Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amir Hamzah Mauzzy
Abstrak :
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2000 rumah sakit milik pemerintah diarahkan untuk dikelola sebagai perusahaan jawatan. Dengan menyadari pentingnya menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, maka manajemen RSJP dituntut untuk berfikir proaktif mengembangkan diri menjadi rumah sakit PERJAN yang mandiri. Untuk itu pada tahun 2001 sesuai kebutuhan pasar dengan banyaknya korban penyalahgunaan NAPZA, RSJP membuka unit baru dengan nama Instalasi Pemulihan NAPZA RSMM bukan RSJP. Pada perkembangannya Instalasi Pemulihan NAPZA RSMM, ternyata mampu memberikan kontribusi (32%) dari keseluruhan pendapatan rumah sakit, dengan BOR lebih besar dari 75%, bahkan paling besar diantara rumah sakit jiwa yang membuka pelayanan NAPZA. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pengaruh pergantian nama mempunyai daya ungkit yang tinggi terhadap tingginya BOR di Instalasi NAPZA ataukah karena faktor lain yang belum diketahui. Dengan latar belakang tersebut penelitian ekuitas merek dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor dari elemen ekuitas merek yang berpengaruh terhadap pemanfaatan Instalasi Pemulihan NAPZA. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survey dengan rancangan cross sectional sedangkan analisisnya dilakukan dengan uji univariat dan uji bivariat menggunakan chi kuadrat. Dari penelitian ini diketahui, bahwa : 1.Karakteristik pelanggan adalah kebanyakan ibu dari pasien, berumur antara 46-55 tahun, bertempat tinggal di Jakarta, dengan tingkat pendidikan lulusan akademi dan SLTA, dari kelompok berpenghasilan keluarga di bawah 10 juta rupiah per bulan, yang memperoleh informasi awal dari kerabat dekat. 2.Faktor-faktor dari elemen ekuitas merek yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan Instalasi NAPZA RS MM adalah sebagai berikut : a.Pelanggan telah mengenal nama Instalasi NAPZA RSMM tanpa perlu bantuan pengingatan, b.Mempunyai asosiasi terhadap kesan pelayanan berbasis rumah sakit, kesan teknologi pemulihannya memadai, berkesan kekeluargaan, berkesan nyaman, berkesan aman, berkesan dapat dipercaya, kesan murah, kesan sarana dan sarana memadai. c.Mempunyai persepsi kualitas terhadap tenaga kerjanya mengesankan professional, pelayanannya berkualitas, kesan mempunyai pelayanan yang terstandar, programnya dapat dipertanggung-jawabkan, petugasnya memiliki empati yang tinggi. d. Pelanggan mempunyai loyalitas bila mendapat kepuasan selama keluarganya dirawat, akan bersedia merekomendasikan kepada kerabat yang memerlukan pelayanan sejenis, dan mempunyai keinginan untuk dirawat disini lagi bilamana keluarganya kambuh kembali. 3.Hubungan antara karakteristik pelanggan dengan faktor-faktor elemen ekuitas merek Instalasi NAPZA RS MM, yaitu untuk : a. Perbedaan jenis kelamin ada hubungan dengan faktor sarana dan prasarana memadai b.Perbedaan Ikatan keluarga ada hubungan dengan faktor program pemulihannya yang dapat dipertanggung-jawabkan c.Perbedaan tingkat pendidikan ada hubungan dengan faktor program pemulihannya dapat dipertanggung-jawabkan d.Perbedaan karakteristik pelanggan yang lainnya tidak ada hubungan dengan faktor-faktor elemen ekuitas merek. Saran agar secepatnya ditegaskan perubahan nama RSJP menjadi RSMM, pertahankan faktor-faktor elemen ekuitas merek yang sudah tinggi, serta tingkatkan faktor-faktor yang dalam persepsi pelanggan masih rendah.
