Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Liga Wira Hari Bowo Atmodjo
"Tahun-tahun awal perkawinan merupakan periode krusial di mana terjadi penyesuaian diri dan konflik yang dapat menimbulkan marital distress di dalam hubungan perkawinan. Penelitian ini ingin melihat hubungan dari dyadic coping terhadap marital distress yang dimiliki oleh seseorang di periode lima tahun pertama perkawinan serta ingin melihat korelasi dari bentuk-bentuk dyadic coping (supportive, negative, delegated, dan joint/common) terhadap marital distress, dengan mengontrol variabel kovariat yang ada. Penelitian ini dilakukan pada 1.157 partisipan di lima tahun pertama perkawinan pada masa pandemi COVID-19 dengan beberapa kriteria spesifik: Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia, dan sedang menikah dengan usia perkawinan di lima tahun pertama perkawinan. Analisis yang digunakan adalah multiple regression adjusted for covariates. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa dyadic coping secara signifikan mempengaruhi marital distress (β = .431, p = .05). Supportive, negative, delegated, dan joint/common dyadic coping memiliki korelasi sebesar 43% terhadap marital distress di lima tahun pertama perkawinan. Diketahui bahwa joint/common dyadic coping memiliki korelasi terbesar (β = .268, p < .001), disusul dengan negative dyadic coping (β = -.265, p < .001), supportive dyadic coping (β = .228, p < .001), dan delegated dyadic coping (β = .078, p < .05) terhadap marital distress. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dyadic coping memiliki pengaruh yang signifikan terhadap marital distress di lima tahun pertama perkawinan, di mana joint/common dyadic coping memiliki peran yang paling efektif diantara dyadic coping lainnya dalam mempengaruhi marital distress. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana psikoedukasi dalam menjalani kehidupan perkawinan serta menjadi referensi untuk penelitian berikutnya yang mengambil topik serupa.

The early years of marriage are a crucial period in which adjustments and conflicts occur that can lead to marital distress in a marital relationship. This study wanted to see the relationship of dyadic coping towards marital distress in the first five years of marriage and the contributions of types of dyadic coping (supportive, negative, delegated, joint/common) towards marital distress, by controlling the existing covariates. This study was conducted on 1.157 participants in the first five years of marriage during the COVID-19 pandemic with some specific criterias: an Indonesian citizen that resides in Indonesia, and currently married with the age of marriage in the first five years of marriage. It was analyzed using multiple regression adjusted for covariates. The results indicated that dyadic coping significantly affects marital distress. Supportive, negative, delegated, and joint/common dyadic coping have contributed 43% toward marital distress in the first five years of marriage. It is known that joint/common dyadic coping has the largest contribution towards marital distress (β = .268, p < .001), followed by negative dyadic coping (β = -.265, p < .001), supportive dyadic coping (β = .228, p < .001), and delegated dyadic coping (β = .078, p < .05). The result indicates that dyadic coping significantly affects marital distress and joint/common dyadic coping has the most effective role among other dyadic coping in influencing marital distress. This study is expected to be a means of psychoeducation of marriage life as well as reference for future research that takes similar topics."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Y. Tunrisna
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dyadic coping stress communication, positive dyadic coping, dan negative dyadic coping terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage yang dual careers family. Sebanyak 33 pasangan suami istri 66 orang mengisi dua alat ukur yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Dyadic Coping Inventory DCI untuk mengukur dyadic coping yang digunakan pasangan dan Couple Satisfaction Index CSI yang mengukur kepuasan pernikahan. Pada penelitian ini, ditemukan terdapat pengaruh positive dyadic coping yang terdiri dari supportive, delegated, dan common dyadic coping GFI= 0.999 > 0.9; RMSEA= 0.03< 0.05; dan p-value 0.245>0.05 terhadap kepuasan pernikahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa positive dyadic coping suami tidak berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan dirinya sendiri, namun persepsi suami terhadap coping istri justru berkontribusi. Di sisi lain, seluruh aspek positive dyadic coping milik istri ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasaan pernikahannya sendiri actor effect dan juga kepuasaan pernikahan suami partner effect . Hasil penelitian lainnya, tidak ditemukan adanya pengaruh stress communication dan negative dyadic coping yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan.

