Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28258 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohanes Capistrano Agung Widi Priambodo
"Konsumerisme merupakan suatu fenomena sosial yang tidak henti-hentinya diselidiki. Salah satu filsuf yang memberikan penjelasan mengenai konsumerisme dengan sangat baik adalah Jean Baudrillard. Sayangnya, analisis Baudrillard yang sangat mendalam itu disertai dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat. Hidup dan menulis karya yang kritis di akhir masa transisi sama sekali bukan kesalahan Baudrillard, hanya saja itu perlu diperbaharui sehingga lebih sesuai dengan apa yang konsumerisme perlihatkan di masa sekarang. Sikap kritisnya terhadap Karl Marx dan sumbangannya mengenai hubungan manusia dan objek di dalam masyarakat konsumsi akan tetap menjadi pembuka yang tepat untuk masuk dalam diskursus konsumerisme. Tanpa mengabaikan analisis sosial budaya yang Baudrillard berikan, tulisan ini ingin mencoba untuk melihat kembali konsumerisme dengan pendekatan psikologi evolusionis, khususnya yang ditulis oleh Geoffrey Miller. Pendekatan ini merupakan pendekatan alternatif yang membedah kenyataan alamiah manusia sebagai makhluk biologis sekaligus primata sosial yang selalu berkomunikasi dengan sesamanya. Dengan pendekatan seperti ini, diskursus konsumerisme dapat berjalan baik di level biologis maupun budaya. Konsep-konsep seperti status dan tanda yang menjadi pemeran utama dalam masyarakat konsumsi akan dipertanyakan dan diuraikan kembali secara lebih merinci. Analisis yang lebih relevan mengenai konsumerisme ini akan menjelaskan mengapa konsumerisme sangat sulit untuk dibendung.

Consumerism is a social phenomenon that is constantly being investigated. One of the philosophers who provides a very good explanation of consumerism is Jean Baudrillard. Unfortunately, Baudrillard's in-depth analysis is accompanied by rapid technological developments. Living and writing critical works at the end of the transition period is not at all Baudrillard's fault, it is just needs to be updated so that it is more in line with what consumerism is showing today. His critical attitude towards Karl Marx and his contribution to the relationship between people and objects in consumption society will remain an appropriate opening to enter the discourse of consumerism. Without neglecting Baudrillard's socio-cultural analysis, this paper tries to re-look at consumerism with an evolutionist psychology approach, particularly that written by Geoffrey Miller. This approach is an alternative approach that dissects the natural reality of humans as biological beings as well as social primates who always communicate with each other. With this approach, consumerism discourse can run both at the biological and cultural levels. Concepts such as status and sign which are the main actors in the consumption society will be questioned and re-explained in more detail. This more relevant analysis of consumerism will explain why consumerism is so difficult to contain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Zulfikar
"Mengangkat topik kelangkaan di mana realitas dianggap sebagai hal yang langka karena kemajuan teknologi dan kemudahan memperoleh informasi dan kebutuhan konsumsi manusia. Menyebabkan gaya hidup konsumerisme berlebih sehingga menghilangkan esensi dari konsumsi itu sendiri. Tugas akhir ini berusaha menggambarkan ulang realitas konsumerisme yang baru, sehingga menciptakan realita peralihan dari kebiasaan konsumerisme pada umumnya. Cerita arsitektur yang disusun dalam ruang kota mencoba mengusulkan potensi lain dari mekanisme mengonsumsi dengan mengedepankan manusia sebagai pejalan kaki. Sehingga manusia dapat menjelajah bebas dalam ruang gabungan virtual dan realitas fisik.

In the topic of scarcity where reality is considered as rarity because of technological advances and the ease of gaining information and human consumption needs. Causing an excessive consumerism lifestyle thereby eliminating the essence of consumption itself. This final project seeks to redefine the new reality of consumerism, whereas creating an
alternate reality from the habits of consumerism in commonly occur. Architectural stories compiled in urban space try to propose other potential from the mechanism of consumption. Human as the main actor performing as pedestrian, roaming inside the hybridation of virtual and physical reality.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Amalia
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang hubungan yang terjalin antara sales assistant,
komoditas, dan customer (konsumen) dengan konsumerisme sebagai isu pokok
penelitian. Konsumerisme dapat dipahami sebagai paham yang menganggap
komoditas mewah sebagai ukuran kebahagiaan dan kesenangan. Penelitian ini
bermaksud menunjukkan bahwa konsumerisme bukan sekedar berbicara
mengenai hubungan antara customer dengan komoditas, namun terdapat peran
dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh sales assistant untuk
mengidentifikasi customer. Penelitian ini mengambil lokasi di Mal Pacific Place
yang terletak di kawasan Sudirman, Jakarta. Data-data yang digunakan dalam
skripsi ini diperoleh melalui wawancara, kajian pustaka, dan pengamatan.

