Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219247 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifa
"

Fenomena 'Barbenheimer' yang muncul di X pada tahun 2023 merupakan tren meme yang memengaruhi persepsi dan minat pengguna terhadap film Barbie dan Oppenheimer. Meme ini menciptakan gelombang viral dengan mengeksploitasi kontras antara kedua film tersebut. Melalui analisis kualitatif terhadap tweet, penelitian ini mengungkap peran meme dalam memicu respons komedi, mempromosikan kedua film, dan menciptakan pemasaran viral. Tren 'Barbenheimer' memberikan dampak positif bagi industri bioskop dengan meningkatkan kunjungan dan memperkenalkan konsep double feature. Namun, fenomena ini juga menimbulkan kontroversi, terutama di Jepang, yang menyoroti potensi konsekuensi negatif ketika humor membahas topik-topik yang sensitif. Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam tren 'Barbenheimer', dengan fokus pada persepsi dan reaksi publik, keterlibatan dengan film Barbie dan Oppenheimer, serta peran meme dalam pemasaran. Penelitian ini menyoroti kekuatan pemasaran digital melalui media sosial sambil mengenali tantangan dalam konteks global yang beragam.


The ‘Barbenheimer’ phenomenon that appeared on X in 2023 is a meme trend influencing users' perception and interest in Barbie and Oppenheimer movies. This meme created viral waves by exploiting the contrast between the two movies. Through qualitative analysis of tweets, this research reveals the role of memes in triggering comedic responses, promoting both movies, and creating viral marketing. The ‘Barbenheimer’ trend positively impacted the cinema industry by increasing visits and introducing the double feature concept. However, this phenomenon has also caused controversy, especially in Japan, highlighting the potential for negative consequences when humor addresses sensitive topics. This study aims to deeply understand the 'Barbenheimer' trend, focusing on public perception and reaction, engagement with the Barbie and Oppenheimer movies, the role of memes in marketing. This research highlights the power of digital marketing through social media while recognizing the challenges in diverse global contexts.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Intan
"Tesis ini ingin menjawab permasalahan penelitian yaitu bagaimana representasi mitos femininitas di dalam film animasi Barbie (Barbie in the Nutcracker, Barbie as Rapunzel, dan Barbie of Swan Lake) dan bagaimana bentuk ideologi yang dihadirkan. Film-film ini menarik diteliti karena menggambarkan mitos feminitas yang dikonstruksi oleh Mattel. Film animasi yang teliti merupakan bentuk produk budaya mutakhir Mattel. Tesis ini dibuat untuk mengetahui cara bekerja ideologi dominan melalui mitos yang dikontruksi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode semiotik Barthes dan metode visual Dyer. Sedangkan dari aspek komunikasi menggunakan model dari van Zoonen.
Hasil penelitian menunjukan Mattel memakai mitos femininitas nilai Victoria pada ketiga film animasi Barbie seperti domestik (merawat, mengerjakan pekerjaan rumah), taat beribadah dan perawan. Nilai Victoria lainnya bahwa perempuan bersifat pasif digantikan dengan mitos girl power. Mitos girl power merupakan mitos yang popular sejak tahun 1990-an, menggambarkan bahwa seorang anak perempuan yang pemberani, aktif dan dapat menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi mitos girl power yang diambil Mattel hanya pada permukaan. Perjuangan perempuan untuk mendapatkan kebebasan dan otoritas diri `dihadiahi' sosok pangeran. Pada akhirnya film ini tidak jauh berbeda dengan dongeng Cinderella dan Putri Salju. Secara tersirat Mattel menyatakan bahwa heteroseksual sebagai orientasi seks yang satu-satunya. Mattel tidak ingin konstruksi perempuan yang dihadirkan dalam film ini menjadi ancaman para pemeluk ideologi dominan (orang tua, guru, pemuka agama dan kaum pemodal) sebagai pangsa pasar terbesarnya. Sedangkan melalui metode visual dari Dyer memperlihatkan bahwa Barbie masih merepresentasikan citra cantik perempuan yang bertubuh tinggi, putih dan langsing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herdiantyara Mardhika
"Ideologi gender yang mengacu pada peran-peran gender telah dikonstruksi dan memisahkan peran laki-laki dan perempuan dengan istilah feminitas dan maskulinitas. Ketika pandangan ideologi gender dipercaya oleh masyarakat kemudian membentuk sebuah hegemoni. Hegemoni juga disebarkan melalui budaya populer film. Seringkali, film memunculkan ketidaksetaraam gender dan membentuk perempuan sebagai kaum marginal di bawah dominasi kaum laki-laki. Namun fenomena hegemoni menciptakan pihak oposisi yang disebut dengan intelektual organik yang menciptakan suatu resistensi akan dominasi yang ada melalui film. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana counter-hegemony digambarkan dalam film Barbie (2023). Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, pendekatan kualitatif serta analisis wacana kritis yang digunakan untuk membedah teks dalam film dengan menempatkan posisi subjek-objek dan posisi penonton film Barbie (2023). Dari hasil analisis yang dilakukan, diketahui bahwa film Barbie (2023) menayangkan hegemoni yang terjadi ketika digambarkan oleh pemeran lawan seperti film-film pada umumnya. Kemudian muncul resistensi yang dilakukan oleh sutradara film yang juga merupakan intelektual organik melalui gagasan feminis yang disampaikan pada film Barbie dan kemudian menggambarkan counter-hegemoni stereotip gender dalam film Barbie (2023)

