Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218426 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutia Rahadanti
"Kurangnya hubungan sosial di dunia nyata dapat mendorong remaja untuk membangun kedekatan dengan sosok idola atau biasa disebut relasi parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah kesepian berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan menyasar pada sampel remaja penggemar K-Pop (N=575) yang berkewarganegaraan Indonesia dan berusia 15-19 tahun. Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson Product Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian tidak berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Adapun implikasi dari penelitian ini adalah sebagai sumber pengetahuan dan sarana refleksi diri terkait kesepian dan kepemilikan relasi parasosial di usia remaja.

Lack of social relations in the real world would encourage adolescence to build closeness with idol figures through parasocial relationships. This study aims to find out whether loneliness is related to having parasocial relationships in adolescent K-pop fans. This research was conducted using a quantitative method and targeted a sample of young K-Pop fans (N=575) who are Indonesian citizens aged 15-19. The Pearson Correlation analysis technique is used to do data analysis. This study shows that loneliness is not related to parasocial relationships in adolescent K-pop fans. However, this study could be used as a source of knowledge and self-reflection related to loneliness and ownership of parasocial relations in adolescence"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoana Dwi Hariyati
"Menghabiskan waktu untuk berselancar di media sosial terkait K-pop menjadi pelarian terbaik bagi remaja SMP untuk menghadapi kesepian yang dirasa. Ketika hal tersebut terjadi secara berlebihan, hal ini dapat memunculkan perilaku obsesif yang disebut celebrity worship. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kesepian dan celebrity worship pada remaja penggemar K-pop di Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif observasional analitik dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sejumlah 115 orang. Variabel diukur dengan UCLA Loneliness Scale version 3 dan Celebrity Attitude Scale. Pengujian statistik menggunakan chi-square dengan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara kesepian dan celebrity worship pada remaja SMP penggemar K-pop di Jakarta Selatan (p=0,001<α=0,05). Peran orang tua penting dalam mengingatkan remaja untuk tetap dapat mengontrol diri saat menggemari sesuatu agar tidak berlebihan dan memberikan dukungan emosional kepada remaja untuk membantu mengatasi kesepian yang dirasa.

Spending time surfing social media related to K-pop is the best escape for middle school adolescents to deal with their loneliness. When this happens excessively, it can lead to obsessive behavior called celebrity worship. This study aims to look at the relationship between loneliness and celebrity worship among adolescent K-pop fans in South Jakarta City. This study used a quantitative observational analytic, and cross-sectional design. The study used the purposive sampling technique with a total sample size of 115 people. Variables are measured with UCLA Loneliness Scale version 3 and Celebrity Attitude Scale. Statistical testing using chi-square test showed that there is a significant relationship between loneliness and celebrity worship among middle school K-pop fans in South Jakarta City (p=0,001<α=0,05). The parents' role is important in reminding adolescents to control themselves when they love something so as not to overdo it and providing emotional support to adolescents to help overcome the loneliness they feel."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Eka Septiani
"Tulisan ini mengangkat persoalan hiperrealitas yang terjadi pada lingkup penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Penggemar K-Pop mengalami hiperrealitas karena adanya fenonema picnoleptic atau kegagalan melihat realitas yangmengharuskan realitas dibangun kembali. Namun karena adanya dromology, realitas yang dibangun menjadi realitas yang tidak sebenarnya yang mengakibatkan terbentuknya hiperrealitas. Adanya budaya partisipasi dalam fandom memudahkan terbentuknya hiperrealitas dalam lingkup peggemar K-Pop, hiperrealitas yang muncul ini kemudian menghasilkan fear karena realitas tidak sesuai dengan hiperrealitas. Fear yang muncul ini kemudian mengakibatkan adanya tindakan-tindakan fanatik para penggemar K-Pop seperti, pertikaian antar penggemar, konsumerisme, dan lain sebagainya. Melalui metode fenomenologis, saya mengumpulkan data melalui studi pustaka serta riset langsung melalui media sosial, data yang diperoleh kemudian data dianalisis secara filosofis menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat bagaimana hiperrealitas terbentuk di kalangan para penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori dari Paul Virilio. Tulisan ini membuktikan bahwa di kalangan penggemar K- Pop hiperrealitas terbentuk karena adanya ilusi persepsi dan relasi antara penggemar dan idola.

