Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Hartanti
"ABSTRAK
Tulisan ini difokuskan pada situasi pasar nagari sebagai arena sosial dalam proses penyelesaian sengketa. Studi kasus pasar Nagari Moto Baru, Padang Panjang, Sumatera Barat.
Penelitian mengenai Pasar Nagari dilihat sebagai pasar tradisional yang unik dan menjadi arena sosial, yang dapat memunculkan berbagai kegiatan. Misalnya menjadi ajang pertemuan antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi, sumber dimensi komunikasi dan informasi, sumber gosip, tempat rekreasi atau tempat hiburan, tempat ngrumpi, tempat pertemuan sosial dan sebagai alat kontrol sosial. Sernua ini memungkinkan sekali timbul sengketa.
Sengketa yang muncul akan diselesaikan dengan cara-cara warga masyarakat setempat, yang bersumber pada budaya Minangkabau dan tidak terlepas dari sistem matrilineal.
Begitu kompleknya masalah-masalah yang muncul di pasar nagari, sehingga pasar Nagari menjadi suatu arena sosial dalam proses penyelesaian sengketa. Tidak semua sengketa pada tahap basil akhir diselesaikan di pengadilan formal, tetapi justru sebagian besar sengketa dapat diselesaikan di pengadilan non formal, dengan hasil kompromistis dan berupaya memuaskan kedua belah pihak. Hal ini dipilih para pihak karena dapat rnengembalikan, memulihkan atau menjaga keseimbangan hubungan persaudaraan yang telah terjalin. Lebih-lebih para pihak tersebut sesama mitra usaha yang selalu memperhitungkan hubungan yang bersifat kolegalitas atau kebersamaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aah Hilyati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh data empiris tentang struktur percakapan guru-murid Taman Kanak-Kanak (TK) di dalam kelas. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengukur perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid laki-laki dan murid perempuan, antara murid yang orang tuanya berdomisili di kota dan murid yang orang tuanya berdomisili di pinggiran kota, serta antara murid yang orang tuanya berpendidikan dasar, berpendidikan menengah, dan berpendidikan tinggi.
Penelitian ini dilakukan di empat TK yang terletak di kecamatan kota, Kota Nadia Tangerang, yaitu TK Pertiwi, TR Trisula Perwari, TK Kemala Bhayangkari, dan TK Dharma Putra. Subjek penelitian ini berjumlah 94 orang murid TK dan 4 orang guru TK dari empat TK yang diteliti.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan perekam pita dan lembar pengamatan sebagai instrumen dan memroses data yang berupa rekaman percakapan guru-murid dengan (1) mentranskripsi; (2) mengelompokkan dan memberi kode percakapan itu berdasarkan variabel jenis kelamin murid, variabel domisili orang tua, dan tingkat pendidikan orang tua; (3) melakukan pengartuan; dan (4) menghitung frekuensi keikutsertaan murid dalam percakapan.
Peneliti menggunakan teknik analisis yang disarankan Sinclair dan Coulthard untuk menganalisis struktur percakapan guru-murid TK. Untuk melihat signifikansi perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid laki-laki dan murid perempuan dan signifikansi perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid yang berdomisili di kota dan murid yang berdomisili di pinggiran kota digunakan uji t. Sementara itu, Analisis Variansi satu jalan digunakan untuk melihat signifikansi perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid yang orang tuanya berpendidikan dasar, berpendidikan menengah, dan berpendidikan tinggi.
Dari 94 subjek penelitian ditemukan 497 buah transaksi yang terdiri dari 240 buah transaksi pancingan guru, 47 buah transaksi pengarahan guru, 37 buah transaksi penerangan guru, 105 buah transaksi pancingan murid, dan 68 buah transaksi penerangan murid. Dalam penelitian ini, pertanyaan merupakan bentuk tuturan yang paling banyak dikemukakan guru dalam bercakap-cakap dengan muridnya.
Perhitungan dengan uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang maknawi dalam frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid laki-laki dan murid perempuan, serta antara murid yang berdomisili di kota dan murid yang berdomisili di pinggiran kota. Hasil perhitungan Analisis Variansi satu jalan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang maknawi dalam frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid yang orang tuanya berpendidikan dasar, berpendidikan menengah, dan berpendidikan tinggi.