Gender ideology which refers to gender roles has been constructed and separates the roles of men and women using  the terms femininity and masculinity. When the views of gender ideology are believed by society, then hegemony is formed. Hegemony is also spread through popular film culture. Often, films raise gender inequality and shape women as marginal people under male domination. However, the phenomenon of hegemony creates an opposition party called organic intellectuals who creates resistance to existing domination through film. This research aims to find out how against hegemony depicted in the film Barbie (2023). This research uses a critical paradigm, a qualitative approach and Sara Mills' critical discourse analysis which is used to dissect the text in the film by placing the subject-object position and the position of the audience in the film Barbie (2023). From the results of the analysis carried out, it is known that the Barbie film shows the hegemony that occurs when portrayed by opposing actors, like films in general. Then resistance emerged by the film director who is also an organic intellectual through the feminist ideas conveyed in the film Barbie (2023) and then depicting counter-hegemony in the film Barbie (2023)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nixea Zahrany Tahir
"Tren penggunaan sneakers di kalangan anak muda, khususnya di Jakarta, mencerminkan perubahan nilai sosial karena sneakers tidak hanya dinilai dari fungsi utilitasnya, tetapi sebagai simbol status dan validasi sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana meme satire yang diunggah oleh akun @sltyhub di Instagram berkontribusi dalam membentuk citra merek sneakers melalui kritik terhadap perilaku konsumtif, strategi pemasaran manipulatif, hingga perilaku sneakerhead. Dengan menggunakan metode analisis konten, penelitian ini mengamati unggahan dari akun Instagram @sltyhub yang mencakup 10 unggahan meme satire terkait sneakers. Pengamatan mencakup isi konten berupa meme, caption, serta komentar yang relevan di setiap unggahan. Sebagai acuan analisis, penelitian ini menggunakan konsep citra merek yang terdiri dari dua dimensi utama, yaitu dimensi fungsional dan dimensi hedonis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meme satire memainkan peran signifikan dalam memengaruhi citra merek. Pada dimensi fungsional, meme satire mengungkap ketidaksesuaian antara fungsi asli produk dan penggunaannya di konteks sosial, sementara pada dimensi hedonis, meme ini menciptakan narasi emosional yang memperkuat atau melemahkan asosiasi sosial terhadap merek tertentu. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan bahwa meme satire tidak hanya alat hiburan, tetapi medium kritik sosial yang memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi konsumen terhadap merek secara kolektif di komunitas digital.