This article raises the issue of hyperreality occurring in the K-POP fans by using an approach to hyperreality from Paul Virilio. K-POP fans have hyperreality because of a picnoleptic fenonema or failure to see reality that requires it to be rebuilt. But with the dromology, realities built into realities that create hyperreality. The participation culture in fandom makes it easy for hyperreality to form in the K-POP sphere, this emerging hyperreality then produces fear because reality doesn't match hyperreality. That fear turned up and led to acts of rabid K-POP fans such as, strife among fans, consumerism, and so on. Through the phenomenological method, I collect data through literature review, research, and my experience as part fandom of K-POP, data obtained later data was philosophically analyzed using an approach to the hyperreality theory of Paul Virilio. The purpose of this writing is to see how hyperreality is possible among K-POP fans using a theoretical approach from Paul Virilio. This text proves that among the K-POP hyperreality fans the formation is the illusion of perception and the relationship between fans and idola."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Marsaa Salsabila Syawal
"Penelitian ini mengeksplorasi hubungan parasosial antara K-pop Idol NCT dan penggemar NCTzen melalui aplikasi Lysn Bubble. Penelitian ini menggunakan teori hubungan parasosial milik Horton dan Wohl untuk melihat bagaimana ikatan sosial dan ikatan emosional yang dibentuk oleh NCTzen. Paradigma yang digunakan adalah paradigma post-positivistik dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam. Dengan pendekatan interaksi simbolik, penelitian ini mengungkap bahwa hubungan parasosial antara NCT dan NCTzen melalui Lysn Bubble telah berkembang menjadi interaksi dua arah yang lebih interaktif dan responsif. Penggunaan simbol dan pesan personal di aplikasi ini memperkuat keaslian hubungan, sementara pandemi mendorong keterlibatan online yang lebih dalam. Motivasi penggemar yang beragam menciptakan dimensi baru dalam hubungan parasosial, memenuhi kebutuhan psikologis dan membentuk realitas sosial baru. Penelitian ini menyoroti bagaimana teknologi dan komunikasi memfasilitasi hubungan parasosial yang dinamis dan interaktif di era digital.

This research explores the parasocial relationship between K-pop Idol NCT and fans NCTzen through the Lysn Bubble app. This research uses Horton and Wohl's parasocial relationship theory to see how social bonds and emotional bonds are formed by NCTzen. The paradigm used is the post-positivistic paradigm with data collection techniques in the form of in-depth interviews. Using a symbolic interaction approach, this study reveals that the parasocial relationship between NCT and NCTzen through Lysn Bubble has developed into a more interactive and responsive two-way interaction. The use of symbols and personalized messages on the app reinforces the authenticity of the relationship, while the pandemic encourages deeper online engagement. Fans' diverse motivations create new dimensions in parasocial relationships, fulfilling psychological needs and shaping new social realities. This research highlights how technology and communication facilitate dynamic and interactive parasocial relationships in the digital age."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Magdalena Hasiana
"Tulisan ini mengangkat persoalan ontologis dalam memahami fenomena fandom K-Pop. K-Pop merupakan bagian dari gelombang Korea (Hallyu Wave) yang memunculkan tren baru terkait relasi penggemar dan idol. Relasi identitas penggemar dan idol menjadi properti individual dalam budaya partisipasi yang memperkuat penelusuran ontologis atas fandom K-pop. Alur ketertarikan dengan sikap disinterested memunculkan proses perceiving yang menguatkan interaksi antara penggemar dengan idol. Persoalan relasi inilah yang juga menjadi bagian dari penelurusan ontologis yang dilakukan dalam penulisan ini. Melalui penggunaan metode fenomenologis, saya mengumpulkan data pustaka, riset serta berdasarkan pengalaman subjek. Data dianalisis dengan metode penelurusan ontologis berdasarkan teori dari Roderick Chisholm. Tulisan ini membuktikan adanya definisi ontologis dari fandom K-Pop melalui properti subjek dan fenomena yang melingkupinya.

This paper is about ontological issues in understanding the phenomenon of K-Pop fandom. K-Pop is a part of the Korean wave (Hallyu Wave) which has led to new trends related to the relationship of fans and idols. The relation between fans and idol's identity becomes an individual property in a culture of participation that strengthens the ontological investigation of K-pop fandom. The flow of interest with a disinterested attitude raises the process of perceiving that strengthens the interaction between fans and idols. The issue of relations is also part of the ontological investigation that carried out in this paper. With phenomenological methods, I collected the data from the books and academic papers and did some research based on the subject`s experience. The data were analyzed by ontological investigation methods based on Roderick Chisholm`s theories. This paper proves the ontological definition of K-Pop fandom through the subject`s properties and the surrounding phenomena.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Alia Tanti Prayukti
"Salah satu bentuk budaya fanservice dalam K-pop adalah komunikasi antara idola dan penggemar. Pada masa sebelumnya, komunikasi antara penggemar dan idola K-pop sering dilakukan secara satu arah dalam bentuk komunikasi tertulis melalui korespondensi. Setelah teknologi semakin berkembang, media sosial menjadi media yang digunakan sebagai sarana komunikasi antara idola K-pop dan penggemar dalam bentuk komunikasi dua arah, salah satunya komunikasi melalui aplikasi berbasis chat seperti layanan Bubble. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan budaya komunikasi idola K-pop mempengaruhi hubungan parasosial idola K-pop dan penggemar. Penelitian ini menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif. Kuesioner disebarkan melalui media sosial dan mendapatkan total 106 responden valid. Data kemudian diolah menggunakan analisis mean dan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan dalam penggunaan aplikasi berbasis chat dengan hubungan parasosial antara idola K-pop dan penggemar secara signifikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa frekuensi melakukan komunikasi melalui aplikasi berbasis chat, seperti layanan Bubble paling mempengaruhi afektif hubungan parasosial yang dirasakan penggemar.