The Factors of Brand Equity Element that Influence to the Utilization of Drugs Abuses Unit of the Hospital of Marzoeki Mahdi, Bogor 2002 Based on Government Regulation No. 6/2000, a state owned hospital directed to be managed as a State Initiative Enterprise (Perusahaan Jawatan). Aware to importance of adapting the change, the Management of RSJP is demanded to think pro-actively to develop its hospital to be a self-reliance state initiative enterprise's hospital. Therefore by the year 2001 in line with the marked need due to large number of the victim of drug abuses, RSJP open a new unit called Installation for Rehabilitation of Drugs User RSMM, no longer using RSJP. In its progress shows that the Installation for Rehabilitation of Drugs User RSMM is able to contribute about 32% of total revenue of hospital, BOR more than 75%, and even the biggest among hospitals that are provide rehabilitation of service drugs user. This achievement raises question, whether the change of name of hospital from RSJF to RSMM has a high leverage to higher BOR or due to other reason that is not identified yet. Based on above-mentioned background, the research on brand equity has done to identify factors and elements of brand equity that are influence to the utilization of Installation for Rehabilitation of Drugs User. This method research is cross sectional survey while its analysis uses tests of univariate and bivariate with chi-square. This study has successful to identify the following: 1. The characteristic of customer show that most of them are mother of its patient, aged group about 46-55 years old, live in Jakarta, education background at the level of academic and high school, house hold income about less than 10 millions rupiah per month, which are got first information from closer relatives. 2. Factors and elements of brand equity that are providing most influence to the utilization of Installation for Rehabilitation of Drugs User of RSMM are as follow: a.Customer recognition to Installation for Rehabilitation of Drugs User of RSMM without any reminding assistance. b.Has associated to the impression of hospital based service, impression to adequate technology for rehabilitation, impression hospitality of care, impression of comfortable services, impression of reliable services, impression to secure service, impression to cheaper service, impression adequate of infrastructure and facility. c.Has perceived to the quality of professional staffs, qualified service, standardized service, accountably program, and high emphatic of officials. d.Customer has a loyalty if they are satisfy to the service, ready to recommend the service to their close relatives who are in need of the service, has willingness to be hospitalized in this hospital if their family needed. 3. The relationship between characteristic of customer and factors of elements of brand equity at the Installation for Rehabilitation of Drugs User of RSMM are as follow: a. The difference in sex has relationship with adequacy of infrastructure and facility. b. The difference in family ties has relationship with factor of accountably program of rehabilitation. c. The difference in level of education has relationship with accountably program of rehabilitation. d. The difference in other characteristics of customer has no relationship to the factors of brand equity. The research is suggesting to the hospital to immediately make a formal change of its name from RSJP to RSMM, to remain factors of brand equity, which are already in high level, and to improve the factors of brand equity in terms of customer perception.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 4442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi Agus Triono
Abstrak :
Dalam proses penciptaan konsumsi brand tertentu, Komunikasi Pemasaran berperan dalam proses pembentukan awareness konsumen, pembujuk dan peniadaan fenomena post purchase dissonance dalam rangka membentuk afeksi, atau pembentuk longterm comprehension yang berpengaruh dalam proses pembelian ulang. Bagi brand yang telah dewasa, total penjualan yang diderivasikan dari proses pembelian ulang ini akan mencapai limit pada saat potensi pasar maksimal telah dikaver dan rate konsumsi perorang yang maksimal telah dicapai, sehingga upaya-upaya untuk meningkatkan penjualan harus dilakukan di luar penambahan konsumen baru dan di luar inducement atas pola konsumsi yang ada. Penciptaan Kegunaan Baru (New Usage), dengan demikian menjadi alternatif strategi yang mungkin digunakan. Yang menjadi pertanyaan adalah: pertama, apakah intensi untuk membeli brand bagi kegunaan barunya berhubungan dengan kepuasan konsumen akan fitur produk dan informasi; kedua, pemahaman atas fitur produk dan afeksi yang terbentuk pasca