The trend of sneaker usage among youth people, particularly in Jakarta, reflects a shift in social values, as products are no longer judged solely for their utilitarian functions but also as symbols of status and social validation. This study aims to analyze how satire memes uploaded by the Instagram account @sltyhub contribute to shaping the brand image of sneakers through critiques of consumptive behavior, manipulative marketing strategies, and sneakerhead culture. Using content analysis methods, this study examines 10 satire meme posts from the Instagram account @sltyhub, focusing on their content, captions, and relevant comments. The analysis is guided by the concept of brand image, which comprises two main dimensions: functional and hedonic. The findings reveal that satire memes play a significant role in influencing brand image. In the functional dimension, satire memes highlight the mismatch between the original function of a product and its use in social contexts. In the hedonic dimension, these memes create emotional narratives that either reinforce or weaken social associations with certain brands. Moreover, this study reveals that satire memes are not merely a source of entertainment but also a medium of social critique capable of collectively shaping consumer perceptions of brands within digital communities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kerenhapukh Gavrila Ninda Wijaya
"Di beberapa tahun terakhir, penggunaan strategi retro marketing telah menjadi lazim digunakan oleh para merek karena dinilai dapat membentuk perilaku konsumen. Nostalgia yang menjadi kunci penting dalam retro marketing dengan efektif menawarkan pengalaman afektif dan emosional konsumen. Salah satu merek yang menggunakan strategi retro marketing adalah merek Barbie untuk mempromosikan filmnya dengan judul ‘Barbie’ (2023). Dengan mengangkat kasus kampanye pemasaran film Barbie (2023), penelitian ini bertujuan untuk meneliti penggunaan retro marketing dalam membentuk perilaku konsumen. Penelitian ini menggunakan konsep retro marketing, nostalgia, dan perilaku konsumen untuk membahas strategi pemasaran film Barbie (2023). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur dengan mencari sumber-sumber ilmiah yang sudah ada terkait dengan retro marketing, nostalgia dan perilaku konsumen. Secara keseluruhan, hasil dari strategi pemasaran yang ditelaah melalui empat elemen retro marketing dapat dikategorikan berhasil membentuk perilaku konsumen yang positif. Kesuksesan ini dilihat dari jumlah pendapatan film di Box Office, serta interaksi yang dihasilkan bersama para penggemar.

In recent years, the use of retro marketing strategies has become commonly used by brands because it is considered to be able to shape consumer behavior. Nostalgia is an important key in retro marketing by effectively offering consumers an affective and emotional experience. One brand that has used retro marketing strategy exceptionally well is the Barbie brand to promote its film entitled 'Barbie' (2023). By taking the case of the marketing campaign for the Barbie movie (2023), this research aims to examine the use of retro marketing in shaping consumer behavior. This research uses the concepts of retro marketing, nostalgia, and consumer behavior to discuss the marketing strategy for the film Barbie (2023). This research uses a qualitative approach with a literature study method by looking for existing scientific sources related to retro marketing, nostalgia and consumer behavior. Overall, the results of the marketing strategy examined through the four elements of retro marketing can be categorized as successful in forming positive consumer behavior. This success can be seen from the number of film revenue at the Box Office, as well as the interaction generated with fans.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Nisrina
"Penelitian ini bertujuan menggambarkan karakter wanita di film-film orisinil Netflix. Ada beberapa gerakan perempuan yang telah muncul di industri film, namun masih banyak masalah mengenai peran perempuan di dalam industri ini. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis bagaimana karakter dan peran wanita sesuai jenis kelaminnya dan menggolongkannya ke dalam dua kategori, yaitu sifat maskulin dan feminin. Ppenelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif, yaitu analisis konten.

This paper is about the portrayal of women in Netflix Original movies. There have been several movements of women empowerment in the film industry, however some are inapparent as there are still numerous issues rising on women`s roles in the industry. Therefore, this study sheds light on how female characters behave in accordance to their gender and be interpreted into two categories, masculine and feminine traits. Based on Muted-Group Theory, this study was carried out by using a quantitative method on content analysis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fayza Julia Pramesti Hapsari Prayoga
"Posisi Barbie sebagai “simbol feminisme” telah dipertanyakan karena representasinya atas pemberdayaan perempuan yang mengaitkan kesuksesan dengan pencapaian individu dan penampilan serta gaya hidup tertentu. Terlepas dari pesan feminis mengenai pilihan dan pemberdayaan, film Barbie (2023) yang disutradarai Greta Gerwig meneruskan narasi posfeminisme Barbie dengan mengangkat pendekatan individualistik terhadap pemberdayaan perempuan. Karya tulis ini menganalisis bagaimana posfeminisme dan, selanjutnya, feminisme neoliberal hadir di sepanjang film Barbie dan membahas ambivalensi gerakan feminisme dalam film tersebut. Dengan menganalisis adegan dan dialog dalam film Barbie dan menerapkan posfeminisme serta feminisme neoliberal sebagai kerangka konseptual, Karya tulis ini menemukan bahwa struktur masyarakat Barbie Land melekat dengan karakteristik posfeminisme. Selain itu, struktur kekuasaan di Barbie Land meniru struktur kekuasaan patriarki di Real World (Dunia Nyata) yang berusaha ditantang oleh narasi film Barbie. Solusi untuk patriarki yang ditawarkan berfokus kepada mengambil Kembali kekuasaan mutlak daripada mengatasi permasalahan yang ada di dalam struktur kekuasaan Barbie Land. Hasil studi ini mendorong kajian kritis terhadap budaya media posfeminis yang dapat berkontribusi terhadap tekanan individu yang dialami oleh perempuan dengan kedok “pemberdayaan.”

