Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sartika Anissa Suciati
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecantikan wajah dan ekspresi senyum terhadap kesediaan laki-laki untuk berbohong dalam preferensi pemilihan pasangan hidup. Pada penelitian ini kecantikan wajah yang dilakukan pada pilot study hingga didapatkan material berupa tiga foto perempuan sebagai calon pasangan partisipan. Untuk melihat pengaruh perilaku nonverbal, peneliti menggunakan ekspresi senyum sebagai representasi keramahan, keterbukaan, dan perilaku prososial. Dalam mengukur kesediaan laki-laki untuk berbohong, peneliti menggunakan alat ukur dari Rowatt, Cunningham, dan Druen (1999) dalam bentuk kuesioner. Partisipan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa UI berusia 18-24 tahun, heteroseksual, tidak sedang menjalani hubungan romantis, dan termotivasi dalam mencari pasangan dengan jumlah partisipan 107 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari kecantikan wajah terhadap kesediaan laki-laki untuk berbohong dengan F (1,71, 179,80) = 48,98 , p <0,05, η2= 0,32, tetapi tidak dengan ekspresi senyum. Interaksi antara kecantikan wajah dan ekspresi senyum juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesediaan laki-laki untuk berbohong. Oleh karena itu, kecantikan wajah adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki untuk berbohong dalam preferensi pemilihan pasangan hidup. ......This study examined the impact of facial beauty and smiling expressions towards males’ willingness to lie about their life partner preference. In this study, facial beauty is measured on the pilot study, resulting items in the form of female photos as the potential partner of the participant. To examine the impact of nonverbal behaviour, researcher used smiling expression as representation of friendliness, openness, and prosocial behaviour. In measuring males willingness to lie, the researcher used an instrument from Rowatt, Cunningham, and Druen (1999) in quesionaire. Participants of this study are students from University of Indonesia, within the age range of 18-24, heterosexual, not currently in a romantic relationship, and motivated to find a romantic partner. Total participants are 107 subjects. The result of this study shows that there is a significant influence on facial attractiveness to males’ willingness to lie with F (1,71, 179,80) = 48,98 , p< 0,05, η2= 0,32, but not with smiling expressions. Interaction effect between facial beauty and smilling expression. Thus, it is concluded that facial beauty is a factor that can influence males to lie in their life partner preference.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulandari
Abstrak :
Sejumlah studi menunjukkan bahwa aktivasi gender-stereotype threat berpengaruh terhadap penurunan performa perempuan pada sejumlah tes kemampuan kognitif yang memiliki stereotip mengenai keunggulan laki-laki. Namun masih sedikit studi yang mempelajari mengenai pengaruh pemberian gender-stereotype threat terhadap performa perempuan dan laki-laki pada tes kelancaran fonemik, yang pada umumnya menunjukkan keunggulan perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari tipe aktivasi gender-stereotype threat dan tingkat kesulitan tugas terhadap performa tes kelancaran fonemik pada laki-laki dan perempuan. Seratus enam puluh delapan mahasiswa S1 Universitas Indonesia dengan rentang usia 18-24 tahun terlibat dalam tes kelancaran fonemik yang memiliki 3 tingkat kesulitan tugas. Untuk mengaktivasi gender-stereotype threat, partisipan pada 3 kelompok eksperimen mendapat salah satu informasi, bahwa tes menunjukkan keunggulan perempuan, tes menunjukkan adanya perbedaan gender, atau tes bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan bahasa. Sementara partisipan pada kelompok kontrol mendapat informasi bahwa tugas yang akan diberikan bertujuan untuk melihat proses-proses umum dalam pemecahan masalah. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kesulitan tugas menjadi satu-satunya variabel yang berpengaruh, sementara kedua variabel lainnya ditemukan tidak memiliki pengaruh terhadap performa tes kelancaran fonemik. Oleh karena itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian gender-stereotype threat tidak menyebabkan penurunan performa laki-laki sebagai kelompok yang mendapat stereotip negatif pada tes kelancaran fonemik. ......A number of studies showed that activation of gender-stereotype threat leads to digression of women’s performance in several cognitive ability tests which have stereotype about men superiority. Hovewer, only few studies had been conducted to learn how gender-stereotype threat influence men and women performance on phonemic fluency test, in which women