Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Preesayji Ragahdho
"Skripsi ini membahas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 215/G/2017/PTUN.JKT kasus pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) inisial “OE” yang telah mengakui kesalahan bahwa tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah selama 173 hari kerja pada tahun 2015 dan 122 hari kerja pada tahun 2016 namun menolak untuk diberhentikan atas dasar asas kepastian hukum dan asas proporsionalitas serta surat pernyataan dari Direktur RSUD Dr. Soemarno Sosroatmodjo No: 445/100/RSUD-I/I/2017 tertanggal 27 Januari 2017 dan disposisi Bupati Bulungan sebagai izin untuk dapat masuk kerja dalam proses banding administratif. Permasalahan penelitian ini tentang: a. pemberhentian dalam putusan tersebut; dan b. pemberhentian yang merupakan cerminan dari asas kepastian hukum dan asas proporsionalitas (sebagai bagian dari Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik - AAUPB). Metode penelitian berbentuk yuridis normatif, berupa deskriptif-analitis dengan tipe diagnostik. Adapun alat pengumpulan data berupa studi dokumen terhadap data sekunder. Analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah: a. Pemberhentian PNS atas nama OE telah terbukti melakukan pelanggaran Disiplin PNS, yang bersangkutan mengakui ketidakhadirannya sebagai dalil gugatan pelanggaran atas asas kepastian hukum dan asas proporsionalitas telah dibuktikan dan patut untuk dikesampingkan; dan b. Pemberhentian PNS yang sesuai dengan AAUPB dapat menciptakan kepastian hukum bagi yang bersangkutan agar tidak menimbulkan kebingungan terhadap suatu aturan hukum dan implementasinya. Bahwa sanksi pemberhentian dijatuhkan dalam hal pelanggaran disiplin PNS. Kiranya pembinaan dan pengawasan ditingkatkan sehingga diperoleh PNS yang berkualitas baik di pusat dan daerah.

This undergraduate thesis discusses the Decision of the State Administrative Court No. 215/G/2017/PTUN.JKT in the case of dismissal of a Civil Servant (“PNS”) with the initials “OE” who has admitted to being absent from work without valid information for 173 working days in 2015 and 122 working days in 2016 but refused to be dismissed on the basis of the principle of legal certainty and the principle of proportionality as well as a statement from the Director of RSUD Dr. Soemarno Sosroatmodjo No: 445/100/RSUD-I/I/2017 dated 27 January 2017 and the disposition of the Bulungan Regent as a permit to enter work in the administrative appeal process. The problems of this research are about: a. dismissal in the decision; and b. dismissal which is a reflection of the principle of legal certainty and the principle of proportionality (as part of the General Principles of Good Governance - AAUPB). The research method is in the form of normative juridical, in the form of descriptive-analytical with a diagnostic type. The data collection tool is in the form of document studies on secondary data. Analysis with a qualitative approach. The results of this study are: a. The dismissal of a civil servant on behalf of OE has been proven to have violated the discipline of the civil servant, the person concerned admits his absence as the argument for a lawsuit for violation of the principle of legal certainty and the principle of proportionality has been proven and deserves to be ruled out; and b. Dismissal of civil servants in accordance with the AAUPB can create legal certainty for those concerned so as not to cause confusion over a rule of law and its implementation. That the sanction of dismissal is imposed in case of violation of civil servant discipline. It is hoped that coaching and supervision will be improved so that good quality civil servants are obtained at the center and regions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Kurniawati
"Pegawai yang melakukan tindak pidana dan penyelewengan dapat di berhentikan dari jabatannya sebagai Pegawai Negeri Sipil, yang menjadi masalah adalah banyak Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan merasa dirinya masih layak untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil, padahal sudah terbukti menjadi pelaku tindak pidana dan mendapatkan hukuman berdasarkan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Di dalam Undang Undang Aparatur Sipil Negara belum menjelaskan secara rinci mengenai sanksi admnistrasi kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana narkotika.Kejahatan Narkotika merupakan kejahatan yang luar biasa dan merupakan tindak pidana khusus, tindak pidana khusus berbeda dengan tindak pidana biasa dan pengaturannya juga berbeda dengan aturan pidana biasa. Untuk itu dibutuhkan aturan jelas mengenai tidak pidana narkotika yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah doctrinal. Tujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis Sanksi Administrasi Pegawai Negeri Sipil yang terlibat kasus pidana narkotika di Indonesia. Selain itu, memberikan analisis mengenai konsep Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana narkotika di Indonesia berdasarkan Peraturan Perundang Undangan dan menganalisis penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil terkait kasus pidana narkotika. Hasil dari penelitian adalah bahwa terdapat inkonsistensi antara Undang Undang kepegawaian dengan peraturan pendelegasiannya,serta dalam Hukum Kepegawaian di Indonesia masih belum membahas tentang tindak pidana berulang terutama dalam tindak pidana khusus berupa tindak pidana narkotika. Selain itu,  Hakim di Indonesia  memiliki perbedaan pendapat mengenai tindak pidana berencana dan tidak berencana, ada hakim yang mengganggap tindak pidana narkotika adalah tindak pidana berencana namun ada juga yang mengganggap narkotika adalah tindak pidana tidak berencana.