This study aims to see the effect of dyadic coping stress communication, positive dyadic coping, and negative dyadic coping on marital satisfaction in couples commuter marriage that dual careers family. A total of 33 married couples 66 people filled the two measuring instruments used in this study, namely Dyadic Coping Inventory DCI to measure the dyadic coping used by couples and Couple Satisfaction Index CSI that measure marital satisfaction. In this study, there was found positive dyadic coping effect consisting of supportive, delegated, and common dyadic coping GFI 0.999 0.9, RMSEA 0.03 0.05 to marital satisfaction.
The results of this study indicated that husband's positive dyadic coping does not affect his own marital satisfaction, but the husband's perception of wife's coping actually contribute. On the other hand, all aspects of wife's positive dyadic coping are found to have a significant influence on her own marital satisfaction actor effect and also the marital satisfaction of husbands partner effect . Other research results, there was no significant effect of stress communication and negative dyadic coping on marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Florentiana Sindoro
"Penelitian mengenai faktor protektif kepuasan pernikahan mengarahkan para peneliti untuk melihat faktor spiritualitas pasangan dalam pernikahan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek mediasi postive dyadic coping yang menjembatani pengaruh positif sanctifcation of marriage dan kepuasan pernikahan. Analisis mediasi dengan PROCESS macro pada SPSS menghasilkan efek langsung (direct effect)sanctification of marriage terhadap kepuasan pernikahan (F(1, 122) = 11.091, p < 0.05)). Sanctification of marriage terbukti positif dan signifikan dalam memprediksi kepuasan pernikahan sebagai variabel dependen (c = 1.307, p < 0.000). Hal ini berarti semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Indirect effect juga menunjukkan hasil yang signifkan (a*b = 0.76, 95% CI [0.18, 1.41]) dengan effect size sebesar 0.168. Maka, positive dyadic coping merupkan mediator yang signifikan dalam memediasi hubungan antara sanctification of marriage dengan kepuasan pernikahan. Semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin sering individu menggunakan positive dyadic coping, sehingga kepuasan pernikahan individu pun makin meningkat Penelitian mengenai faktor protektif kepuasan pernikahan mengarahkan para peneliti untuk melihat faktor spiritualitas pasangan dalam pernikahan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek mediasi postive dyadic coping yang menjembatani pengaruh positif sanctifcation of marriage dan kepuasan pernikahan. Analisis mediasi dengan PROCESS macro pada SPSS menghasilkan efek langsung (direct effect) sanctification of marriage terhadap kepuasan pernikahan (F(1, 122) = 11.091, p < 0.05)). Sanctification of marriage terbukti positif dan signifikan dalam memprediksi kepuasan pernikahan sebagai variabel dependen (c = 1.307, p < 0.000). Hal ini berarti semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Indirect effect juga menunjukkan hasil yang signifkan (a*b = 0.76, 95% CI [0.18, 1.41]) dengan effect size sebesar 0.168. Maka, positive dyadic coping merupkan mediator yang signifikan dalam memediasi hubungan antara sanctification of marriage dengan kepuasan pernikahan. Semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin sering individu menggunakan positive dyadic coping, sehingga kepuasan pernikahan individu pun makin meningkat.

The research about protective factors in marital satisfaction guides the researchers to observe spouse spirituality factors in marriage. The research aims to understand the mediation positive dyadic coping effect that bridges positive sanctification of marriage effect and marital satisfaction. Mediation analysis with SPSS macro PROCESS results direct effect sanctification of marriage on marital satisfaction (F(1, 122) = 11.091, p < 0.05)). Sanctification of marriage has proven positive and significant to predict marital satisfaction as a dependent variable (c = 1.307, p < 0.000). The more the person understands marriage as the revelation of God, the marital satisfaction increases. Indirect effect demonstrates a significant result (a*b = 0.76, 95% CI [0.18, 1.41]) with effect size as 0.168. Therefore, positive dyadic coping is a significant mediator between sanctification of marriage and marital satisfaction. The more the person has a notion that marriage is God’s revelation, that person uses the positive dyadic coping more often, the marital satisfaction of that person increases."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Dewianti Putri
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang jumlahnya terus bertambah termasuk di Indonesia. Masalah perkembangan tersebut membuat anak dengan spektrum autisme (SA) harus bergantung kepada bantuan dan pendampingan dari orang tuanya. Untuk menjaga kepuasan pernikahan meskipun dihadapkan oleh tantangan terkait simtom anak, orang tua dapat menghadapi permasalahan secara bersama atau yang biasa disebut dyadic coping. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya pada orang tua dari anak dengan SA. Partisipan merupakan 145 orang tua dari anak dengan SA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya. Dari penelitian ini, diketahui bahwa faktor emotion-focused supportive dyadic coping merupakan faktor yang paling berkontribusi pada kepuasan pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renata Ratnasari