ABSTRACT
Teacher-Pupil Conversation Analysis of Kindergartens in Tangerang MunicipalityThe focus of this study is to investigate empirical data about the teacher-pupil conversation structure of kindergartens. This study is aims at measuring participation frequency differences in conversations between boys and girls, between pupils of urban parentage and pupils of suburban parentage, and among pupils whose parents' education consist of elementary, secondary, and tertiary level.
The subjects of this study come from urban kindergartens in Tangerang municipality, comprising 94 pupils, and one teacher from each kindergarten. This study used a tape recorder and an observation sheet for collecting the data. The statistical analyses used to compute the data are the t test, one-way ANOVA, and Scheffe multiple comparison method.
A total of 497 transactions were collected, consisting of 240 teacher eliciting transactions, 47 teacher directing transactions, 37 teacher informing transactions, 105 pupil eliciting transactions, and 68 pupil informing transactions. It is also found that there are no significant differences of participation frequency between boys and girls, and between pupils living in the urban neighborhood and those living in the suburban neighborhood. The measurement result of one-way ANOVA shows that there is a significant difference of participation frequency among pupils whose parents' education level is elementary, secondary or tertiary.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana D. Inderajao Hidajat
"Tesis ini mengkaji kegagalan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Sebagai bahan tesis, adalah hasil penelitian tentang kehidupan warga masyarakat di Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016. Keadaan lingkungan tempat hidup, keadaan penduduk, dan keadaan nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), di wilayah tempat tinggal ini telah membentuk daerah penelitian sebagai tempat yang sangat baik bagi penyebaran penyakit DBD. Terbukti daerah penelitian merupakan daerah endemis penyakit DBD, yaitu daerah yang dalam tiga tahun terakhir, setiap tahun terjangkit penyakit DBD.
Dalam tesis ini diuraikan bagaimana Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, yang dirancang pemerintah untuk mengatasi serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), pada kenyataannya belum mampu menurunkan jumlah angka kejadian dan mempersempit luas wilayah penyebaran penyakit di daerah penelitian. Hal ini berhubungan erat dengan tidak adanya peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program, disebabkan dalam perencanaan dan pelaksanaannya program ini belum mempertimbangkan cara-cara yang dimiliki oleh warga masyarakat untuk mencegah dan memberantas penyakit ini, dimana cara-cara tersebut di atas ditentukan oleh pengetahuan mereka mengenai penyakit DBD ini.
Untuk menemukan pola hubungan antara sistem pengetahuan warga masyarakat dengan peran serta mereka dalam program digunakan pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan data yang selengkap dan sedalam mungkin mengenai kedua hal di atas maka diteliti kasus pelaksanaan program di daerah penelitian. Metode pengambilan data yang digunakan adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Selain itu juga dilakukan Survai Jentik untuk mendapatkan data mengenai keadaan nyamuk Aedes aegypti di daerah penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidak-berhasilan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD di daerah penelitian berhubungan erat dengan belum adanya peranserta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program. Warga masyarakat di daerah penelitian tidak memiliki akses langsung kepada informasi dan pengetahuan mengenai program, yang merupakan prakondisi bagi berperan sertanya warga masyarakat dalam suatu program Hal ini disebabkan penyuluhan, yang merupakan saluran penyampaian informasi dari para pelaksana program di lapangan kepada warga masyarakat, belum berjalan dengan baik; karena adanya berbagai kendala pada pelaksana program di lapangan.
Lepas dari Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, sebagian warga masyarakat setempat telah melakukan Cara-cara pencegahan dan pemberantasan nyamuk. Sebagian warga masyarakat setempat lainnya secara khusus melakukan cara-cara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, sebagai tanggapan terhadap terserangnya salah satu atau beberapa orang anggota keluarga mereka oleh penyakit ini.
Cara-cara yang dilakukan warga masyarakat setempat untuk mencegah dan memberantas penyakit DBD berhubungan erat dengan sistem pengetahuan mereka mengenai penyakit ini. Bervariasi dan kurang akuratnya pengetahuan warga masyarakat setempat mengenai penyakit ini mengakibatkan mereka melakukan caracara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD yang kurang akurat pula. Hal ini merupakan penyebab selalu ditemukannya kasus DBD di daerah penelitian.
Apa yang perlu dilakukan menurut saya adalah rnemberikan kepada warga masyarakat setempat pengetahuan yang lebih akurat mengenai ancaman penyakit DBD di lingkungan tempat tinggal mereka, mengenai manifestasi klinis, etiologi dan proses penularan penyakit DBD serta mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Pengetahuan ini harus benar-benar mereka pahami dan yakini sehingga bisa membentuk suatu perilaku yang mempunyai fungsi preventif dengan mengurangi eksposur terhadap organisme pembawa penyakit.