Civil Servants who commit criminal offenses and fraud can be terminated from their position as Civil Servants, the problem is that many dismissed Civil Servants feel that they are still eligible to become Civil Servants, even though they have been proven to be perpetrators of criminal acts and received sentences based on judicial decisions that are legally binding. The Law on State Civil Apparatus has not explained in detail about administrative sanctions for Civil Servants who commit narcotics crimes. Narcotics crimes are extraordinary crimes and are special crimes, special crimes are different from ordinary crimes and their arrangements are also different from ordinary criminal rules. For this reason, clear rules are needed regarding narcotics crimes committed by Civil Servants. The method used in this study is doctrinal. The purpose of this study is to analyze the administrative sanctions of civil servants involved in narcotics criminal cases in Indonesia. In addition, providing analysis of the concept of Disciplinary Punishment of Civil Servants who commit narcotics crimes in Indonesia based on laws and regulations and analyze the imposition of disciplinary punishment for Civil Servants related to drug criminal cases. The result of the study is that there are inconsistencies between the Civil Service Law and its delegation regulations, and in the Civil Service Law in Indonesia still does not discuss repeated crimes, especially in special crimes in the form of narcotics crimes. . In addition, judges in Indonesia have different opinions regarding premeditated and unplanned crimes, there are judges who consider narcotics crimes to be premeditated crimes but there are also those who consider narcotics to be unplanned crimes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Devita Apriyanti
"ABSTRAK
Kebijakan desentralisasi yang melimpahkan kewenangan pada kepala daerah untuk melakukan mutasi jabatan Aparatur Sipil Negara ASN berpeluang pada penyalahgunaan wewenang. Hal yang menjadi tantangan adalah peran strategis dan kekuasaan kepala daerah seringkali berorientasi pada tindakan-tindakan untuk menerapkan kewenangan diskresi sebesar-besarnya. Dalam penelitian terhadap kasus yang sama, hal tersebut mencerminkan apa yang disebut sebagai discretionary corruption. Hal ini ditegaskan oleh Lord Acton yang menyebutkan bahwa ldquo;all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely rdquo;. Penulisan ini mencoba untuk menjelaskan tentang kerentanan penyalahgunaan kewenangan diskresi oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN yang berpotensi pada kejahatan. Penulis menggunakan bad apple and bad barrel theory untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN.

ABSTRACT
The decentralization policy through which the authority is being delegated to the head of district to conduct the Civil Servant mutation could potentially trigger the abuse of authority. The challenging thing is that the strategic role and power of the head of district become increasingly focus on the implementation in which the power is manifested excessively. In a study of the same case, it reflects what is called discretionary corruption. This is confirmed by Lord Acton who mentions that all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely . This paper attempts to explain the vulnerability of abuse of discretion authority by the district head in the case of civil servant mutation which could potentially become crime. The author uses bad apple and bad barrel theory to analyze the factors causing vulnerability of abuse of authority by the head of district in civil servant mutation case. "
2017
TA-Pdf;
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Renius Albert Marvin
"UU Administrasi Pemerintahan telah melahirkan fiktif-positif sebagai suatu konsep tentang relasi dan komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah, berdasarkan mana sikap diam pemerintah yang tidak menanggapi permohonan dari masyarakatnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dianggap mengabulkan permohonan masyarakat tersebut. Namun demikian, keputusan yang dianggap dikabulkan berdasarkan fiktif-positif tersebut tidaklah lahir secara serta-merta, melainkan harus dimohonkan ke PTUN. Sebagai penelitian hukum normatif dengan tipologi penelitian preskriptif, penelitian ini mencoba menggali bagaimana hakim memeriksa permohonan fiktif-positif yang dapat terlihat dalam pertimbangan putusannya, dan bagaimana hakim seharusnya memberikan putusan terhadap permohonan fiktif-positif. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menganalisis 57 (lima puluh tujuh) putusan permohonan fiktif-positif dari PTUN Jakarta selama periode tahun 2016 sampai dengan 2018, penelitian ini mendapatkan simpulan adanya 8 (delapan) unsur yang akan dipertimbangkan oleh hakim di PERATUN dalam memeriksa permohonan fiktif-positif. Hakim di PERATUN sebagai ujung tombak perwujudan tujuan hukum, harus diberikan kebebasan untuk mewujudkan keadilan dalam putusannya sebagaimana diamanatkan oleh SEMA 1/2017 dengan menerapkan pemikiran Gustav Radbruch untuk memprioritaskan keadilan sebagai tujuan hukum dalam memutus permohonan fiktif-positif yang diperiksanya (spannungverhaltnis). Namun demikian, kebebasan hakim untuk mewujudkan keadilan dalam memeriksa permohonan fiktif-positif dibatasi hanya untuk tindakan atau keputusan tata usaha negara yang memberikan hak kepada pemohonnya.