"Lima tahun pertama pernikahan merupakan periode yang membutuhkan penyesuaian diri.Dalam periode ini individu dan pasangan rentan mengalami konflik karena menghadapi berbagai perbedaan nilai, pandangan, persespi hingga kebiasaan. Kerentanan terhadap konflik berkontribusi menambah tekanan yang dialami oleh individu dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan pernikahan. Dalam periode penyesuaian ini, salah satu faktor protektif individu dalam menghadapi tekanan, yaitu mindfulness. Salah satu mekanisme yang menjembatani hubungan antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan diduga melalui penerapan strategi konflik baik secara konstruktif maupun destruktif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah strategi konflik konstruktif maupun destruktif memediasi hubungan antara mindfulness trait dengan penyesuaian pernikahan. Partisipan penelitian berjumlah 150 orang (74% perempuan; M = 27,49, SD = 2,4). Penyesuaian pernikahan diukur melalui DAS, mindfulness diukur menggunakan MAAS, dan strategi konflik diukur melalui RPCS. Melalui analisis mediasi, ditemukan adanya hubungan mediasi antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan secara penuh melalui strategi konflik konstruktif (a1b = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) dan strategi konflik destruktif (a2b = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). Hal ini menunjukkan  peran strategi konflik berbasis mindfulness khususnya, berkolaborasi dalam pemecahan masalah bersama pasangan dan penurunan reaktivitas emosi, berperan penting terhadap penyesuaian pernikahan di lima tahun pertama.  

The first-five years of marriage is a period that requires adjustment. In this period, individuals and spouse more likely to argue during this time because of differences  values, opinions, perceptions, and habits. The vulnerability of conflict increased the pressure on individuals attempting to adjust to married life. During the adjustment period with the spouse, one of the individual protective factors in dealing with pressure is mindfulness. One of the mechanisms bridging the relationship between mindfulness and marital adjustment is postulated to be through the application of conflict strategies both constructively and destructively. This study aims to see whether constructive or destructive conflict strategies mediate the relationship between the mindfulness and marital adjustment. There were 150 study participants (74% female; M = 27,49, SD = 2,4). Marital adjustment was measured through DAS, mindfulness was measured using MAAS, and conflict strategies were measured through RPCS. Through mediation analysis, it was found that there was a mediation relationship through a constructive conflict strategy (a1b1 = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) and destructive conflict strategy (a2b2 = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). This shows that the role of mindfulness-based conflict strategies, particularly collaboration in solving problems with the spouse and the decreasing emotional reactivity, play an important role in the marriage adjustment in the first five-years."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Marliyani
"Pernikahan akan sukses ketika masing-masing pasangan merasakan kepuasan sehingga terhindar dari perceraian (Lucas dkk, 2008). Kepuasan pernikahan akan diperoleh dengan mengatasi stres. Stres eksternal adalah stres yang berasal dari luar hubungan yang dapat mempengaruhi hubungan romantis dan tingkat kepuasan pasangan, dan dapat diatasi dengan melakukan dyadic coping (Randall Bodenmann, 2009; 2017). Upaya lain dalam rangka memperoleh dan mempertahankan kepuasan pernikahan adalah dengan melakukan religious coping.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh stres eksternal terhadap kepuasan pernikahan dengan mediasi dyadic coping dan moderator religious coping. Partisipan penelitian adalah individu dari pernikahan taaruf yang merupakan pasangan suami istri (N=130, 65 pasangan) dan non-taaruf (N=138, 69 pasangan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dyadic coping secara signifikan positif memediasi pengaruh stres eksternal terhadap kepuasan pernikahan pada kedua kelompok partisipan. Negatif religious coping memoderasi secara signifikan negatif hubungan dyadic coping dan kepuasan pernikahan pada kedua kelompok partisipan. Namun religious coping positif hanya memoderasi secara signifikan positif hubungan dyadic coping dan kepuasan pernikahan pada pasangan non-taaruf. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan jangkauan partisipan yang lebih luas untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam akan hubungan antar variabel penelitian.

Marriage will be successful when each partner feels satisfaction in order to avoid divorce (Lucas et al, 2008). Marital satisfaction will be obtained by overcoming stress. External stress is stress that originates from outside relationships that can spill into a romantic relationship and affect the partners level of satisfaction, and can be overcome by coping with dyadic coping (Randall Bodenmann, 2009; 2017). Another effort in order to achieve and maintain marital satisfaction is by religious coping.
