Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162035 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rakhen Naufal Rifananda
"Beberapa penelitian menemukan berbagai beban dan kekhawatiran mengenai masa depan yang dimiliki oleh Generasi sandwich. Kekhawatiran yang dimiliki meliputi kondisi finansial di masa depan dan kondisi kesehatan orang tua yang sudah lansia. Kekhawatiran tersebut memiliki konsekuensi terhadap kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan subjektif mereka. Memiliki ekspektasi positif mengenai masa depan, atau biasa disebut sebagai optimisme, diduga dapat mengurangi efek buruk dari berbagai kekhawatiran tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat hubungan antara optimisme dan kesejahteraan subjektif. Jumlah partisipan penelitian adalah 128 orang dalam rentang umur 35-60 tahun yang menanggung kebutuhan anak dan keluarganya dalam waktu yang bersamaan. Hasil analisis Pearson correlation menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara optimisme dan kesejahteraan subjektif. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk generasi sandwich, semakin tinggi optimisme akan semakin tinggi kesejahteraan subjektifnya.

Several studies have found various burdens and worries sandwich generation has regarding the future. Future financial state and their parents’ deteriorating health are one of their biggest concerns. These worries have negative consequences on their physical health, mental health, and their subjective well-being. Having a positive expectation regarding the future, also known as optimism, is thought to be able to negate the negative effects their worries have. The purpose of this study was to examine the relationship between optimism and subjective well-being. There were 128 participants ranging from 35-60 years of age who actively take care of their children and parents at the same time. Pearson correlation analysis of the data has shown that there is a significant positive relationship between optimism and subjective well-being. This can be interpreted that for sandwich generation, the higher the optimism the higher their subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmayanti
"Menjalani kehidupan sebagai generasi sandwich menyebabkan seseorang memiliki tanggungan diri sendiri, anak, orangtua, dan mungkin kakek atau nenek dalam waktu bersamaan. Situasi ini menimbulkan berbagai faktor risiko yang dapat memengaruhi kesejahteraan subjektif dalam dirinya. Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara regulasi emosi positif dengan kesejahteraan subjektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara regulasi emosi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich di Indonesia. Penelitian ini bersifat korelasional dengan melibatkan responden generasi sandwich berusia 35-60 tahun (N=146). Terdapat dua alat ukur penelitian yang digunakan yaitu, skala kesejahteraan subjektif dan skala regulasi emosi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich.

Life as the sandwich generation causes a person to have dependents for themselves, children, parents, and maybe grandparents at the same time. This situation raises various risk factors that can affect subjective well-being in him. Several studies said that there is a relationship between positive emotion regulation and subjective well-being. The purpose of this study was to determine whether there is a relationship between emotion regulation and subjective well-being of the sandwich generation in Indonesia. This research is correlational by involving sandwich generation respondents aged 35-60 years (N=146). There are two scales used, namely, the subjective well-being scale and the emotional regulation scale. The results of the analysis show that there is no significant positive relationship between emotion regulation and subjective well-being in the sandwich generation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Salma Santosa
"Menjalankan perannya dalam mengasuh anak dan merawat orang tua pada saat yang bersamaan membuat generasi sandwich rentan mengalami stres, depresi, dan juga kesulitan dalam mengelola segala tuntutan yang dimilikinya. Hal ini dapat mengganggu kesejahteraan subjektifnya. Resiliensi diketahui memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Desain korelasional digunakan melibatkan 129 orang dewasa pada usia menengah antara 35 dan 60 tahun yang mengemban peran ganda dalam merawat orang tua dan anak-anak mereka. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Kesejahteraan Subjektif dan The-14 Resilience Scale (The-14 RS). Temuan penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata resiliensi dan kesejahteraan subjektif tinggi. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Temuan ini menunjukkan bahwa tingkat resiliensi yang tinggi berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi di antara individu dalam generasi sandwich.