ABSTRACT
This thesis discusses about the relationship between sales assistant, commodities,
and customer (consumer) with consumerism as the principal research topic.
Consumerism is an idea that considers luxury commodities as a measure of
happiness and pleasure. This research aims to demonstrate that consumerism is
not only sustained by the relationship between customer and commodities, but
also the important role of sales assistant‟s experiences and knowledge to identify
customer. The research was undertaken at Pacific Place Mall located in Sudirman,
Jakarta. The data used in this thesis were obtained through interviews, literature
review, and observations."
[, ], 2014
S55287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fani Abdillah
"Dewasa ini para pecinta sepatu kets atau ‘sneakerhead’ kian menguat dalam menunjukkan minatnya terhadap sepatu kets. Penelitian terdahulu seputar sneakerhead telah mengeksplorasi budaya, norma, identitas sosial, reproduksi kultural, serta nilai dan makna konsumsi dibalik sepatu kets. Akan tetapi, studi terdahulu belum mengaitkan fenomena Fear of Missing Out (FoMO) pada media sosial dalam mendorong konsumerisme pada sneakerhead. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana FoMO di kalangan sneakerhead pada media sosial Instagram menghasilkan konsumerisme. Hasil penelitian menyatakan bahwa FoMO di kalangan sneakerhead pada media sosial Instagram mendorong sneakerhead untuk mengonsumsi sepatu kets. Media sosial Instagram menguatkan FoMO dengan mempertontonkan citra ‘the Ideal Self’ sehingga tercipta hasrat untuk mengikuti budaya sepatu kets dan mengonsumsi sepatu. Disaat yang sama, FoMO menyebabkan sneakerhead memproduksi dan mendistribusikan konten sehingga memicu pengikutnya untuk mengonsumsi sepatu kets. Temuan juga memperlihatkan bahwa fitur ‘Turn-on notification’ dan algoritma Instagram juga berperan penting dalam memelihara FoMO, serta cerita-cerita dibalik sepatu kets dapat memproduksi hasrat konsumsi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam pada informan sneakerhead yang mengikuti akun @urbansneakersociety dan influencer sepatu kets di Instagram, serta tinggal di DKI Jakarta.

Nowadays, the sneaker lover or ‘sneakerhead’ are getting stronger in showing their interest in sneakers. Past research on sneakerheads has explored culture, norms, social identity, cultural reproduction, and the value and meaning of consumption behind sneakers. However, previous studies have not linked the Fear of Missing Out (FoMO) phenomenon on social media in encouraging sneakerhead consumerism. This study aims to explore how FoMO among sneakerheads on Instagram social media generates consumerism. The research findings state that FoMO among sneakerheads on Instagram social media encourages sneakerheads to consume sneakers. Social media Instagram strengthens FoMO by displaying the image of ‘the Ideal Self’ so as to create a desire to follow the sneakers culture and consume sneakers. At the same time, FoMO causes sneakerheads produce and distribute content that triggers their followers to consume sneakers. The findings also show that Instagram’s ‘Turn-on notification’ feature and algorithm also play an important role in maintaining FoMO, and that the stories behind sneakers can produce consumer desire. This study uses a qualitative method with in-depth interviews with sneakerhead who follow the @urbansneakersociety and sneaker influencers account on Instagram, and also live in DKI Jakarta.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mufid Fadhilah Anggitasari
"ABSTRAK
Artikel ini membahas Les Petits Enfants du Si cle sebagai sebuah karya sastra yang tidak hanya memiliki fungsi estetik saja, tetapi juga berfungsi sebagai cerminan realitas sosial dan media penyampai kritik. Les Petits Enfants du Si cle karya Christiane Rochefort adalah roman yang diterbitkan pasca Perang Dunia II. Karya ini menceritakan kehidupan Josyane dan keluarganya yang memanfaatkan tunjangan keluarga untuk bertahan hidup di era Les trente glorieuses masa kejayaan Prancis . Fokus tulisan ini adalah memperlihatkan realitas masyarakat konsumeris Prancis pasca Perang Dunia II yang cerminkan pada keluarga Josyane. Metode kualitatif digunakan untuk membahas fokus kajian secara deskriptif dan mendalam. Paham yang menjadi acuan dalam melihat gagasan konsumeris dalam karya ini adalah pemikiran Jean Beaudrillard mengenai masyarakat konsumeris Prancis pasca Perang Dunia II. Pendekatan struktural digunakan untuk melihat kesejajaran antara kedua gagasan konsumeris, yaitu gagasan yang ditunjukkan pada Les Petits Enfants du Si cle dengan gagasan Jean Beaudrillard.