The purpose of the study was to study the influence of external stress on marital satisfaction by mediating role of dyadic coping and religious coping as moderators. The participants of the study were individuals from taaruf (N = 130, 65 couples) and non-taaruf (N = 138, 69 couples) marriage.
The results showed that significant positive effect of dyadic coping which mediated external stress on marital satisfaction in both groups of participants. Religious coping has signifficant negative effect in marital satisfaction in both groups of participants. However, positive religious coping only has significant positive effect in moderates the relationship between dyadic coping and marital satisfaction in individuals from non-taaruf marriage. Further research need to be done in the future in order to gain a deeper understanding on the topic.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Naila Azmiya Bariadi
"Tingginya tingkat perceraian di Indonesia pada tahun 2019 didominasi oleh pasangan dengan rentang usia pernikahan satu sampai lima tahun menandakan bahwa periode awal pernikahan merupakan masa yang rentan bagi pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek moderasi dari common dyadic coping dalam hubungan antara stres eksternal dan stres internal pada pasangan dengan usia pernikahan 1-5 tahun. Partisipan terdiri dari 128 orang (43 laki-laki dan 85 perempuan), berstatus menikah, dan minimal berusia 20 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Stress Questionnaire for Couple dan Dyadic Coping Inventory. Hasil penelitian mendukung hipotesis dengan menujukkan adanya korelasi antara stres eksternal dan stres internal (r = 0.75, n = 128, p<.01, one-tailed) serta ditemukannya efek moderasi dari common dyadic coping pada hubungan stres eksternal dan stes internal (β = 0.77, t(0.5946) = 0.486, p<.05). Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan psikoedukasi mengenai proses penyesuaian dan strategi coping pada pasangan yang akan atau baru menikah.

High divorce rate in Indonesia was dominated by couples with 1-5 years of marriage. This finding indicated that early period of marriage is a vulnerable period for both couples. This study aimed to examine the moderating effects of common dyadic coping in the relationship between external stress and internal stress in couples with 1-5 years of marriage. Participants consisted of 128 people (43 men and 85 women), is married, and at least 20 years old. The measuring instruments used are Multidimensional Stress Questionnaire for Couple and Dyadic Coping Inventory. Research result support hypothesis by showing a correlation between external stress and internal stress (r = 0.75, n = 128, p<.01, one-tailed and also found that there is moderating effect of common dyadic coping on the relationship between external stress and internal stress (β = 0.77, t(0.5946) = 0.486, p<.05). The result of this study can be used as reference for psychological education regarding the adjustment process and coping strategies for couples who about to get married or are newly married."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iga Febrinia
"Perkawinan campur diketahui sebagai perkawinan yang lebih rentan mengalami konflik perkawinan dikarenakan perbedaan latar belakang budaya yang mencakup nilai, sikap, cara pandang, dan perilaku. Konflik tersebut dapat memengaruhi kepuasan perkawinan. Kepuasan dalam perkawinan merupakan hal yang esensial karena berpengaruh terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan  hidup secara keseluruhan. Diketahui terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan perkawinan yaitu komitmen dan trait extraversion. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui apakah extraversion dapat memoderasi hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan. Dari data 90 individu yang berpartisipasi pada penelitian ini, ditemukan dua hasil penelitian. Pertama, terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen dan kepuasan perkawinan (r=0.527, p<0.01, two tails). Kedua, extraversion ditemukan dapat memoderasi hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan (t=-2.37, p < 0.05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan dapat diperlemah oleh tingkat extraversion yang dimiliki individu.