konsumsi kegunaan tradisional brand tersebut apakah berperan dalam perilaku konsumsi new usage ; dan ketiga, seberapa besarkah peran pengulangan informasi dari pemasar terhadap perilaku tersebut ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penelitian terhadap 102 responden yang terdiri atas mahasiswa MM di Jakarta yang diambil melalui metode 'duster 2 tingkat untuk mengukur nilai variabel-variabel observasi dari sebuah model analisis jejak (path analysis) dengan variabel prediktor sebanyak 7 variabel dan variabel endogen sebanyak 6 variabel. Penggunaan variabel observasi untuk mengukur nilai variabel prediktor dan endogen membawa konsekuensi pada persoalan validitas dan reliabilitas, yang dalam penelitian ini masing-masing diukur dengan metode EFA (Exploratory Factor Analysis)- untuk mengukur validitas diskriminan, metode korelasi antar variabel observasi - untuk mengukur validitas konvergen, dan koefisien α / Brown - Spearman, untuk mengukur reliabilitas hasil pengukuran, yang sebagian besar hasilnya ternyata masuk ke dalam kontinum akseptabel. Dua langkah pengujian dilakukan dalam tahap analisis data, yang pertama adalah pengujian atas signifikansi koefisien-koefisien jejak, sebagai dasar untuk menentukan jejak-jejak yang perlu dihilangkan dan ditambahkan dalam model proses adopsi brand dewasa (Mc Donald dan Indomie) untuk kegunaan baru, dan kedua model trimming, untuk menguji bahwa model yang telah disesuaikan atas dasar signifikansi koefisien jejak secara statistik terbukti memberikan perbaikan bagi model dasar dalam menjelaskan peran relatif variabel-variabel anteseden dalam proses adopsi tersebut. Pada langkah pertama, atas dasar signifikansi koefisien jejak teridentifikasi 4 buah jejak yang harus dihilangkan dalam model dasar, dan pada langkah kedua, keempat jejak tersebut dihilangkan dari model dasar sambil menambahkan sebuah jejak yang menghubungkan afeksi berderajad tinggi (higher order affection) dengan intensi pembelian untuk kegunaan baru, dengan anggapan bahwa mendekati intensi membeli brand dewasa untuk kegunaan baru dengan perilaku pembelian ulangan untuk kegunaan tradisional adalah sah. Hasil trimming yang dilakukan ternyata memang menunjukkan bahwa model yang telah disesuaikan tersebut memberikan perbaikan dibanding dengan model dasar. Perhitungan atas efek total variabel-variabel prediktor atas variabel endogen menunjukkan bahwa variabel-variabel anteseden yang paling menentukan dalam proses adopsi brand dewasa untuk kegunaan baru, secara berurut dari yang paling berarti sampai yang paling kurang berarti, adalah: kepuasan menyeluruh terhadap brand, higher order affection, kepuasan atas informasi yang disediakan produsen, dan kepuasan akan atribut brand. Yang menarik, ternyata adalah bahwa pengulangan informasi tidak memiliki efek yang signifikan terhadap semua variabel endogen yang dipengaruhinya, namun keberadaannya tidak bisa dihilangkan karena akan membuat hubungan antara kepuasan menyeluruh dengan comprehension menjadi tidak signifikan, padahal variabel-variabel ini memiliki peran sangat menetukan dalam proses adopsi dimaksud.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T9457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Anita Herawati
Abstrak :
Penelitian ini mengadopsi pemikiran An Integrated Model of Persuasion yang merupakan pengembangan dari Elaboration Likelihood Model (Petty & Casioppo) dan Integrated Framework (Maclnnis & Jawarski). Kemudian menggabungkan pola pemikiran Hierarchy of Effects, The Behavioral Effects of Advertising serta The Consumers Decision Making Process. Dari keempat teori utama tersebut diturunkan menjadi tiga belas variabel yaitu prestise jenjang pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran, ability, motivation, opportunity, pengalaman mengkonsumsi produk sebelumnya, advertising knowledge, attitude toward advertising, information evaluation, product knowledge, attitude toward product dan brand loyalty. Pengembangan hipotesis dari kerangka pemikiran yang digunakan diharapkan dapat memberikan penjelasan terhadap pola hubungan faktor-faktor yang membentuk brand loyalty. Kajian ini menggunakan cross-sectional survey yang dilakukan terhadap dua ratus delapan puluh responden laki-laki, perokok, pernah mengkonsumsi rokok Sampoerna A Mild, pernah mengekspos iklan Sampoerna A Mild, berusia di atas tujuh belas tahun di Kelurahan Demangan, Terban dan Catur Tunggal, Yogyakarta. Responden dipilih dengan teknik multistage cluster sampling. Obyek penelitian yang digunakan adalah iklan rokok Sampoerna A Mild dari berbagai versi yang diekspos melalui media massa maupun non-massa. Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai alpha Cronbach, dan didapati bahwa variabel pengalaman mengkonsumsi produk sebelumnya, advertising knowledge dan product knowledge memiliki alpha Cronbach kurang dari yang dipersyaratkan oleh Malholra, walaupun sudah dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai alpha tersebut dengan mengeluarkan beberapa indikator. Sementara itu, untuk uji validitas dilakukan dengan factor analysis, menunjukkan hanya variabel ability, attitude toward advertising dan information evaluation yang mempunyai satu dimensi, sedang tujuh variabel lainnya terpilah menjadi dua atau tiga dimensi. Hasil uji regresi menunjukkan hubungan yang terjadi di antara varibel-variabel yang diujikan bersifat lemah sampai dengan moderat. Setelah dilakukan path analysis diperoleh bahwa brand loyalty dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu motivation, pengalaman mengkonsumsi produk sebelumnya dan attitude toward product. Sedangkan yang mempengaruhi product knowledge adalah opportunity, motivation, ability, advertisng knowledge, attitude toward advertising dan information evaluation. Ini menunjukkan berlakunya teori periklanan yang lemah, seperti dikutip oleh Fill, bahwa pola pembelian sebuah merek oleh konsumen itu lebih digerakkan oleh kebiasaan daripada oleh terpaan aktivitas promosi. Periklanan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan orang dan menguatkan sikap yang sudah ada dan memandang konsumen aktif dalam memecahkan masalahnya. Dari pengujian terhadap model dasar dalam hipotesis didapatkan bahwa model akhir yang telah disesuaikan mempunyai nilai fit coefficient yang lebih tinggi daripada koefisien model dasar. Dengan demikian, model akhir lebih baik daripada model dasar. Sebagai implikasi teoritis, posisi AMO Factors dalam An Integrated of Persuasion tidak sejajar tetapi berurutan dari opportunity, motivation lalu ability. Dalam mengukur variabel opportunity, motivation, pengalaman mengkonsumsi produk sebelumnya, advertising knowledge, product knowledge, attitude toward product, dan brand loyalty dapat diukur dengan dua atau tiga dimensi. Kelemahan dari penelitian ini adalah penggunaan variabel prestise jenjang pekerjaan yang didasarkan pada klasifikasi pekerjaan yang dilakukan O.C. Duncan di dalam konteks Amerika, sehingga penelitian ini tidak mempunyai validitas eksternal. Hal itu ditambah lagi dengan penentuan sampel yang kurang akurat sehingga responden mempunyai karakter yang relatif homogen untuk variabel tingkat pendidikan, prestise jenjang pekerjaan dan tingkat pengeluaran. Namun demikian, dari temuan penelitian ini menguatkan bahwa untuk mempersuasi orang agar mau membeli produk dengan merek tertentu dan setia pada merek tersebut, tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan iklan saja. Pengaruh iklan hanya sampai meningkatkan pengetahuan audiens iklan tentang produk yang diiklankan tersebut. Sedangkan untuk sampai tahap perilaku pembelian bahkan brand loyalty, perlu dilakukan usaha promosi yang lain, misalnya dengan pemberian sampel produk atau demo produk dalam sales promotion dan mengintegrasikannya dengan aspek product, placement dan price dalam marketing mix. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat memperbandingkan obyek penelitian dengan jenis produk yang mempunyai tingkat keterlibatan yang berbeda dalam proses keputusan pembelian.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Renata Widuri
Abstrak :
Loyalitas dini pada remaja adalah suatu fenomena yang menarik dalam dunia pemasaran. Walaupun remaja dikenal sebagai konsumen yang tidak loyal [Shimp 2000: 131] tetapi banyak pemasar melihat jika seorang remaja telah memiliki komitmen terhadap suatu merek akan mambeli terus merek tersebut selama beberapa tahun mendatang [Solomon 1999:475]. Diperkuat juga oleh Peter & Olson [1998 : 420] yaitu loyalitas dini juga dapat ditemukan pada target segmen remaja dan dapat terus berlanjut hingga dewasa. Maraknya pemain-pemain baru pada industri media cetak yang menggarap segmen remaja dewasa ini, membuat peneliti tertarik untuk membahas fenomena ini lebih lanjut. Dengan memfokuskan diri pada studi kasus Majalah GADIS dan pelajar 3 SLTP di Jakarta yang mencerminkan segmentasi A-B. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan elemen-elemen yang mempengaruhi loyalitas dini. Analisis data studi kuantitatif eksplanatif yang dipilih melalui stratified random sampling 206 responden, dilakukan dengan 3 tahap multiple regression. Dependen variable tahap pertama: brand purchase, tahap 2: post purchase evaluation, dan tahap 3 brand loyalty. Analisis lanjutan dilakukan dengan path analysis untuk menguji model konseptual yang dibuat. Dari hasil temuan penelitian didapatkan model baru yang lebih baik dari model dasarnya. Loyalitas dini telah terbentuk dikalangan remaja, walaupun jumlah commited buyer masih kurang dari 50%. Remaja yang masuk dalam golongan switcher hampir 50%, terbukti dengan sangat sensitifnya mereka terhadap harga dan iming-iming hadiah. Pola hubungan elemen-elemen yang mempengaruhi early brand loyalty adalah: 1. Direct effect, terbentuk antara post purchase evaluation terhadap brand loyalty [Lele&Sheth 1991 dan Peter&Olson 1998], word of mouth exposure terhadap brand loyalty [Smith 1998] serta sales promotion affection [Smith 1998] terhadap brand loyalty. 