are believed to be superior. The present research aimed to investigate the influence of gender-stereotype threat activation type and level of task difficulty upon phonemic fluency test performance on men and women. One hundred and sixty eight undergraduate students from University of Indonesia with age ranged between 18-24 years were asked to perform phonemic fluency test which consisted of 3 difficulty levels. To activate genderstereotype threat, participants in 3 experimental groups were informed that this test either show women advantage, this test show gender differences, or this test was intended to evaluate their verbal ability. The control group was told that their problem solving process on a task given will be studied. The results revealed that level of difficulty was the only variable which has a significant effect, while two others variables have no significant effects upon phonemic fluency test performance. Therefore, this study suggests that gender-stereotype threat doesn't lead to digression of men’s performance as a negative stereotyped group on phonemic fluency test.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiana Nisa Wiegati
Abstrak :
Berbagai seleksi dilakukan untuk dapat memprediksi kesuksesan akademik mahasiswa, namun belum ada seleksi yang yang berkaitan dengan kemampuan regulasi diri, motivasi akademik, dan berpikir abstrak. Executive function terbukti berkaitan dengan regulasi diri, motivasi akademik, dan berpikir abstrak. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan dan pengaruh executive function terhadap prestasi akademik pada mahasiswa. Partisipan berjumlah 144 mahasiswa Universitas Indonesia. Komponen-komponen executive function diukur dengan alat ukur Backward Digit Recall Test, Kelancaran Verbal Fonemik dan Semantik, Tower of Hanoi, dan Stroop Color and Word Test. Hasil perhitungan multiple regression menunjukkan secara bersama-sama komponen-komponen executive function tidak dapat memprediksi prestasi akademik. Namun jika dihitung menggunakan simple regression, ditemukan bahwa tiga dari empat komponen executive function yang diteliti, yaitu working memory, generativity dan inhibition secara signifikan dapat memprediksi prestasi akademik. Cognitive flexibility ditemukan tidak dapat memprediksi prestasi akademik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam memanipulasi dan menyimpan informasi, memunculkan ide, serta menahan respon yang tidak sesuai konteks berpengaruh terhadap prestasi akademik. ......Various selection is done to be able to predict the academic success of students, but there is no selection with regard to the ability of self-regulation, academic motivation, and abstract thinking. Executive function has been found associated with self-regulation, academic motivation, and abstract thinking. This study was conducted to see the relationship between executive function and academic achievement in students. Participants are 144 students of Universitas Indonesia. The components of executive function was measured by Backward Digit Recall Test, Phonemic and Semantic Verbal Fluency Test, Tower of Hanoi, and the Stroop Color and Word Test. Results of multiple regression calculation shows that together the components of executive function can not predict academic achievement. However, if calculated using simple regression, it was found that three of the four components of executive function, which are working memory, inhibition and generativity significantly predicted academic achievement. Cognitive flexibility was found not able to predict academic achievement. Results of this study indicate that students' ability to manipulate and store information, generate new ideas, and holding the inappropriate response affect academic achievement.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47721
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shauma Lannakita
Abstrak :
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh kualitas pelayanan dan nilai yang dirasakan terhadap kepuasan pasien dan dampaknya terhadap minat berprilaku pasien. Di dalam penelitian ini, pennulsi menyebarkan kuesioner kepada 155 orang responden yang pernah menjadi pasien rawat jalan di rumah sakit swasta di Jakarta. Untuk menganalisis data menggunakan metode Structural Equation Model dengan bantuan software LISREL 8.51. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan dan nilai yang dirasakan mempengaruhi kepuasan pasien yang dapat menggerakkan behavioral intention. Hail lain dari penelitian ini adalah bahwa baik kualitas pelayanan dan nilai yang dirasakan pelanggan tidak berpengaruh secara langsung terhadap behavioral intention. ......The objective of this study is to examine the influence off perceived service quality and perceived value toward patient satisfaction and its impact on behavioral intention.. In conducting the survey, the author distributed the questionnaire to 155 respodents who has been gone to private hospitals in Jakarta. This research use Structural Equation Modeling (SEM) as an analytical tool by LISREL 8.51. Findings indicate that both perceived service quality and perceived value have influence satisfaction that drives behavioral intention. Interestingly, both perceived service quality and perceived value have no direct impact on behavioral intention while value assessment was influenced by perceived service quality.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Indraswari