The simultaneous role of caring for children and taking care of their parents exposes the sandwich generation to potential stress, depression, and difficulties in managing their responsibilities, ultimately affecting their Subjective Well-Being. Resilience has been recognized as a factor that positively influences Subjective Well-Being. Therefore, this study aimed to investigate the relationship between resilience and Subjective Well-Being in the sandwich generation. A correlational design was employed, involving 129 middle-aged adults aged between 35 and 60 who assumed dual caregiving roles for their parents and children. The Subjective Well-Being Scale and The-14 Resilience Scale (The-14 RS) were used as measurement tools. The research findings revealed high average scores for resilience and Subjective Well-Being. Furthermore, the results indicated a significant positive association between resilience and Subjective Well-Being in the sandwich generation. This finding suggests that higher levels of resilience correspond to elevated levels of Subjective Well-Being among individuals in the sandwich generation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Yazid Habibah
"Pengalaman membesarkan anak dan merawat orang tua dalam satu waktu yang dialami generasi sandwich menuntut untuk menjalankan dua perannya dengan seimbang. Tanggung jawab ini tidak terlepas dari berbagai macam tantangan yang rentan mengganggu kesejahteraan subjektif individu. Welas asih diri diduga dapat berkaitan dengan kesejahteraan subjektif individu. Penelitian dilakukan menggunakan desain korelasional kepada 130 dewasa madya dengan rentang usia 35-60 tahun yang merawat serta mengasuh anak dan orang tua. Tujuan penelitian ini adalah melihat adanya hubungan antara welas asih diri dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Alat ukur yag digunakan adalah Skala Kesejahteraan Subjektif dan Self-Compassion Scale Short Form (SCS-SF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa welas asih diri secara signifikan berkorelasi positif dengan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Hal ini mengimplikasikan welas asih diri dapat menjadi intervensi untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich.

The experience of raising children and caring for parents at the same time experienced by the sandwich generation demanded that they carry out their two roles in a balanced way. This responsibility is inseparable from various kinds of challenges that are prone to disrupting individual subjective well-being. Self-compassion is thought to be related to individual subjective well-being. The study was conducted using a correlational design with 130 middle adults aged around 35-60 years who cared for their parents and children simultaneously. The purpose of this study was to see a relationship between self-compassion and subjective well-being in the sandwich generation. The measuring tools used are Skala Kesejahteraan Subjektif and Self-Compassion Scale Short Form (SCS-SF). The result showed that self-compassion was positively significant correlated with subjective well-being in sandwich generation. This implies self-compassion can be an intervention to improve subjective well-being in sandwich generation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Audrey Hana
"Dalam menjalankan perannya, generasi sandwich memiliki berbagai tantangan yang salah satunya berkaitan dengan aspek finansial. Untuk mengatasi tantangan tersebut, generasi sandwich perlu mengatasinya dengan bekerja. Namun, bekerja berpotensi untuk memunculkan konflik pekerjaan-keluarga pada generasi sandwich yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektifnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Sebanyak 111 partisipan berusia 35–65 tahun yang merupakan pekerja diukur menggunakan Skala Kesejahteraan Subjektif serta Skala Konflik Pekerjaan-Keluarga. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Pearson Correlation, ditemukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan intervensi seperti apa yang perlu diberikan kepada generasi sandwich agar dapat mengurangi konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan.

The sandwich generation faces several challenges in fulfilling its roles, one of which is financial. The sandwich generation had to work hard to overcome these challenges.  However, the sandwich generation may experience work-family conflict as a consequence of employment, which may affect their subjective well-being. The purpose of this study is to examine the relationship between subjective well-being and work-family conflict in sandwich generation. 111 employed participants between the ages of 35 and 65 were assessed using the Work-Family Conflict Scale and the Subjective Well-Being Scale. According to the findings with an analysis using the Pearson Correlation, there is a significant negative relationship between work-family conflict and subjective well-being in the sandwich generation. Given the result of this research, it can be decided what kinds of interventions should be provided for the sandwich generation to minimize their perceived work-family conflict."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Ainina Cahyaningtyas
"Dukungan sosial ditemukan dapat berperan sebagai variabel penyangga ketika individu mengalami situasi stres. Peranan ini menjadi penting ketika individu mengalami kondisi stres yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Pada situasi ekonomi yang mengalami kenaikan, kelompok generasi sandwich yang berperan untuk mengurus orang tua dan anak dalam satu waktu menjadi rentan untuk mengalami stres finansial yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Terkait dengan hubungan tersebut, penelitian ini mengkaji peran dari dukungan sosial sebagai variabel moderator pada hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif. Penelitian ini melibatkan 135 responden generasi sandwich berusia 35-60 tahun yang memberikan dukungan finansial kepada anak dan orang tua. Analisis korelasional Pearson yang dilakukan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif menunjukkan adanya korelasi negatif yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi stres finansial maka akan semakin rendah kesejahteraan subjektif individu. Meskipun demikian, tidak terdapat peran moderasi yang signifikan dari dukungan sosial dalam hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif.