2. Indirect effect, terbentuk diantara brand association, perceive quality, sales promotion affection, packagign affection, dan word of mouth exposure terhadap brand loyalty, yaitu melalui post purchase evaluation. Brand purchase tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan ke-5 independent variable dan post purchase evaluation, hal ini bertentangan dengan teori brand association dan perceive quality Aaker 1991, sales promotion Peter&Olson 1998 dan Smith 1998, packaging Shimp 2000, word of mouth Richins&Root-Shaffer 2000 dan Assael 2001. Secara akademis penelitian ini dapat memperkaya teori dan temuan-temuan pada penelitian sejenis yang pemah diteliti sebelumnya. Hasil penelitian ini mampu mengeksplorasi sebagian saja dari banyak elemen yang mempengaruhi post purchase evaluation dan mengeksplanasi sebagian saja dari banyak elemen yang mempengaruhi brand loyalty pada usia dini di Indonesia. Untuk itu diharapakan agar penelitian selanjutnya dapat melihat dari sisi lain yang belum dibahas dalam penelitian ini.
Early brand loyalty on teenagers is an interesting phenomenon in the marketing world. Although teenagers are known as un-loyal costumers [Shimp 200:131], many marketers see that once a teenager has committed to a certain brand, he/she will keep on buying it for years to come [Solomon 1999: 475]. Also strengthen by Peter & Olson [1998: 420], early brand loyalty can be found on teenage target segment and this continued until their adult years. The more new players in print media industry that worked on teen segment lately have attracted the researcher to examine this phenomenon further. By focusing on case study of GADS magazine anti students 3 junior highs in Jakarta, which mirrored segmentation A-B, this research was meant to discover the relation pattern elements that affect early brand loyalty. Explanative quantitative study data analysis chosen through stratified random sampling on 206 respondents was done in 3 multiple regression stages. First stage dependent variable: brand purchase, stage 2: post purchase evaluation, and stage three: brand loyalty. Further analysis was conducted with path analysis to test the conceptual model from the research result, a new model was found better than its original basic model. Early brand loyalty has already formed among teenagers, although the amount of committed buyers is less Than 50%. Teenagers in the switcher category are almost 50%, proved by their sensitivity to price and reward. Relation pattern elements that affect early brand loyalty are: 1. Direct effects, formed between post purchase evaluations on brand loyalty [Lele & Sheth 1991 and Peter & Olson 1998], worth of mouth exposure on brand loyalty [Smith 1998], and sales promotion affection on brand loyalty [Smith 1998].
2. Indirect effect. Formed between brand associations, perceive quality, sales promotion affection. Packaging affection and word of mouth exposure on brand loyalty through post purchase evaluation. Brand purchase has no significant relation with all five independent variables and post purchase evaluation. This is contradictive with brand association and perceives quality theory [Aaker 1991], sales promotion [Peter & Olson 1998 and Smith 1998], packaging [Skimp 2000], and word of mouth [Richins & Root Shaffer 2000] and Assael 2001]. As an academic recommendation, the result of this research can explored some of the elements that effected post purchase evaluation and also can explained some of the elements that effected brand loyalty 9n teenagers in Indonesia. For the next research, it is better to see other sides that not be explained yet in this research.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Wulandari
Abstrak :