Barbie’s position as a “feminist icon” has been questioned due to her representation of women’s empowerment, which associates success with individual achievements and a particular look and lifestyle. Despite the feminist message of choice and empowerment, the live-action adaptation Barbie (2023), directed by Greta Gerwig, sustains the postfeminist narrative of Barbie as it promotes an individualistic approach to women’s empowerment. This paper analyses how postfeminism and, by extension, neoliberal feminism is present throughout Barbie and addresses the ambivalence of the feminist movement in the movie. By analysing scenes and dialogues in the film and applying postfeminism and neoliberal feminism as conceptual frameworks, the paper finds that the societal structure of Barbie Land adheres to the characteristics of postfeminism. Furthermore, the power structure in Barbie Land mimics the power structure of the Real World’s patriarchy that it supposedly challenges. The solutions to patriarchy that the movie offers focus more on regaining absolute power rather than addressing the issues within the power structure of Barbie Land. The findings call for a critical examination of postfeminist media culture, which may contribute to the individual pressures that women are experiencing under the guise of women’s empowerment."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Namiera Hamidah
"Tiktok is a global application that is typically used by brands to reach a large target audience. Many brands have been successful in using TikTok to increase brand awareness and popularity. In this study, the authors apply a qualitative descriptive research approach. One of the Indonesian products is MS Glow cosmetics which are becoming more widely known by utilizing Tiktok social media. One of the countries with the highest rates of TikTok usage as a marketing tool is known to be Indonesia. The current TikTok app has a lot of user-friendly features in addition to almost always having the most recent information. It is best if there are more social media platforms used for product marketing. The focus of this study is on what occurred rather than how or why it occurred. Observation and surveys are also used in this study to gather data. In this paper, brand journalism analysis is also used. Brand journalism has developed into the creation of content using journalistic techniques. It's crucial to provide evidence in support of the news's intent and the appropriate manner of dissemination on behalf of the brand. By analysing using brand journalism, MS Glow must understand that they must be more mindful of the content they post on social media and act as journalists in doing so.