Law on Government Administration has enacted fictious-approval as relation and communication concept between the citizens and the government, by not doing anything to a request submited by the citizen within determined period of time, will be considered as government`s approval to such request. However, governments approval by fictious-approval will not automaticly be held, it shall be requested to the Administrative Court. As a normative legal research with prescriptive research typologies, this reseach tries to explore how the judge in administrative court examine petition for fictious-approval which can be observed in their legal consideration of the verdict, and how should the judge give verdict on petition for fictious-approval. Using qualitative research methods by observing into 57 (fifty seven) verdicts on petition for fictious-approval issued by Jakarta Administrative Court from 2016 to 2018, this research concludes that there are 8 (eight) elements which be considered by judges in the Administrative Court in examining petition for fictious-approval. The judge in the Administrative Court as the center of investigation shall be given a freedom to persue justice in their decision as mandated by SEMA 1/2017 to apply Gustav Radbruchs principle in order to prioritize justice as a legal objective in every case which examined (spannungverhaltnis). However, the freedom of judges to ensure justice in examining petition of fictitious-positive shall also be limited to actions or state administrative decisions that give rights to the citizen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andie Hevriansyah
"Permasalahan penelitian pemberhentian Sekretaris Desa dengan menggunakan wewenang diskresi Kepala Desa studi putusan PTUN Bandung adalah Bagaimana kewenangan Kepala Desa mengelola Administrasi Kepegawaian perangkat desa? Bagaimana penggunaan wewenang diskresi Kepala Desa memberhentikan sekretaris desa? Bagaimana sikap PTUN Bandung memutus perkara pemberhentian sekretaris desa dengan diskresi Kepala Desa? Metode penelitiannya adalah penelitian yuridis normatif, tipologi preskriptif, jenis data sekunder, jenis bahan hukum primernya perundang-undangan administrasi pemerintahan, dan desa berserta peraturan turunannya, jenis bahan hukum sekunder yang digunakan buku dan jurnal ilmiah hukum administrasi negara, hukum administrasi kepegawaian, jenis bahan hukum tersier yang digunakan adalah black law dictionary, dan Kamus Besar lainnya. Data berupa deep interview dan perpustakaan online. Hasil penelitian dengan analisis argumentatif dapat disimpulkan, Kepala Desa memiliki wewenang atribusi untuk mengelola perangkat desa, Kepala Desa menggunakan wewenang diskresi memberhentikan Sekretaris Desa adalah hak prerogatif, sebagai problem solver, dengan prinsip rule of law, dan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Sikap PTUN Bandung membatalkan diskresi kepala desa karena melanggar asas tidak menyalahgunakan wewenang. Penulis menyarankan Kepala Desa dalam menggunakan diskresi untuk memperhatikan peraturan perundang-undangan, menggunakan AUPB, rule of law, dan asas penyelenggaraan pemerintah desa, untuk meminimalisir resiko gugatan ke PTUN, maka diskresi yang akan dikeluarkan dilakukan reviu oleh pejabat yang berwenang.