Tingkat loyalitas merek di kalangan konsumen merupakan hal yang seringkali menjadi perhatian bagi pemasar dalam menjalankan aktivitas dalam memasarkan produknya. Hal ini dikarenakan pemasar perlu membangun loyalitas merek melalui komunikasi pemasaran di kalangan konsumen terutama konsumen pengguna produknya (existing customer) jika dibandingkan memperluas target market yang belum tentu memiliki loyalitas merek.(Smith, 1993). Dalam suatu survey yang dilakukan oleh YKLI (1996) dikatakan bahwa produk kosmetik merupakan kebutuhan dasar bagi setiap wanita baik tua maupun muda. Hal ini juga diperkuat data BPS (2003) mengenai pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia terhadap produk kosmetik PT. Mustika Ratu Tbk melalui produk Mustika Puteri mencoba untuk membuka peluang produk kosmetik (kecantikan) di kalangan remaja puteri. Dilihat dari data penjualan produk tersebut, terlihat dalam kurun waktu 4 tahun (1996 - 2000) terjadi peningkatan penjualan yang cukup bagus. Untuk itu peneliti tertarik untuk menelitinya dengan tujuan mengetahui kontribusi dari elemen-elemen bauran promosi terhadap tingkat loyalitas merek di kalangan pengguna Mustika Puteri, dimana responden yang mewakili populasi pengguna Mustika Puteri adalah pelajar SMU di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif eksplanatif, pemilihan sample untuk mewakili populasi dilakukan dengan teknik multistage random sampling dan didapatkan sekitar 200 sample dan data dikumpulkan dengan menggunakan materi kuesioner. Analisa data studi dilakukan dengan multiple regression dengan dependen variabel : brand loyalty dan independen variabel : advertising, public relation dan personal selling. Dari hasil penelitian diketahui bahwa elemen bauran promosi yang paling tinggi memberikan kontribusi terhadap tingkat loyalitas di kalangan konsumen Mustika Puteri adalah melalui kegiatan public relation. Sedangkan kegiatan advertising dan personal selling memberikan korelasi negatif untuk kontribusinya terhadap tingkat loyalitas merek. Dan diantara variabel babas, juga terjadi korelasi yang kuat antara advertising dan personal selling serta antara public relation dan personal selling. Menurut definisi IMC bahwa bauran promosi merupakan satu kesatuan yang memadukan masing-masing kelebihan dari setiap elemen untuk mendapatkan suatu paduan komunikasi yang efektif dan efisien. Untuk itu masih banyak lagi elemen-elemen bauran promosi yang dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat loyalitas merek. Dengan adanya perbedaan antara teori dan kenyataan yang terjadi, dapat dijelaskan dengan berbedanya konteks waktu dan budaya setempat. Teori bersifat tidak mutlak, namun sangat bergantung pada konteks waktu dan budaya dimana teori tersebut diaplikasikan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert AB
Abstrak :
Membanjirnya informasi yang beredar dipasar membuat setiap informasi menjadi asimetrik dimata konsumen apalagi saat ini konsumen memiliki keterbatasan waktu dan biaya untuk mengolah setiap informasi yang mereka terima. Alfin Tofler (1970) telah memprediksi,hal ini jauh sebelumnya. Beliau mengatakan hal ini sebagai kondisi over information yang diakibatkan perkembangan dan penyebaran teknologi infomasi yang demikian cepat diseluruh dunia. Jack Trout (1996) jugs mengatakan hal senada dengan menyebutnya sebagai kondisi over communication. Selain terjadinya over information seat ini juga terjadi kondisi over choice dimana ditandai dengan membajirnya tawaran produk dipasar yang diakibatkan perkembangan produk baru yang demikian pesat (Sealy & M.Cristol, 1999). Pada kondisi over choice konsumen mengalami kebingungan untuk memilih praduk yang dapat dipercaya. Kondisi over information dan over choice mengakibatkan suatu produk sulit bertahan lama di pasar. Untuk menjawab kondisi seperti ini Tulin Erdem dan Joffre Swait mengatakan bahwa sebuah merek harus memiliki kredibilitas dipasar yang pada akhirnya mendorong konsumen untuk memilihnya. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh brand credibility (variabel endogen) pada brand choice melalui variabel antara yakni perceived quality, perceived risk, dan information cost saved di mana semuanya berdiri sebagai variabel eksagen. Penelitian diinspirasikan dari penelitian sebelumnya oleh Tulin Erdem dan Joffre Swait (2004) dengan metode yang digunakan structural equation modeling (SEM). Pada penelitian ditemukan bahwa model penelitian konsisten pada kategori produk minuman energi. Sedangkan pada kategori ponsel konsistensi model tidak dapat berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan karena ditolaknya semua hipotesis yang berkenaan dengan variabel perceived risk. Rekomendasi untuk penelitian kedepan terbagi kedalam beberapa hal. Pertama memasukan element-element perceived risk kedalam variabel penelitian agar dapat terlihat lebih spesifik element yang paling berperan. Kedua, perlu dipertimbangkan faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap brand choice selain perceived quality, perceived risk, dan information cost saved. Ketiga, variabel brand credibility harus secara spesifik mengacu kepada product brand atau corporate brand. Penulis juga rnerekomendasikan untuk melihat pengaruh corporate brand credibility terhadap product brand credibility secara searah maupun dua arah.