.Tiktok adalah aplikasi global yang biasanya digunakan oleh sebuah merek untuk menjangkau audiens dengan target yang besar. Banyak brand telah berhasil menggunakan TikTok untuk meningkatkan kesadaran dan popularitas merek. Dalam penelitian ini, penulis menerapkan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Salah satu produk kosmetik di Indonesia adalah MS Glow yang semakin dikenal luas dengan memanfaatkan media sosial Tiktok. Indonesia dikenal menjadi salah satu negara dengan penggunaan aplikasi TikTok tertinggi di dunia untuk alat pemasaran. Selain fakta bahwa aplikasi TikTok saat ini memuat hampir semua informasi terbaru, aplikasi ini juga memiliki sejumlah fitur yang ramah pengguna. Semakin banyak platform yang digunakan untuk pemasaran produk di media sosial, akan semakin baik. Penelitian ini lebih memperhatikan apa yang terjadi daripada bagaimana atau mengapa hal itu terjadi. Penelitian ini juga menggunakan observasi dan survei untuk mengumpulkan data. Analisi menggunakan Brand Journalism juga digunakan dalam makalah ini. Brand journalism berkembang menjadi pembuatan konten yang menggunakan metode jurnalistik. Sangat penting untuk mengevaluasi kembali tujuan berita dan cara yang harus dibagikan atas nama brand. Dengan menggunakan Brand Journalism MS Glow harus bertindak sebagai jurnalis dengan memahami bahwa mereka harus lebih aware dengan konten yang mereka posting di social media. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Widyaputri Mulyono
"Riset ini bertujuan untuk melihat representasi diversitas pada mainan anak sebagai bagian dari budaya populer yaitu boneka Barbie People of Color Inspiring Women Series dalam membentuk citra keberagaman akan budaya, etnis, dan rasial, serta pekerjaan seorang perempuan. Barbie hingga kini masih menjadi ikon pop culture Amerika yang dijuluki perempuan berambut pirang bermata biru. Dalam melihat fokus tersebut, analisis ini akan menggunakan konsep representasi media, diversitas, dan mainan sebagai bagian dari budaya populer. Metode penelitian yang digunakan dalam riset ini yaitu studi literatur dan analisis semiotika Roland Barthes kepada tiga boneka Barbie yang diproduksi mengikuti tokoh perempuan berkulit berwarna (People of Color), yaitu Ibtihaj Muhammad, Frida Kahlo, dan Maya Angelou. Semiotika Roland Barthes akan membahas seputar signified (petanda) dan signifier (penanda) yang dikembangkan menjadi makna konotasi dan denotasi (Fiske, 2012). Berdasarkan temuan dari hasil riset ini, dapat disimpulkan bahwa Mattel sebagai produsen perusahaan mainan Barbie telah mengupayakan fokus mereka kepada seri Barbie Inspiring Women Series terutama pada tokoh People of Color yang mengandung pesan untuk mematahkan stereotip standar kecantikan Barbie menjadi lebih inklusif akan keragaman budaya dan lebih representatif untuk anak – anak di seluruh dunia.

This research aims to look at the representation of diversity in children's toys as part of popular culture, namely the Barbie People of Color Inspiring Women Series, which shaping the image of diversity in culture, ethnicity, and race, as well as woman’s occupation. Barbie is still an icon of American pop culture, represented as a blondehaired, blue-eyed woman. By looking through this focus, this analysis will use the concepts of media representation, diversity, and toys as part of popular culture. The research method used in this research is a literature study and semiotic analysis of Roland Barthes on three Barbie dolls produced following the People of Color female characters, namely Ibtihaj Muhammad, Frida Kahlo, and Maya Angelou. Roland Barthes' semiotics will discuss about signified and signifier which are developed into connotative and denotative meanings (Fiske, 2012). Based on the findings of this research, it can be concluded that Mattel as a producer of Barbie toy company has made efforts to focus their objectives on the Barbie Inspiring Women Series, especially on the People of Color character that contains a message to break the stereotype of Barbie's beauty standards to be more inclusive of cultural diversity and be more representative for children around the world."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadina Kania Trisna Putri
"Media sosial menjadi platform utama dalam pemasaran film era digital, memungkinkan interaksi langsung antara pembuat film dan audiens. Penelitian ini menganalisis peran User-Generated Content (UGC) dan Electronic Word of Mouth (eWOM) dalam meningkatkan engagement audiens melalui studi kasus film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film. Dengan pendekatan studi literatur dan analisis konten media sosial, penelitian ini menemukan bahwa UGC menciptakan buzz autentik melalui konten seperti meme, ulasan, dan video reaksi, yang mendorong eWOM secara signifikan. Kepercayaan terhadap sutradara, rumah produksi, dan elemen kreatif menjadi dasar munculnya brand evangelism, di mana audiens secara sukarela mempromosikan film. Strategi ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat membangun keterlibatan mendalam, menjadikan film ini contoh sukses pemasaran digital.

Social media has become a key platform for film marketing in the digital era, enabling direct interaction between filmmakers and audiences. This study analyzes the role of User-Generated Content (UGC) and Electronic Word of Mouth (eWOM) in enhancing audience engagement through the case of the film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film. Using a literature review and social media content analysis, the study finds that UGC generates authentic buzz through content like memes, reviews, and reaction videos, significantly driving eWOM. Trust in the director, production house, and creative elements serves as the foundation for brand evangelism, where audiences voluntarily promote the film. This strategy highlights how social media fosters deep engagement, making this film a successful example of digital marketing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>