Previous studies found that social support could have a moderating effect during one’s stressful situation. This role became important as the individual experienced a stressful situation that could have a negative impact towards its well-being. During the economic situation where inflation arises, the sandwich generation group whose role is to take care of parents and children at one time became vulnerable to experience financial stress which can have a negative impact on their subjective well-being. Related to this relationship, this study examined the role of social support as a moderator variable. This study involved 135 sandwich generation respondents, ranging from 35 to 60 years old, who provided financial support to their children and parents. Pearson’s correlation analysis conducted between financial stress and subjective well-being showed a significantly negative relationship, indicating that higher financial stress would lead to a lower subjective well-being. However, there is no significant moderating role of social support in the relationship between financial stress and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nuzul Raihan
"Saat ini, generasi Z sudah memasuki dunia kerja dan cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi jika tidak diberikan lingkungan kerja yang mendukung. Jadi, penting untuk melihat gaya kepemimpinan atasan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif generasi ini, salah satu gaya kepemimpinan yang dinilai cukup efektif adalah gaya kepemimpinan transformasional. Maka dari itu, penelitian ini hendak melihat hubungan antara gaya kepemimpinan atasan yang transformasional dan kesejahteraan subjektif pada pekerja generasi Z. Dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional, penelitian ini melibatkan 101 partisipan yang berusia 20-28 tahun di wilayah Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah The PERMA-Profiler untuk mengukur kesejahteraan subjektif dan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) 5X untuk mengukur kepemimpinan transformasional. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan atasan yang transformasional dan kesejahteraan subjektif (r = 0,525; p < 0,001; one-tailed). Temuan ini menekankan pentingnya implementasi gaya kepemimpinan transformasional untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja generasi Z.

Currently, Generation Z has entered the workforce and tends to experience higher stress levels if not provided with a supportive work environment. Therefore, it is important to identify the appropriate leadership style to enhance the subjective well-being of this generation, one leadership style considered effective is transformational leadership. This study investigates the relationship between superiors’ transformational leadership style and subjective well-being in Generation Z workers. Using a quantitative correlational method, this research involved 101 participants aged 20-28 in the Greater Jakarta area. The measurement tools used in this study are The PERMA-Profiler to measure subjective well-being and the Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) 5X to measure transformational leadership. The results showed a significant positive relationship between superiors’ transformational leadership style and subjective well-being (r = 0.525, p < 0.001, one-tailed). These findings highlight the importance of implementing transformational leadership to enhance the well-being of Generation Z employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Raditya Ramadhan
"Penelitian terdahulu menemukan penurunan kesejahteraan subjektif pada Generasi-Z lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Seiring masuknya Generasi-Z ke dunia kerja, tercatat karyawan Generasi-Z dari berbagai negara cenderung "pindah-pindah pekerjaan" yang menandakan rendahnya komitmen organisasi. Oleh karena itu, penting untuk meneliti hubungan antara kesejahteraan subjektif dan komitmen organisasi karyawan Generasi-Z di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan 113 partisipan karyawan Generasi-Z berusia 20-28 tahun. The PERMA-Profiler digunakan untuk mengukur kesejahteraan subjektif dan Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) untuk mengukur komitmen organisasi. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif signifikan antara kesejahteraan subjektif dan dua dimensi komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, r = 0,278, p <,001 (one-tailed) dan komitmen normatif r(113) = 0,368, p <,001 (one-tailed). Namun, tidak ditemukan hubungan antara kesejahteraan subjektif dan komitmen berkelanjutan r(113) = 0,124, p >,001 (one-tailed). Temuan ini mengimplikasikan pentingnya bagi perusahaan untuk mengambil langkah konkret seperti memberikan apresiasi yang setimpal dan membangun lingkungan kerja sehat guna memperkuat komitmen organisasi karyawan Generasi-Z di Indonesia, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produktivitas dan efektivitas organisasi.

Previous studies found a greater decline in subjective well-being among Generation Z compared to previous generations. As Generation Z enters the workforce, employees from this generation across various countries show a tendency to "job-hopping," indicating low organizational commitment. Therefore, it is essential to examine the relationship between subjective well-being and organizational commitment among Generation Z employees in Indonesia. This study used a quantitative correlational method with 113 Generation Z employee participants aged 20-28. The PERMA-Profiler was used to measure subjective well-being, and the Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) was used to measure organizational commitment. The results showed a significant positive correlation between subjective well-being and two dimensions of organizational commitment: affective commitment, r = 0.278, p < .001 (one-tailed), and normative commitment, r(113) = 0.368, p < .001 (one-tailed). However, there was no significant relationship between subjective well-being and continuance commitment, r(113) = 0.124, p > .001 (one-tailed). These findings imply the importance for companies to take concrete steps such as providing appropriate recognition and creating a healthy work environment to strengthen the organizational commitment of Generation Z employees in Indonesia, which in turn will positively impact overall organizational productivity and effectiveness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Namira Pertiwi Isma
"Penelitian ini dilakukan pada 66 pasien yang sedang menjalani program rehabilitasi medik. Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran optimisme dan subjective well-being serta hubungan keduanya pada pasien yang sedang menjalani program rehabilitasi medik. Dari pengukuran menggunakan Life Orientation Test-Revised dan Subjective Happiness Scale,hasil menunjukkan tidak terdapat hubungan yan signifikan antara optimimse dan subjective well-being pada pasien yang sedang menjalani program rehabilitasi medik. Secara umum, mereka memiliki optimisme yang sedang dan tinggi, serta termasuk ke dalam kategori orang yang bahagia. Optimisme serta subjective well-being tidak ditemukan berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, serta jenis program rehabilitasi mereka.