ABSTRACT
This article discusses Les Petits Enfants du Si cle as a literary work that not only has an esthetic function, but is also used as a mirror reflection of social reality and a means to convey criticism. Les Petits Enfants du Si cle by Christiane Rocheforts is a novel published post World War II. It tells of the life of Josyane and her family who use their family rsquo s financial support to survive during Les trente glorieuses the French golden era . The focus of this article is to show the reality of the consumerist French society post World War II which is represented by Josyane rsquo s family. A qualitative method is used to discuss the focus of analysis which is descriptive and in depth. The idea used as a reference in observing the consumerist idea in this novel is the one expressed by Jean Baudrillard regarding the French consumerist society post World War II. A structural approach is used to observe the parallelism between these two consumerist ideas the idea expressed in Les Petits Enfants du Si cle and the idea expressed by Jean Baudrillard."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wulandari
"Budaya konsumerisme merupakan fenomena yang terjadi pada masyarakat saat ini, di mana barang-barang komoditas serta bagaimana cara masyarakatnya mengkonsumsi barang-barang tersebut telah menjadi sesuatu yang begitu penting. Keadaan ini tentu saja didorong oleh banyak faktor, terutama perkembangan yang terjadi di bidang teknologi informasi. Oleh karena itu, keberadaan media massa sebagai penghubung antara kapitalis sebagai produsen dengan konsumen telah menjadi sesuatu yang sangat besar pengaruhnya terhadap gaya hidup yang dimiliki masyarakat saat ini. Sebagai sarana informasi, kehadiran media massa memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, sehingga bukannya tidak mungkin semua informasi yang disajikan dapat menjadi suatu ukuran yang dipercaya oleh masyarakat. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terdapat dalam suatu masyarakat saat ini adalah nilai-nilai yang juga ikut dipenganihi oleh media. Sesuai dengan pendapat Jean Baudrillard, bahwa saat ini kita hidup di era hiperrealitas, dan media merupakan salah satu yang selalu menyajikan simulasi didalamnya, sehingga image serta peristiwa yang ditampilkan merupakan sesuatu yang palsu. Permasalahan mengenai nilai-nilai yang terdapat pada masyarakat budaya konsumerisme ini lah yang menjadi fokus penelitian ini. Penulis mengawalinya dengan melihat bagaimana media massa telah mempengaruhi masyarakat begitu kuat dalam pembentukan image terhadap sesuatu (misalnya tubuh ideal, cantik ideal, keluarga ideal, dan sebagainya), sehingga pada akhirnya masyarakat digiring untuk mengenal suatu nilai yang bersifat absolut. Mengatasi permasalahan ini, penulis melihat pentingnya kehadiran budaya tandingan (counterculture) dalam suatu masyarakat. Sebagai masyarakat yang memiliki nilai-nilai kultural yang sangat kental, pada saat ini masyarakat Indonesia juga hams menghadapi arus globalisasi. Mengikuti pemikiran Sebastian Kappen, sikap kritis terhadap nilai-nilai yang sudah ada, baik dari sisi tradisional maupun dari sisi global, sangat diperlukan dengan mengambil sisi positif dan humans dan keduanya agar kita bisa menyadari posisi kita dan mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Budaya konsumerisme merupakan fenomena yang telah terjadi pada masyarakat saat ini, namun untuk menjadi bagian dari budaya ini, bukan berarti kita harus larut ke dalamnya dengan mengikuti identitas palsu yang ditawarkan oleh kapitalis. Berdasarkan pendapat Michael Walzer, maka sangat penting untuk menghargai dan menyadari pluralisme yang terdapat dalam masyarakat. Walaupun saat ini kita selalu dihadapkan pada informasi dari media atau pun papan-papan reklame, namun mempertahankan nilai plural yang sudah dimiliki sangatlah penting untuk menunjukkan identitas kita yang sebenarnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S16165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faizal Pradhana Putra Masemi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah perbedaan preferensi gender dalam kegiatan berbelanja online masih terjadi hingga saat ini dimana pengguna internet antara laki-laki dan perempuan semakin menuju kata seimbang. Fokus yang ingin dilihat adalah dari segi tingkat emosional, tingkat kepraktisan, dan juga tingkat kepercayaan yang dirasakan oleh setiap individu dalam berbelanja online, yang dilihat hubungannya terhadap frekuensi belanja online dan pengeluaran belanja online. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara menyebarkan kuisioner yang dapat diisi secara online. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan lebih sering melakukan belanja online dibandingkan laki-laki, namun dalam hal total pengeluaran justru nilai yang dihasilkan oleh laki-laki lebih besar. Tingkat kepercayaan menjadi faktor terbesar bagi laki-laki dalam menentukan seberapa sering dan seberapa besar mereka melakukan kegiatan berbelanja online. Sifat risk aversion secara umum yang dimiliki oleh laki-laki memiliki pengaruh terhadap kegiatan mereka dalam belanja online, sedangkan perempuan tidak ada pengaruh yang signifikan.Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah perbedaan preferensi gender dalam kegiatan berbelanja online masih terjadi hingga saat ini dimana pengguna internet antara laki-laki dan perempuan semakin menuju kata seimbang. Fokus yang ingin dilihat adalah dari segi tingkat emosional, tingkat kepraktisan, dan juga tingkat kepercayaan yang dirasakan oleh setiap individu dalam berbelanja online, yang dilihat hubungannya terhadap frekuensi belanja online dan pengeluaran belanja online. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara menyebarkan kuisioner yang dapat diisi secara online. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan lebih sering melakukan belanja online dibandingkan laki-laki, namun dalam hal total pengeluaran justru nilai yang dihasilkan oleh laki-laki lebih besar. Tingkat kepercayaan menjadi faktor terbesar bagi laki-laki dalam menentukan seberapa sering dan seberapa besar mereka melakukan kegiatan berbelanja online. Sifat risk aversion secara umum yang dimiliki oleh laki-laki memiliki pengaruh terhadap kegiatan mereka dalam belanja online, sedangkan perempuan tidak ada pengaruh yang signifikan.