Abstrak :
ABSTRAK
Eisenberger (1986) menyatakan setiap karyawan akan membentuk persepsi global mengenai dukungan dari organisasinya. Persepsi ini dinamakan Perceived Organizational Support. Apabila karyawan merasakan dukungan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhannya, maka karyawan dapat melakukan penarikan diri. Salah satu bentuk penarikan diri adalah turnover. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan Perceived Organizational Support dengan intensi Turnover pada karyawan usia dewasa awal di Bank X. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non-probability sampling dengan teknik incidental sampling. Metode statistik yang digunakan adalah teknik korelasi pearson product moment. Variabel Perceived Organizational Support (POS) diukur dengan skala dikembangkan oleh Eisenberger dkk. (1986) melalui Survey of Perceived Organizational Support (SPOS). Sedangkan untuk variabel intensi turnover diukur melalui skala Withdrawal Cognition yang disusun oleh Tang, Kim, dan Tang (2000). Jumlah sampel penelitian adalah 64 karyawan Bank X. Karakteristik sampel berusia 18- 40 tahun, pendidikan minimal D3 dan sudah bekeija selama satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan nilai korelasi sebesar -0,286 yang artinya terdapat hubungan antara Perceived Organizational Support dengan intensi turnover pada karyawan usia dewasa awal di Bank X.
ABSTRACT
According to Eisenberger, employees will create a global perception about support from the organization (1986). This perception is known as Perceived Organizational Support. If the support that the employees get does not meet their needs, employees can do withdrawal behavior. One kind of withdrawal behavior is tumover. Therefor, the aim of this research is to find the correlation between perceived organizational support and tumover intention among the employees X in early adulthood at the Bank. This study uses nonprobability sampling with incidental sampling technic. Statistic methode is using pearson product moment correlation. Variable Perceived Organizational Support (POS) is measured using the scale of Eisenberger et al (1986) called Survey of Perceived Organizational Support. The tumover intention variable is measured using the witdrawal intention by Tang, Kim, and Tang (2000). Sixty four employees of Bank X were involved in this study. The characteristic of sample are aged 18-40 years, having minimum diplome background and has worked at least one year. The result shows correlation -0,286 that shows the correlation between perceived organizational support and tumover intention among Employees in early adulthood at the bank X.
2009
S3607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Wiyardi
Abstrak :
ABSTRAK
Beberapa penelitian mengenai hubungan psycap dan komitmen organisasi telah dilakukan, dan didapatkan hasil yang signifikan. Namun, dalam penelitian tersebut tidak ditemukan peneliti yang menghubungkan variabel psycap dengan dimensi komitmen organisasi. Penelitian kali ini, dengan desain ex post facto field study, bertujuan untuk melihat hubungan psycap dan komitmen organisasi dam juga dengan dimensi-dimensinya. Selain itu, penelitian ini juga melihat hubungan antar dimensi psycap dan komitmen organisasi. Sebanyak 179 anggota Polri yang sedang mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian menjadi sampel dalam penelitian ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara psycap dan komitmen organisasi dengan r = 0,102. Namun terjadi hubungan yang signifikan antara psycap dan setiap dimensi komitmen organisasi. Bentuk hubungan tersebut ada yang berupa hubungan positif dan ada pula yang berhubungan negatif. Selain itu dalam penelitian ini dilihat pula, hubungan antar dimensi psycap dan komitmen organisasi. Hasil analisis menunjukkan, terdapat hubungan yang signifikan antara setiap dimensi psycap dengan komitmen afektif dan normatif. Sedangkan hubungan antara psycap dengan komitmen kontinuans didapat hubungan yang negatif signifikan atau tidak ada hubungan.