International marriage is known to be more susceptible for conflicts because of the differences in cultural background that consists of values, attitudes, point of view, and behaviors. These conflicts can influence marital satisfaction. Satisfaction in marriages is essential because it affects someone's life happiness and well-being overall. A few factors play a role in affecting individual's marital satisfaction, among which are commitment and trait extraversion. This correlational research intends to find out if extraversion moderates the relation of commitment and marital satisfaction. Gathered data from 90 participants on this research reveals two outcomes. First, there is a positive significant correlation between commitment and marriage satisfaction (r = 0.527, p < 0.01, two tails). Second, extraversion is found to be able to moderate the relation between commitment and marriage satisfaction (t = -2.37, p < 0.05). Therefore, it can be concluded that commitment and marriage satisfaction can be weakened by a low level of extraversion of an individual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Rahmadani
"Lima tahun pertama perkawinan menjadi masa yang sangat krusial karena intensitas konflik dapat meningkat dan menyebabkan marital distress. Marital distress didefinisikan sebagai keadaan individu mengalami tekanan emosional, konflik, dan kesulitan lain dalam perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peran financial infidelity dan perceived fairness dalam memprediksi marital distress dengan mengontrol variabel kovariat. Penelitian ini dilakukan kepada WNI, 845 perempuan dan 302 laki-laki dengan rata-rata usia 27.55, yang berada pada lima tahun pertama perkawinan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Revised Dyadic Adjustment Scale, Financial Infidelity Scale, dan Perceived Fairness. Hasil analisis multiple regression adjusted for covariates menunjukkan financial infidelity dan perceived fairness berkontribusi sebesar 30.4% terhadap marital distress. Selain itu diketahui juga financial infidelity (FinancialInfidelity = -.350, p<.001) memiliki kemampuan memprediksi lebih besar dibandingkan perceived fairness (PerceivedFairness = .348 p<.001) terhadap marital distress. Hasil penelitian bisa menjadi referensi bagi praktisi dan pasangan untuk lebih memerhatikan financial infidelity dan perceived fairness sebagai sesuatu yang berkontribusi dalam marital distress.

The first five years of marriage are very crucial because the intensity of conflict can increase and cause marital distress. Marital distress is defined as a condition where individuals experience emotional distress, conflict, and other difficulties in marriage. This study aims to see the role of financial infidelity and perceived fairness in predicting marital distress by controlling covariates. This study was conducted on Indonesian citizens, 845 women and 302 men with average age of 27.55, who were in the first five years of marriage. The instruments used in this study are the Revised Dyadic Adjustment Scale, Financial Infidelity Scale, and Perceived Fairness. The result of the multiple regression adjusted for covariates showed that financial infidelity and perceived fairness contributed 30.4% by controlling for the covariates. Besides that, it is also known that financial infidelity (FinancialInfidelity = -.350, p<.001) has a greater ability than perceived fairness (PerceivedFairness = .348 p<.001) in predicting marital. The result of the study can be a reference for practitioners and married couples to pay more attention to financial infidelity and perceived fairness as something that contributes to marital distress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Suprapto Dwi Cahyono
"Konflik peran pada anggota Polri di perguruan tinggi muncul ketika aktifitas sebagai anggota Polri dan aktifitas sebagai mahasiswa saling bertentangan. Suatu aktifitas bertentangan dengan aktifitas lain adalah ketika satu aktifitas mencegah, menghalangi, atau mengganggu kejadian atau efektifitas dari aktifitas yang lain (Deutsch, dalam Wijaya 2002). Konflik peran yang terjadi tidak dapat dibiarkan begitu saja karena akan berpeluang menimbulkan stres. Untuk mengatasi konflik peran yang dialami, anggota Polri tersebut harus mengembangkan strategi coping. Coping terdiri dari problem focused coping, emotion focused coping, dan malcidaptive coping.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi yang menimbulkan konflik peran pada anggota Polri di perguruan tinggi pada status perguruan tinggi dan alasan kuliah dan strategi coping apa yang digunakan.
Tipe penelitian ini adalah Non experimen1cil Design yang bersifat ex posi fcicto field siudy. Penelitian dilakukan terhadap anggota Polri yang sedang menjalani kegiatan perkuliahan di perguruan tinggi di Jakarta. Subyek penelitian ini berjumlah 104 orang yang diambil secara insidental di Mabes Polri, Polda Metro jaya dan di beberapa Polres di wilayah Polda Metro Jaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan kondisi-kondisi yang menurut subyek menimbulkan konflik peran. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa konflik peran yang dialami subyek yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi negeri lebih tinggi dari yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi swasta. Selain itu,
konflik peran pada anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi dengan alasan tugas lebih tinggi daripada dengan kemauan sendiri. Mengenai strategi coping, ternyata anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi menggunakan ketiga strategi coping yang ada yaitu Problem-Focused Coping, Emotion-Focused Coping, dan Malcidaptive Coping. Meskipun demikian, ternyata Problem-Focused Coping lebih banyak digunakan oleh anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tingi, kemudian diikuti Emotion-Focused Coping dan Maladaptive Coping.
Saran yang diberikan untuk subyek adalah agar lebih memahami konsekuensi yang timbul dan melakukan antisipasi terhadap konsekuensi tersebut jika memutuskan melakukan studi di perguruan tinggi. Selain itu subyek agar belajar mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatasi konflik peran yang dialami."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>