ABSTRACT
This study aimed to see if the difference of gender preference in online shopping still happens to this day. Our focused are about the emotional level, the level of practicality, and also the level of trust felt by every individual in terms of online shopping, which views its relationship towards the frequency of online shopping and the total amount spent on online shopping. The technique of data collection is done by questionnaire that can be filled online. on online shopping done by women. This research found that women are more often do online shopping than men, but in terms of total spending, men spend more than women. Level of trust become the biggest factor for men in deciding how often they do online shopping and how much money they spend in online shopping. The nature of risk aversion generally owned by men have influence on their activities in online shopping, while women no significant effects."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Fahnasya
"Pada era kapitalisme lanjut, masyarakat terus menerus dirayu untuk menjadikan konsumsi sebagai gaya hidup melalui berbagai cara yang mengakibatkan gaya hidup menjadi sentral dalam kehidupan masyarakat. Tulisan ini ingin membahas konsumerisme yang terus menerus direproduksi melalui gaya hidup konsumsi. Pendekatan rasionalitas low-information dan rasionalitas instrumental menjadi dua pendekatan dalam banyak studi-studi sebelumnya dalam mengkaji masyarakat konsumer. Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalitas ekologis karena menggarisbawahi pentingnya jaringan interaksi dalam suatu lingkungan spesifik. Untuk mengkaji mengenai pekerja imaterial, pendekatan ini dirasa lebih sesuai karena penelitian ini berargumen bahwa pekerja imaterial terus menerus mereproduksi konsumerisme dipengaruhi oleh lingkungan pekerjaannya secara partikular. Metode yang dilakukan dalam tulisan ini adalah wawancara mendalam dengan pekerja pada bidang firma hukum di Jakarta sebagai informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan pekerjaan, gaya hidup konsumsi, serta identitas sosial seorang pekerja firma hukum sebagai pekerja imaterial yang terbentuk dari aspek-aspek seperti kegiatan pekerjaan, hiburan pada waktu luang, dan pembelian barang-barang bermerk menjadikan konsumerisme terus tereproduksi dan jerat kapitalisme terus menguat.