ABSTRACT
A few researches on a relationship between psycap and organizational commitment have been undertaken, and that there has been a significant result obtained. In the researches undertaken, however, researches seem to find no such a relationship between psycap variable and organizational commitment component. This particular research using ex post facto field study design is intended to look at the relationship between psycap and organizational commitment including their components. Apart from that this research has also focused on the relationship between psycap dimensions and organizational commitment. As many as 179 INP officers attending academic course in PTIK have become participant in this research. The results show that there is no significant relationship available between psycap and organizational commitment (r = 0.102). However, there is a significant relationship between psycap and each organizational commitment components. Such results indicate both positive and negative relationships. Further, in this particular research relationship between psycap and organizational commitment components have also been looked into. The results show that there is significant relationship between psycap with both affective and normative commitments. On the contrary, the relationship between psycap and continuance commitment shows negative relationship or not related at all
2010
S3660
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Setiawan Hertanto
Abstrak :
ABSTRAK
Pemimpin adalah sosok yang penting dalam organisasi termasuk dalam Polri.Performa kerja yang baik tentunya sangat diperlukan oleh seorang pemimpin.Berdasarkan penelitian Luthans, Youssef, dan Avolio (2007) baik psychologicalCapital (PsyCap) maupun burnout berhubungan dengan performa kerja seseorang.Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Psycapdan burnout pada anggota Polri yang sedang mengikuti pendidikan di PTIK. Hasilpenelitian menunjukkan terdapat korelasi negatif dan signifikan antara PsyCap dNburnout (r= -0.193 /?<0.01). Analisis hubungan yang lain menunjukkan bahwadiantara dimensi PsyCap, hanya dimensi optimism yang berkorelasi negatif dansignifikan dengan burnout (r= -0.291 /?<0.01). Optimism juga berkorelasi dengansetiap dimensi dari burnout. Dimensi self ejficacy berhubungan negatif dansignifikan dengan kelelahan emosi (r= -0.193, p<0.01) dan dimensi resiliencyberhubungan dengan kelelahan emosi (r= -0.208,/?<0.01). Hasil perhitungan laintidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
ABSTRACT
Leader is an important person in organization, including in INP. Good workperformace is needed by leader. Based on Luthans, Youssef and Avolio (2007)research, psychological capital and bumout are each correlated with workperformance. This research examine the relationship between PsyCap and bumoutin INP who attending academic course in PTIK. The result shows negative andsignificant correlation between PsyCap and bumout (r= -0.193 /?<0.01). Othercorrelation analysis show that among PsyCap dimension and bumout, onlyoptimism which have negative and significant correlation (r= -0.291 p<0.01).Optimism and every dimension of burnout are correlated significant. Self efficacydimension and emotional exhaustion correlated negative and significant (r= -0.193, />0.01), resiliency and emotional exhaustion correlated negative andsignificant (r= -0.208, />0.01). Other measurement did not show any significantcorrelation.
2010
S3569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Hanesty
Abstrak :
Tugas kelancaran fonemik adalah salah satu tugas dari tes kelancaran verbal yang dapat digunakan untuk melihat mekanisme kognitif seseorang ketika mencoba mengelompokkan kata berdasarkan kriteria tertentu (clustering) dan melakukan perpindahan dari satu kelompok kata ke kelompok/kata baru lainnya (switching). Sejumlah faktor demografis dipercaya memiliki pengaruh terhadap performa dalam tugas kelancaran fonemik, diantaranya adalah jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Di Indonesia sendiri penggunaan tugas kelancaran fonemik masih sangat terbatas. Penelitian dari Hendrawan, Hatta dan Ohira (in press) menemukan bahwa huruf S, L, dan J adalah stimulus huruf yang paling sesuai digunakan dalam tugas kelancaran fonemik bagi mereka yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utamanya. Namun, sejauh ini belum ditemukan penelitian terkait tugas kelancaran fonemik yang berusaha melihat mekanisme clustering dan switching pada partisipan berbahasa Indonesia. Selain itu, pengaruh dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada performa tugas kelancaran fonemik juga belum jelas gambarannya pada partisipan berbahasa Indonesia. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada performa tugas kelancaran fonemik yang dilihat melalui clustering dan switching dengan stimulus yang sudah disesuaikan dengan bahasa Indonesia (S, L, dan J). Penelitian dilakukan terhadap 80 partisipan laki-laki dan 80 partisipan perempuan yang tinggal di Jabodetabek, sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia, dan pernah/sedang menjalani pendidikan di tingkat tinggi/menengah/dasar. Hasil menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap clustering dan switching pada tugas kelancaran fonemik, sedangkan jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap clustering dan switching. Selain itu, hasil juga tidak menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang signifikan antara jenis kelamin dan tingkat pendidikan terhadap clustering dan switching. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan adalah prediktor yang lebih baik dari jenis kelamin dalam clustering dan switching pada tugas kelancaran fonemik. ...... honemic fluency task is a part of verbal fluency test and known to have the ability to measure the underlying cognitive mechanism reflected by the way an individual subcategorizes the words he/she produces (clustering) and then how he/she shifts from one subcategory to the other subcategory/single word (switching). A number of demographic factors have been found to influence the performance of phonemic fluency task; two of them are sex differences and education. In Indonesia, the use of phonemic fluency task is still rarely applied. A study from Hendrawan, Hatta & Ohira (in press) has successfully discovered that S, L, and J are the representative stimuli of phonemic fluency for participants with Bahasa Indonesia as their native language. However, a study about underlying mechanism of clustering and switching on participants with Bahasa Indonesia is none to be found up until now. Furthermore, it is still unclear how sex differences and education affect the performance of phonemic fluency for Indonesian native speakers. This study aimed to seek the effects of sex differences and education on clustering and switching of phonemic fluency task conducted to participants with Bahasa Indonesia as the native language. A total of 80 males and 80 females in Jabodetabek, with different levels of education (high/medium/low) joined this study. Results showed that the level of education had a significant main effect toward clustering and switching in phonemic fluency task, while sex differences had no effect. Also, there is no interaction effect between sex differences and education toward clustering and switching. However, there was no main effect from sex differences toward clustering and switching in phonemic fluency task. In addition, the interaction effect between sex differences and education toward clustering and switching was also not found. In conclusion, results of this study indicated that education is a better predictor than sex differences in clustering and switching of phonemic fluency task.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayunda Dewi Triana
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara self-monitoring dan kepuasan hidup pada remaja. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. Self-monitoring diukur menggunakan alat ukur Revised Self-Monitoring Scale berdasarkan translansi dari penelitian sebelumnya oleh Dita Yusitisia tahun 2012, sedangkan kepuasan hidup diukur menggunakan alat ukur Kepuasan Hidup pada Remaja yang dibuat oleh Ilmi Amalia tahun 2007. Responden dalam penelitian ini berjumlah 113 orang remaja yang berada di daerah Jakarta dan Depok. Hasil penelitian ini menunjukkan self-monitoring berkorelasi signifikan dan positif dengan kepuasan hidup (r = 0,353; p < 0,01). Ini berarti semakin tinggi tingkat self-monitoring remaja maka menunjukkan semakin tinggi pula kepuasan hidup mereka. ......This research was conducted to find the correlation between self-monitoring and life satisfaction among adolescents. This research used the quantitative approach. Self-monitoring was measured using a Revised Self-Monitoring Scale that was based on translation from previous research by Dita Yustisia (2012) and life satisfaction was measured using a Kepuasan Hidup pada Remaja that was made by Ilmi Amalia (2007). The responden of this research are 113 adolescents that from Jakarta and Depok. The results of this research showed that self-monitoring correlated significantly and positively with life satisfaction (r = 0,353, p < 0,01). That is, the higher self-monitoring of one’s own, the higher his/her life satisfaction.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putri Martania
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara rejection sensitivity dan self-monitoring pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan romantis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur rejection sensitivity adalah Rejection Sensitivity Questionnaire yang sudah melalui proses adaptasi, sedangkan self-monitoring diukur menggunakan Revised Self-Monitoring Scale yang diambil dari hasil adaptasi pada penelitian yang dilakukan oleh Yustisia (2012). Partisipan pada penelitian ini berjumlah 130 dewasa muda yang sedang memiliki pacar. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rejection sensitivity berkolerasi secara negatif dengan self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). Hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat rejection sensitivity yang dimiliki oleh individu, semakin rendah tingkat self-monitoring yang dimilikinya. ...... This research was conducted to find the correlation between rejection sensitivity and self-monitoring among young adults who were currently in romantic relationships. This research used the quantitative approach. Rejection sensitivity was measured using Rejection Sensitivity Questionnaire which have been through a process of adaptation and Self-monitoring is measured using the Revised Self-Monitoring Scale adopted from previous reserch by Yustisia in 2012. The participant of this research are 130 young adults who were currently in a relatioship. The main result of this research showed a negative correlation between rejection sensitivity and self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). These results indicate that the higher rejection sensitivity of one’s owned, the lower his/her self-monitoring
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>