The problem research regarding the dismissal of the Village Secretary by using the the discretionary authority of the Head Village, the study of Bandung Administrative Court decision, is how the authority of the Village Head to manage the Village Apparatus Administration? How is use of the Village Head’s discretion to dismiss the Village Secretary? What is the attitude of the Bandung Administrative Court in deciding the case of dismissing the Village Secretary at the discretion of the Village Head? The research method normative judicial research, prescriptive typology, types of secondary data, types of primary legal materials, government administration, and village laws and regulations, types of secondary legal materials books and scientific journals of State administrative law, civil service administration law, types of tertiary legal materilas is black law dictionary, and other major dictionaries. The data are in the form of deep interviews and an online libraries. The result of the research with argumentative analysis can be concluded, the Village Head has attribution authority to manage the village apparatus, the Village Head uses the discretionary power to dismiss the Village Secretary as a prerogative, as a problem solver, with the principle of rule of law, and General Principles of Good Governance (AUPB) The attitude of the Bandung Administrative Court in this research case nullifies the Village Head’s discretion for violating the principle of not abusing authority. The Author advises the Village Head in using discretion to pay attention to statutory regulations, using General Principles of Good Governance, the rule of law, and the principles of village government administration, to minimize the risk of lawsuit against the State Administrative Court, so the discretion that has been issued must be reviewed fisrt by the authorized official."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Asmono
"Tesis ini membahas mengenai Kewajiban Pemberhentian Sementara Terhadap Pengangkatan Komisioner dan Anggota Lembaga Non Struktural Yang Berstatus Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, dikaitkan dengan mekanisme pengisian jabatan Komisioner Dan Anggota Lembaga Non Struktural. Dalam pengisian jabatan tersebut terdapat mekanisme yang berbeda antara komisioner atau anggota yang mewakili Pemerintah atau yang biasa disebut dalam peraturan perundangan-undangan sebagai Unsur Pemerintah dengan komisioner atau anggota yang melalui seleksi terbuka atau yang biasa disebut dalam peraturan perundangan-undangan sebagai Unsur Masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kewajiban pemberhentian sementara yang diatur dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara maupun Peraturan Pemerintah mengenai Dipilin PNS, tidak serta mengikat seluruh PNS yang diangkat sebagai Komisioner dan Anggota Lembaga Non Struktural. Disisi lain, aturan mengenai kewajiban pemberhentian sementara PNS dimaksud belum diatur mengenai sanksi bagi pihak terkait apabila kewajiban pemberhentian sementara PNS dilaksanakan saat semua persyaratan pemberhentian sementara PNS tersebut telah memenuhi syarat.

This thesis discusses the Temporary Suspension Obligation for the Appointment of Commissioners and Members of Non-Structural Institutions with the Status of Civil Servants as stipulated in Law Number 5 of 2014 concerning the State Civil Apparatus, associated with the mechanism for filling the positions of Commissioners and Members of Non-Structural Institutions. In filling the position, there is a different mechanism between commissioners or members representing the Government or commonly referred to in laws and regulations as Government Elements and commissioners or members who go through open selection or commonly referred to in laws and regulations as Community Elements.
Based on the results of the study, it was concluded that the temporary suspension obligation stipulated in the State Civil Apparatus Law and Government Regulations regarding the Election of Civil Servants, does not and binds all civil servants appointed as Commissioners and Members of Non-Structural Institutions. On the other hand, the rules regarding the obligation to suspend the civil servant have not been regulated regarding sanctions for related parties if the obligation to suspend the civil servant is implemented when all the conditions for the suspension of the civil servant have met the requirements.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thorik
"Pasal 10 Undang-undang No.14 tahun 1970, tentang kekuasaan kehakiman mengamanahkan tentang, pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu Badan Peradilan di Indonesia berkompetensi untuk memeriksa, mengadili, mumutus penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara antara orang perorang, Badan Hukum Perdata dengan Pejabat Tata Usaha Negara di tingkat Pusat maupun Daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN yang bersifat tertulis konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan TUN. Terhadap keputusan Pejabat Tata Usaha Negara dapat diajukan gugatan dengan alasan-alasan sesuai ketentuan pasal 53 ayat (2) Undang-undang No. 5 tahun 1986. Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan penetapan di lengkapi dengan perimbanganpertimbangan sesuai ketentuan pasal 62 ayat (1) bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima atau tidak berdasarkan melalui penelitian Administratif atau dismissal proses yang merupakan proses penyaringan perkara yang diatur dalam pasal 62 UU No. 5 tahun 1986 sebelum pokok perkara diperiksa menurut Acara biasa diperadilan Tata Usaha Negara. Penelitian ini meliputi indentitas para pihak dan segi elementer yang lebih mendalam. Terhadap penetapan dismissal dapat diajukan perlawanan dalam tenggan waktu 14 hari dengan acara singkat. Apabila perlawanan di menangkan oleh penggugat maka penetapan dismissal menjadi gugur demi Hukum dan pokok perkara dapat diperiksa dan diputus serta diselesaikan menurut Acara biasa di PTUN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Masdiana