One of the forms of fanservice culture in K-pop is communication between idols and fans. In the past, communication between K-pop idols and fans were done one-way through correspondence. As the technology advances, social media has become the medium for K-pop idols and fans to communicate in two way form, for example a communication through chat-based application such as Bubble service. The purpose of this study is to analyze the change of communication culture between K-pop idols and fans influenced their parasocial relationship. This study used a combined method of quantitative and qualitative. The questionnaire was spread through social media and received 106 valid respondents. The data then proceeded with a mean analysis and correlation test. Research results showed that there is a significant relation between using chat-based application with parasocial relationship between K-pop idols and fans. The research result also showed the frequency of doing communication through chat-based application like Bubble service affected the fans’ parasocial relationship affective."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zahrotul Mufidah Rahiyan
"Penggemar budaya industri K-Pop semakin banyak bermunculan dari berbagai kalangan, tidak terkecuali remaja. Fenomena terkini menunjukkan bahwa penggemar K-Pop memiliki well-being yang baik. Salah satu faktor yang memengaruhi well-being adalah self-eficacy. Self-eficacy individu dapat berbeda-beda pada setiap domain spesifik dalam kehidupan mereka, salah satunya domain sosial. Penelitian ini melihat hubungan antara social self-eficacy dan well-being menggunakan metode kuantitatif. Karakteristik partisipan penelitian ini adalah remaja berusia 15–19 tahun dan penggemar K-Pop (N = 579). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Self-Ef icacy Questionnaire for Children dan EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara social self-ef icacy dan well-being (r(579) = .523). Hubungan positif yang signifikan juga ditemukan antara social self-ef icacy dan engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), serta happiness (r(579) = .432). Implikasi dari penelitian ini adalah remaja dan orang dewasa di sekitarnya perlu bekerja sama untuk berpartisipasi dalam membangun self-ef icacy pada diri remaja karena semakin baik tingkat self-ef icacy pada domain sosial, maka akan semakin baik pula well-being mereka, dan sebaliknya.
Fans of the South Korean pop music industry’s culture are increasingly emerging from various backgrounds, including teenagers. Recent phenomena show that K-Pop fans have good well-being. One of the factors that influence well-being is self-efficacy. Individual self-efficacy can vary in each specific domain in their life. This study looks at the relationship between social self-efficacy and well-being using quantitative methods. The participants in this study were adolescents aged 15–19 years and K-Pop fans (N = 579). The instruments used in this study were the Self-Efficacy Questionnaire for Children and the EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. The results of the Pearson correlation analysis show that there is a significant positive relationship between social self-efficacy and well-being (r(579) = .523). Significant positive relationship also found between social self-efficacy and engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), also happiness (r(579) = .432). The implication of this research is that adolescents and adults around them need to work together to participate in building self-efficacy in adolescents because the better the level of social self-efficacy, the better their well-being will be, and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Andari Rahmiputri
"Tesis ini membahas mengenai representasi fantasi boyfriend dalam fandom yang muncul karena hubungan parasosial. Dengan menggunakan paradigma konstruktivisme, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif di mana peneliti melakukan analisis multimodalitas untuk melihat representasi fantasi boyfriend di Twitter yang disebabkan karena adanya hubungan parasosial. Selain analisis multimodalitas dilakukan pula wawancara untuk mengetahui bagaimana hubungan parasosial yang dirasakan penggemar dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi representasi yang mereka gambarkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat representasi fantasi boyfriend yang hadir karena hubungan parasosial Teori yang digunakan adalah teori parasosial oleh Horton dan Wohl serta teori representasi oleh Stuart Hall. Konten Twitter akan dianalisis menggunakan analisis visual oleh Kress dan Van Leuween dan analisis Systemic Functional Linguistics (SFL).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa representasi fantasi boyfriend ditampilkan berdasarkan karakteristik idola yang penggemar dapatkan dari hubungan parasosial setelah mengkonsumsi media. Hubungan parasosial tidak hanya terjadi antara idola dan penggemarnya namun juga antar penggemar. Sedangkan, karakteristik idola yang didapatkan, merupakan dasar utama dalam merepresentasikan fantasi boyfriend itu sendiri.