In the late capitalism era, society was continuously seduced to make consumption as a lifestyle through every way possible which made lifestyle became the central of peoples lives. This writing discusses about reproduced consumerism through consumption lifestyle. Low information rationality and instrumental rationality became the most frequent approach to be used on previous studies to explain the consumer society, while this writing tries to use the ecological rationality approach to underline and emphasizes the importance of interaction network in a specific environment. This paper argues that law firm workers as immaterial labor kept on reproducing consumerism which was affected particularly by its working environment. In depth interview with law firm workers in Jakarta as the informants was used as the methods of this writing. This research resulted that working environment which contain of peer pressure, office rules SOP, tasks position, working activities, social identity, and relation with clients build up a consumption lifestyle in law firm workers which shown in their physical appearance, also includes after midnight leisure and brand image consumption. This consumption lifestyle creates an endless chain of consumerism reproduction inside the working environment of law firm workers as immaterial labor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farahdilla Aulya
"Perkembangan budaya Korea semakin meluas hingga berbagai produk Korea dikenal oleh pasar Indonesia. Korea Selatan memiliki produk-produk populer yang dikagumi oleh konsumen Indonesia karena ketertarikan masyarakat terhadap ragam budaya Korea. Industri makanan Korea yang semakin tersebar luas membuat kimchi sebagai makanan khas Korea berhasil populer sehingga memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen. Dengan teknik pengambilan sampel sebanyak lima responden dengan karakteristik, berdomisili di Jakarta dan sudah menjadi konsumen kimchi. Analisis data dilakukan dengan metode analasis deskriptif dan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini menelaah kimchi dengan perilaku konsumen untuk melihat kelas sosial di masyarakat. Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan berdasarkan pembelian dan konsumsi kimchi melihat indikator yang digunakan yaitu gaya hidup, relasi sosial dan keadaan ekonomi yang dihasilkan individu dapat memperjelas perilaku dan status sosial mereka. Kimchi sebagai makanan impor dengan harga premium menjadi penentu konsumen berada dalam kelas sosial atas, menengah atau bawah. Faktor kenyamanan, kepercayaan dan psikologis perilaku konsumen menjadi faktor yang berpengaruh dalam praktik makan kimchi. Faktor kepuasaan mencerminkan yang paling dominan dalam penentu perilaku konsumen terhadap produk kimchi yang beredar di pasaran seperti di restoran Korea atau supermarket. Hal tersebut menunujukkan terbentuknya kelas sosial berdasarkan variasi perilaku konsumen yang secara signifikan saling berpengaruh.

The development of Korean culture is expanding so that various Korean products are recognized by the Indonesian market. South Korea has popular products that are admired by Indonesian consumers because of the public's interest in Korean cultural diversity. The Korean food industry is becoming more and more widespread, making kimchi as a Korean food popular, so that it has an influence on consumer behavior. With a sampling technique of five respondents with characteristics, domiciled in Jakarta and have become consumers of kimchi. Data analysis was carried out using descriptive analysis methods and qualitative approaches. The purpose of this study is to examine kimchi with consumer behavior to see social class in society. The results of research and analysis conducted based on the purchase and consumption of kimchi saw the indicators used, namely lifestyle, social relations and economic conditions produced by individuals to clarify their behavior and social status. Kimchi as imported food with premium prices determines whether consumers are in the upper, middle or lower social class. Convenience, trust and psychological factors of consumer behavior are factors that influence the practice of eating kimchi. The satisfaction factor reflects the most dominant factor in determining consumer behavior towards kimchi products on the market such as in Korean restaurants or supermarkets. This shows that the formation of social class based on variations in consumer behavior is mutually influential and significant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Anggani
"Jean Baudrillard mengungkapkan bahwa fungsi konsumsi dalam masyarakat adalah sebuah elemen struktural dalam hubungan sosial. Konsumsi bukan hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan, namun juga untuk membedakan diri. Ia menganggap bahwa konsumsi merupakan inti dari ekonomi, sehingga objek konsumsi mengatur masyarakat. Artikel ini bertujuan untuk memberikan sumbangan informasi mengenai fenomena masyarakat konsumsi yang terlihat melalui menjamurnya gerai 7-11 atau Seven Eleven yang terjadi dewasa ini dengan menggunakan pemikiran Jean Baudrillard sebagai landasan untuk mengungkapkan pergeseran yang terjadi dalam struktur masyarakat, yang disebut sebagai masyarakat simulasi dan hiperrealitas.

Jean Baudrillard stated that the function of consumption in society is a structural element in social relation. Consumption, not only as a tool to meet the needs, but also to differentiate one self.He assumes that consumption is the core of the economy,therefor the object of consumption is controlling the society.This article aims to provide information about the consumer society phenomenonthat is seen through the proliferation of outlets 7/11 or Seven Eleven that is happening today, using Jean Baudrillard thinking as a foundation to analyze modernism, to reveal the shifts that occur in the structure of society, which is referred to as the simulation and hyperreality.Behavioral tendencies of modern consumerist society and the examples isdescribed in this article.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>