"ABSTRAK
Penelitian ini meneliti bagaimana urgensi netralitas PNS dalam pilkada untuk
mewujudkan AUPB, dan melihat bagaimana permasalahan penerapan netralitas
PNS dalam beberapa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwasanya Pilkada di berbagai daerah di
Indonesia beberapa waktu kebelakang masih diwarnai dengan beberapa
permasalahan dan sengketa pasca pilkada dilaksanakan, hal tersebut
dilatarbelakangi berbagai hal dan yang spesifik berkaitan dengan penelitian ini
adalah pelanggaran terhadap netralitas PNS dalam pelaksanaan Pilkada. Pada
hasil penelitian, terlihat dengan jelas bahwa netralitas PNS dalam pelaksanaan
Pilkada merupakan suatu hal yang sangat penting, hal ini termaktub dengan jelas
dalam berbagai aturan yang mengatur secara rinci tentang PNS, antara lain dalam
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dimana PNS harus bebas dari pengaruh
golongan maupun parpol, dan netralitas merupakan amanat yang ada didalam
Asas Manajemen ASN. Selanjutnya Netralitas PNS sangat erat kaitannya dalam
mewujudkan AUPB, dimana didalam UU ASN telah disebutkan bahwa PNS
harus netral, dan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui
AUPB, diatur bahwa PNS harus netral dan tidak boleh berpihak sehingga dengan
pelaksanaan netralitas PNS dapat mewujudkan pelaksanaan AUPB. Selanjutnya
mengenai pelanggaran netralitas PNS diatur sanksi hukuman sedang dan berat
sebagaimana diatur dalam Disiplin PNS PP No. 53 Tahun 2010, dimana ancaman
terberat PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat atas pelanggaran yang
telah dilakukan. Pelanggaran netralitas PNS di daerah marak diwarnai modus,
antara lain Mobilisasi PNS, Mutasi PNS, Penyalahgunaan Anggaran, serta
intimidasi PNS. Pada akhirnya pasca dikeluarkannya UU ASN pengawasan
netralitas ASN menjadi tugas Komisi Aparatur SIpil Negara (KASN), dengan
tugas yang demikian besar, KASN masih memiliki keterbatasan dibidang
kewenangan, SDM dan anggaran. Sehingga kedepannya untuk meningkatkan
pengawasan netralitas PNS diperlukan penguatan KASN dari berbagai aspek
tersebut, kemudian perlu diadakannya sosialiasi secara komprehensif kepada PNS
di seluruh daerah untuk melakukan prevensi terhadap berbagai pelanggaran
netralitas PNS, dan terakhir perlu kiranya memanfaatkan teknologi informasi
untuk membuka pengawasan masyarakat terhadap PNS melalui pengaduan
langsung dengan sistem informasi, sehingga dapat mewujudkan pengawasan
netralitas PNS secara efektif.

ABSTRACT
This research examines how urgency of civil servant neutrality in elections to
realize AUPB, and to see how the problem of civil servant neutrality
implementation in some implementation of Election of Regional Head (Pilkada).
Based on the results of the research, it appears that elections in various regions in
Indonesia some time back are still colored by several problems and post election
disputes implemented, it is motivated by various things and specific related to this
research is a violation of the neutrality of civil servants in the implementation of
elections. In the research results, it is clear that the neutrality of civil servants in
the implementation of Pilkada is a very important thing, it is clearly stated in the
various rules that regulate in detail about civil servants, among others, in Law no.
5 Year 2014 on ASN where civil servants should be free from the influence of
groups and political parties, and neutrality is a mandate that exists within the ASN
Management Principles. Furthermore, the neutrality of civil servants is closely
related to the realization of AUPB, where in the ASN Act has been mentioned that
the civil servants should be neutral, and to realize good governance through
AUPB, regulated that the civil servants should be neutral and should not take
sides so with the implementation of the neutrality of civil servants can realize the
implementation of AUPB . Furthermore, regarding the violation of the neutrality
of civil servants are sanctioned by medium and heavy punishment as stipulated in
the Civil Government Regulation PP. 53 of 2010, where the heaviest threat of
civil servants may be dismissed with disrespect for the offenses committed.
Violations of the neutrality of civil servants in rampant areas are colored by
modes, including Mobilization of Civil Servants, Mutation of Civil Servants,
Budget Abuse, and civil servants intimidation. In the end, after the issuance of
ASN Law, the control of ASN neutrality becomes the task of the State Apparatus
Force (KASN), with such a large task, KASN still has limited authority, human
resources and budget. So in the future to improve the supervision of the neutrality
of civil servants is needed strengthening KASN from various aspects, then need
comprehensive socialization to civil servants across the region to prevent the
prevention of various violations of the neutrality of civil servants, and lastly need
to use information technology to open the public surveillance of civil servants
through a complaint directly with the information system, so as to realize the
supervision of the neutrality of civil servants effectively."
2017
T49042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bedner, Adriaan W.
Jakarta: HuMa, 2010
342.06 BED pt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>