This thesis talks about how fans represent the fantasy of boyfriend with the help of parasocial relationship in their Tweets. Using constructivism as the paradigm, this research is a qualitative research where the researcher analyses some tweets using multimodality to help to see how the fantasy of boyfriend as the result of parasocial relationship. Besides multimodality, the researcher also did some interviews to find out how fans experience parasocial relationship and how they see their idol and imagining them as boyfriends.
The purpose of this research is to see how fans represent the fantasy of boyfriend that they have on the idols that is caused by parasocial relationship. Parasocial theory by Horton and Wohl dan representation by Stuart Hall are used in this research. Then, the tweets that are used in this research are analysed using visual analysis by Kress and Van Leeuwen and Systemic Functional Linguistic (SFL) by Halliday.
The results show that the fantasy representation of boyfriend following the parasocial relationship after using media. It also shows that parasocial relationship leads the fans to know about their idols characteristic that helps them to represent them as a boyfriend. It also shows that paracosial relationship not only happens between fans and their idol but also amongst the fans themselves. Results also show that the characteristic of the idol helps a lot to build the representation of boyfriends fantasy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Nurfadhilah
"ABSTRAK
Makalah ini menjelaskan mengenai budaya penggemar yang berkembang dalam industri musik Korea atau dikenal sebagai K-Pop. Budaya penggemar salah satunya muncul sebagai respon dari fanservis yang biasa dilakukan dalam grup K-pop. Fanservis ini erat kaitannya dengan skinship padahal Korea termasuk negara yang cukup konservatif mengenai hubungan antar sesama jenis. Pada kesimpulan penelitian ini ditemukan bahwa tindakan skinship antar pria dapat diterima oleh masyarakat Korea dan dikategorikan sebagai bromance. Ikatan bromance ini kemudian menginspirasi penggemar dalam memproduksi sebuah hasil budaya yang dikenal dengan istilah fanproduct dengan konten bromance di dalamnya. Penelitian mengenai bromance dalam budaya K-pop dan respon penggemar dengan berupa fanproduct ini merupakan penelitian kualitatif yang bersumber dari berbagai jurnal, artikel dan juga video variety, konser ataupun video idola lainnya.

ABSTRACT
This paper describes the growing fanculture in the Korean music industry or known as K Pop. One of the reason this fanculture emerged was the response in fanservice which commonly performed within K pop groups. Fanservice is closely related to skinship besides Korea is a fairly conservative country about same sex relationship. In the conclusion this study has found that skinship acts between mens are acceptable in Korean people and categorized as bromance. This bromance tie then inspires fans to creating a cultural product which known as fanproduct. This study about bromance in K pop culture and the fan responses by creating a fanproducts used a qualitative research method which sourced from various journals, articles and also variety videos, concerts or other idol rsquo s videos"
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Kusuma Siriani
"Dalam beberapa tahun terakhir popularitas K-Pop berkembang dengan pesat di seluruh dunia. Seiring dengan hal tersebut, banyak grup K-Pop baru yang lahir dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. Banyaknya grup K-Pop yang ada sekarang membuat persaingan menjadi lebih ketat dan dibutuhkan strategi sendiri untuk mempromosikan grup mereka masing-masing kepada publik.
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan marketing public relations yang dilakukan oleh grup K-Pop Seventeen sebagai strategi untuk mempromosikan grup mereka. Seventeen sendiri merupakan salah satu grup K-Pop yang memiliki popularitas cukup tinggi dan dikenal oleh talenta anggotanya yang biasa memproduksi lagu sendiri hingga dijuluki self-produce idol.
Analisis penggunaan strategi marketing public relations dilakukan melalui desk research dan hasilnya menunjukkan bahwa Seventeen telah menjalankan strategi push, pull, dan pass marketing public relations, yaitu dengan melakukan penampilan di berbagai acara musik, membuat video challenge di TikTok, mengadakan showcase comeback dan fansign¸ melakukan konferensi pers dan wawancara dengan berbagai majalah, dan masih banyak yang lainnya.

In recent years, the popularity of K-Pop has risen incredibly all around the world. Due to the rising popularity of K-Pop, many new K-Pop groups were born and the number continues to increase every year. With many K-Pop groups existing at the moment, the competition between them becomes tougher and they need to have their own strategy to promote themselves in order to get more known by the public.
This paper aims to analyze the application of marketing public relations strategy used by the K-Pop group Seventeen to promote their own group. Seventeen themselves is one of many K-Pop groups that have a high popularity and is known as a self-produced idol group by the public because of their ability to produce their own songs.
The analysis was done by desk research and the result shows that Seventeen has been using marketing public relations strategy to promote their group through push, pull, and pass strategy. The strategy has been carried in various activities, such as performing on music shows, making video challenges on TikTok, holding comeback showcases and fan-signing events, doing press conferences and interviews with various magazines, and many others.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>