-Pop fans or iKONIC who collect iKON’s merchandise. The findings of this study are the image of closeness between fans and idols occurs through the intermediary of merchandise that is consumed through various symbols and signs such as logos, and facial visuals that are identical to the K-Pop group iKON through the process of interpreting merchandise which is traced using symbolic interactions, symbolic meaning, as well as the subjective value of fans.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hapsoh Riani
"Perkembangan budaya Korea melalui Hallyu atau Gelombang Korea semakin dirasakan dewasa ini. Hallyu membawa berbagai jenis produk budaya di dalamnya, seperti K-Pop, K-Drama, K-Film, K-Animation, K-Food, dan sebagainya. Korean Food sebagai salah satu produk tradisional Korea saat ini kian populer beriringan dengan fenomena Hallyu. Beragam menu Korean Food, membuat masyarakat dunia khususnya Indonesia semakin akrab dengan kulinernya, salah satunya bibimbab. Bibimbab yang memiliki penampilan unik, rasa yang khas, dan manfaat di dalamnya membuat kuliner ini semakin dikenal dan menjadi salah satu dari tiga makanan representasi Korea saat ini. Dalam mempromosikan bibimbab, soft power memiliki peranan penting dalam penyebarannya, khususnya dengan menggunakan strategi gastrodiplomasi. Gastrodiplomasi melalui bibimbab mampu membuat kuliner lainnya kian membangun identitas bagi Korea dan populer. Metodologi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan studi kepustakaan. Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan informasi mengenai peranan bibimbab sebagai soft power gastrodiplomasi Korea Selatan di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini, hasil analisis menunjukkan bahwa bibimbab dalam wujudnya penyebarannya di Indonesia berjalan dengan baik sebagai media dalam membangun identitas budaya Korea.
The development of Korean culture through Hallyu, or Korean Waves is rapidly increasingly nowadays. Hallyu brings various types of culture in it, such as K-Pop, K-Drama, K-Film, K-Animation, K-Food, etc. K-Food as one of its products also became popular along with Hallyu phenomenon. Various of Korean Food menus are highly khown by a lot of people from different countries around the world as well as Indonesia. One of the most popular Korean Food in Indonesia is bibimbab. Bibimbab, which has a unique appearance, distinctive taste, and benefits in it, is also one of the Korean Food representatives. In promoting bibimbab, soft power has a crucial role in its spread, using the gastrodiplomation strategy. Gastrodiplomation through bibimbab is able to make other culinary products build a Korea identity and popular. The methodology used for this research is a descriptive analysis with library research. This final project aims to analyze and provide information about bibimbabs role as South Koreas soft power in Indonesia. Based on the research carried out in this paper, the analysis shows that bibimbab has been successful as a medium in building Korean cultural identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Lambok Hermanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas konstruksi identitas yang ada pada penggemar Kpop dalam
dua blog penggemar Kpop Korean Chingu dan Yeppopo. Lebih dalam lagi, tesis
ini menggali pengaruh konsumsi Kpop terhadap penggemarnya dengan
melakukan analisis terhadap elemen-elemen yang ada pada blog serta analisis
tekstual terhadap komentar-komentar para anggota blog. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kpop dalam konteks blog Korean Chingu dan Yeppopo
merupakan konstruksi “kekoreaan” yang dibentuk oleh para penggemarnya di
Indonesia. Konstruksi identitas Korea yang dikonstruksi dalam kedua blog juga
tidak ditampilkan mendominasi identitas Indonesia para anggota blog, namun
identitas Korea tersebut telah menjadi bagian dari identitas para blogger dalam
kedua blog. Sehingga, para blogger dalam kedua blog memiliki identitas multi
yang terus berproses. Selain itu, Kpop dalam konteks blog Korean Chingu dan
Yeppopo juga tidak dapat dilepaskan dari konteks produksi dan konsumsi budaya
yang dilakukan para fendom Kpop dalam komunitas blog tersebut.
ABSTRACT
This thesis analyses the construction of identity of Kpop fans in two blogs,
Korean Chingu and Yeppopo. Further more, this thesis explores the impact of
consuming Kpop toward its fans through the analyses of elements in the blog and
the textual analayses towards the comments of the blog members. The results of
this research show that Kpop in the context of Korean Chingu and Yeppopo blogs
is the construction of “koreanism” created by its fans in Indonesia. This
construction then doesn’t reflect domination over Indonesian Identity of both
blogs members, however, the Korean Identity has been part of the bloggers
identity. Therefore, bloggers of both blogs have multiple identities which will not
stop processing. Besides that, the results of the research also show that Kpop in
the context of both blogs is not separable from the context of cultural production
and consumption by Kpop fans in both blogs communities."
2013
T35791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>