The overload of information in the market make the information becomes asymmetric. Meanwhile the consumer has time and cost constraint to process all information that they receive. Alvin Toffler (1970), had predicted this situation long time ago. He said this situation as an over information that come from the development and spreading of information technology around the world. In the other side, Jack Trot (1996) said this situation as an over communication. Meanwhile, another situation from over information is over choice that marked with overload of product offering on the market because the speed of product development (Sealy & M.Cristol, 1999). In over choice situation consumer confuse to choose the credible product. Over information and over choice make a product cannot stay in market in the long term. To cover this situation Tulin Erdem & Joffre Swait argue that a brand ought to have credibility that pushes a brand to be chosen by consumer. This research is focus to examine the influence of brand credibility (exogenous) on brand choice moderated by perceived quality, perceived risk, and information cost saved (endogen). This research is inspired from former research that conducted by Tulin Erdem & Joffre Swait that using structural equation modeling method. The findings on this research show research model consistent in energy drink category on the other hand in mobile phone category it cannot be consistent. This is because the hypothesis that connects to perceived risk variable is rejected. Recommendation for future research including several suggestions. First, to include the element of perceived risk therefore we can know which element that is affected. Second, we have to consider the other element that affect on brand choice not only perceived quality, perceived risk, and information cost saved. Third, we recommend specifying either corporate brand or product brand that used. We also recommend examining the influence of corporate brand credibility on product brand linearly and reciprocally.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Kusuma
Abstrak :
Selain merek, country-of-origin merupakan pertimbangan penting bagi konsumen untuk menilai suatu produk, entah itu dalam mengevaluasi atau penilaian akan kualitas produk secara keseluruhan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui faktor apa raja yang membuat country-of-origin menjadi pertimbangan penting konsumen. PeneIitian ini merupakan pengembangan penelitian terdahulu dari Schweiger, Otter & Strebinger (1995) mengenai pengaruh country-of-origin terhadap evaluasi produk dan implikasinya terhadap keputusan pemindahan lokasi. Penelitian dilakukan pada mahasiswa dan karyawan dengan golongan usia dan latar belakang yang beragam yang dianggap memiliki pengetahuan mengenai country-of¬origin. Untuk menguji hipotesis ini dengan menggunakan metode kuesioner terstruktur yang diberikan secara langsung inaupun melalui mills kepada responden. Data yang diperoleh sebanyak 223 responden. Analisis data yang digunakan adalah metode Structural Equation Modeling (SEM), dengan menggunakan program LISREL 8.30. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa country-of-origin memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap evaluasi produk dan persepsi kualitas, namun tidak mempengaruhi keinginan membeli konsumen. Ketertarikan untuk membeli lebih dikarenakan oleh persepsi kualitas terhadap suatu produk.
Likely as brand, country-of-origin has the equal value to become important consideration for consumer to evaluate a product, whether it as an evaluation or to judge the overall quality. The research is developed from previous study in country-of origin and product evaluation. Students and employees from varied age and background are considered as respondents in this research, and are assumed to understand the main point of country-of-origin. Total of 223 respondents are participated in the survey. Structural Equation Modeling (SEM) with applicable software package LISREL 8.30 is used as data analysis method. The research concluded that country-of-origin has a significant influence in product evaluation and quality perception, but has no strong influence in consumer's purchase decision. Consumer more intended to purchase a product based on quality perception rather than country-of-origin aspect.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Sri Aprianti
Abstrak :
Merek sudah dikenal sejak jaman Mesir kuno ketika tukang batu di saat itu memberi tanda Langan pada batu bata hasil kerjariya, sebagai tanda keaslian produk. Sejak saat itu, proses branding terus hidup dan berkembang hingga menjadi salah satu hal terpenting dalam bisnis. Pendapat Shakespeare yang berbunyi : What is in a name ?, memang perlu dipertanyakan kembali ketika di implementasikan di dunia bisnis. Di jaman itu memang belum ada persaingan bisnis yang seketat sekarang dimana terdapat begitu banyak produsen berkompetisi memperebutkan segmen pasar yang sama, sehingga dibutuhkan diferensiasi nama. Dalam situasi persaingan yang semakin ketat, seharusnya merek menjadi sakral, karena semakin sulit ditingkatkan ekuitasnya, makin sulit pula menjaga loyalitas konsumen. Harus diingat Brand is not just a name, a symbol or slogan. Tidak semua nama produk atau jasa, otomatis menjadi merek riil yang kuat. Juga tidak semua nama yang didaftarkan di direktorat jenderal hak cipta, paten dan merek, otomatis menjadi merek berharga.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farizka Ariesta
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi dengan adanya perubahan undang-undang dalam industri migas Indonesia yang merubah posisi Pertamina dari satu-satunya perusahaan dalam industri retail migas Indonesia kini harus berhadapan dengan kompetitor-kompetitor kuat dunia. Munculnya pemain baru dalam industri migas ini memunculkan persaingan ketat. Masuknya kompetitor ini diperkirakan akan menurunkan jumlah market share Pertamina hingga 40% dalam waktu 5 tahun. Hal tersebut mengindikasikan telah terjadinya perpindahan jumlah pelanggan dari pertamina ke kompetitor lain. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari enam variabel independen yaitu kualitas layanan (X1), kebutuhan mencari variasi (X2), harga (X3), karakteristik kategori produk (X4), promosi iklan (X5) dan kualitas produk (X6) terhadap keputusan perpindahan merek sebagai variabel dependennya (Y).