This research is conducted with 66 medical rehabilitation patients. The purposeis to describe optimism, subjective well-being, and the relationship between the two in patients within a medical rehabilitation program. Using the Life Orientation Test-Revised and Subjective Happiness Scale, the result showed that optimism is not significantly correlated with subjective well-being among patients in a rehabilitation program. Generally, the patients’optimism are moderate and high, and so does their subjective well-being. There was no optimism and subjective well-being diferrences found in patients, based on their age, gender,occupation, education, marital status, and medical rehabilitation program."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizki Alfiansyah
"Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang menjadi masa kritis dan rentan bagi setiap individu. Masa ini turut menjadi tantangan bagi individu dengan menghadirkan sejumlah konflik dan perubahan pada beragam aspek kehidupan, seperti halnya masalah peralihan, kebingungan identitas serta masalah psikologis lainnya. Salah satu kelompok yang terdampak atas hal ini ialah remaja yang tinggal di panti asuhan dengan segala kompleksitas masalah yang dihadapinya sebagai anak telantar. Sehubungan dengan ini, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa segala tantangan yang dihadapi remaja dapat diatasi dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dari keluarga, pengasuh, dan teman sebaya serta tingkat optimisme dengan kesejahteraan subjektif pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan Sosial Anak Putra Utama 3 Tebet. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui sebaran angket (kuesioner) dan penentuan sampel menggunakan teknik total sampling terhadap 63 responden. Alat ukur kesejahteraan subjektif disusun berdasarkan instrumen SWLS (Satisfaction with Life Scale), sementara dukungan sosial mengacu pada ISEL (Interpersonal Support Evaluation), dan optimisme mengacu pada ASQ (Attributional Style Question). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja PSAA PU 3 Tebet memiliki tingkat yang rendah pada keseluruhan variabel mencakup kesejahteraan subjektif, dukungan sosial, dan optimisme. Selain itu, uji korelasi bivariat menggunakan Kendall’s tau-b menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,269 dan sig. 0,035<0,05. Kemudian, terdapat pula hubungan signifikan antara dukungan sosial pengasuh dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,331 dan sig. 0,009<0,05. Selain itu, ditemukan hubungan signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,364 dan sig. 0,004<0,05. Sementara itu, uji korelasi pada variabel optimisme menunjukkan tidak terdapat hubungan antara optimisme dengan kesejahteraan subjektif dengan nilai sig. 0,924>0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa Ha₁, Ha₂, Ha₃ ditolak dan Ho₁, Ho₂, Ho₃ diterima, sementara Ha₄ diterima dan Ho₄ ditolak.

Adolescence is a transitional period from childhood to adulthood that is critical and vulnerable for every individual. This phase presents various challenges, including conflicts and changes in multiple aspects of life, such as transition problems, identity issues and other psychological problems. One group significantly affected by these challenges is adolescents living in orphanages, facing the complexities of being abandoned children. Findings indicate that high levels of subjective well-being can help adolescents overcome these challenges. This study aims to examine the relationship between the perceived social support from family, caregivers, and peers, as well as the level of optimism, and the subjective well-being of adolescents residing at the Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet orphanage. This research employs a descriptive quantitative approach, collecting data through questionnaires and using total sampling to select 63 respondents. The subjective well-being measurement tool is based on the Satisfaction with Life Scale (SWLS), while social support is evaluated using the Interpersonal Support Evaluation List (ISEL), and optimism is measured using the Attributional Style Questionnaire (ASQ). The results indicate that most adolescents at PSAA PU 3 Tebet exhibit low levels across all variables, including subjective well-being, social support, and optimism. Furthermore, bivariate correlation tests using Kendall’s tau-b reveal significant relationships between family social support and subjective well-being (R=0.269, p=0.035<0.05), caregiver social support and subjective well-being (R=0.331, p=0.009<0.05), and peer social support and subjective well-being (R=0.364, p=0.004<0.05). However, the correlation test for the optimism variable shows no significant relationship with subjective well-being (p=0.924>0.05). These findings indicate that hypotheses Ha₁, Ha₂, and Ha₃ are rejected, while hypotheses Ho₁, Ho₂, and Ho₃ are accepted. Conversely, hypothesis Ha₄ is accepted, and hypothesis Ho₄ is rejected."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>