Setelah dilakukan analisis terhadap teori-teori, dan dilakukan penyusunan hipotesis dengan pengumpulan data melalui metode kuesioner yang disebar kepada 120 orang pelanggan SPBU Pertamina yang pernah melakukan pembelian pada SPBU selain SPBU Pertamina dengan menggunakan metode purposive sampling. Kemudian analisis dilakukan dengan pengolahan data menggunakan uji validitas, reliabilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi berganda, dan pengujian hipotesis menggunakan uji f dan uji t.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan didapat bahwa, dari enam variabel independen (kualitas layanan, kebutuhan mencari variasi, harga, karakteristik kategori produk promosi iklan dan kualitas produk) ditemukan bahwa lima variabel (kualitas layanan, kebutuhan mencari variasi, harga, promosi dan kualitas produk) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel dependen dan variabel karakteristik kategori produk berpengaruh secara negative dan signifikan terhadap variabel dependen keputusan perpindahan merek.
ABSTRACT
Background of this research is a change in Indonesian’s oil and gas law that makes Pertamina had to deal with the new environment of perfect competition with some strong competitors in the world oil and gas industry. The emergence of some new players in Indonesia oil and gas industry has raised fierce competition. Pertamina expects that the entry of new competitors will decrease the number of Pertamina's market share up to 40% in 5 years. This sign indicate that there is a customer transfers from Pertamina to other competitors. This study tried to determine how much the six independent variables (quality of service (X1), variesty seeking (X2), price (X3), characteristics (X4), the advertising campaign (X5) and product quality (X6)) effecting the brand switching as the dependent variable (Y).

After analyzing the theories, and arranging some hypothesis by collecting data through questionnaire method which is distributed to 120 Pertamina gas station customers who ever purchase at retail outlets besides Pertamina gas stations by using purposive sampling. The data analyze by using the results of validity, reliability, classic assumption test, regression analysis, and hypothesis testing using f test and t test.

Based on the analysis, researcher get some results that the six of independent variables (quality of service, variety seeking, pricing, the advertising campaign, characteristic category product and product quality) found that there are five variables (quality of service, variety seeking, price, advertising campaign and product quality ) have a positive and significant impact on the dependent variable and the characteristic category product has a negative and significant effect on the dependent variable.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T34785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Satria
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai pengaruh brand Bank Mandiri terhadap brand equity Bank Syariah Mandiri. Brand Bank Mandiri mempengaruhi lima variabel pembentuk brand equity Bank Syariah Mandiri yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty dan brand image. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dan untuk analisis data menggunakan model binary logistic. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa brand Bank Mandiri mempengaruhi brand equity Bank Syariah Mandiri. Selanjutnya dalam penelitian ini menyarankan agar Bank Syariah Mandiri mengelola brand equity lebih baik lagi.
This thesis describes the impact of Bank Mandiri Brand on Bank Syariah Mandiri Brand Equity. Bank Mandiri Brand influences five variables forming the brand equity of Bank Syariah Mandiri, namely brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyality and brand image. This is a qualitative study with a descriptive design and for data analysis it adopts binary logistic model. The results of the study conclude that the brand of Bank Mandiri has impact on the brand equity of Bank Syariah Mandiri.This study further suggest that Bank Syariah Mandiri manage its brand equity in a better manner.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>