Mengingat para warga sendirilah yang paling mengetahui keadaan lingkungan tempat hidupnya, dan para pelaksana program di lapangan pada kenyataannya belum mampu melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD ini, maka perlu dicari satu institusi lokal yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan aktivitasaktivitas kolektif untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, termasuk membentuk prakondisi yang dibutuhkan agar warga masyarakat mau melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas tersebut. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kiptiyah
"Tesis ini meneliti mengenai kebudayaan pesantren, manajemen dan perilaku santri yang berkenaan dengan kesehatan dalam konteks penciptaan dan pemeliharaan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat di pesantren. Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan, kualitas dan kuantitas sarana pelayanan kesehatan, perilaku hidup sehat seseorang atau masyarakat dan keadaan lingkungan hidupnya. Hal ini sebagaimana dikatakan Foster (1986) bahwa di samping faktor biologis, faktor-faktor sosial-psikologi dan faktor budaya sering memainkan peran dalam.mencetuskan penyakit Namun begitu lingkungan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kesehatan, tetapi memiliki arti penting karena sampai batas tertentu dapat dikendalikan terutama yang diakibatkan perilaku atau perbuatan manusia. Adapun kebijakan sosial dan ekonomi untuk mendapatkan makanan yang cukup, air yang sehat, atau yang membuat orang lalai bahwa peralatan-peralatan sanitasi yang tak sempurna, tradisi kebudayaan, lembaga ekonomi, sanitasi dan kebijakan lain yang mempengaruhi munculnya penyakit semuanya turut mempengaruhi kesehatan.
Pesantren sebagai salah satu elemen pendidikan juga menempatkan masalah tersebut dalam kurikulumnya, menyangkut di dalamnya kitab-kitab yang menjadi rujukan dan dipelajari serta dipergunakan di pesantren. Pesantren yang notabene merupakan lembaga pendidikan Islam tentu saja dalam praktek kesehariannya berdasarkan ajaran Islam pula. Secara universal Islampun juga mengangkat isu mengenai masalah kesehatan maupun kebersihan dan bahkan anjuran memakan makanan- minuman yang thoyyib yaitu makanan atau minuman yang bagus kualitas gizinya maupun halal cara memperolehnya. Dalam hal ini pula ada makanan yang secara tegas dilarang untuk dikonsumsi. Dalam Hadits (sumber hukum kedua setelah Alquran) dengan jelas juga dikatakan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman, mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah dan juga menganjurkan untuk menjaga kebersihan dengan segala usaha yang dapat dilakukan.
Pesantren memang merupakan suatu komunitas tersendiri dimana semua rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan, misalnya halal-haram, wajib-sunah, baik-buruk dan sebagainya dipulangkan kepada hukum agama, dan semua kegiatan dipandang dan dilaksanakan sebagai bagian dan ibadah keagamaan dengan kata lain semua kegiatan kehidupan selalu dipandang dalam struktur relevansinya dengan hukum agama. Salah satunya dalam hal kebersihan atau kesehatan. Banyak hal-hal yang dianggap bersih dan suci oleh pesantren, karena dibolehkan oleh hukum agama tetapi tidak bersih atau tidak sehat menurut konsepsi ilmu kesehatan. Sehingga cara pandang ini tentu sangat membedakan antara komunitas pesantren dengan masyarakat "diluar" pesantren.
Masyarakat pada umumnya memberikan batasan tentang kesehatan adalah batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, yaitu keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sehingga secara normatif dan sistematik meskipun pesantren telah memiliki kurikulum dan pengajaran sebagaimana tersebut diatas, namun pada kenyataannya masalah-masalah kesehatan terutama hubungan mata rantai yang telah menyebabkan munculnya penyakit dapat terjadi. Hal ini disebabkan adanya pemahaman yang berbeda antara pesantren dengan masyarakat "diluar" pesantren terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan. Masyarakat pesantren selalu mengembalikan pemahaman mereka kepada kaidah hukum Fiqh, sehingga mereka memiliki persepsi sendiri mengenai kebersihan lingkungannya terutama untuk sebagai sarana ibadah semata-mata kepada Allah SWT sehingga yang terpenting menurut pesantren adalah kesucian sarana tersebut, yaitu terbebas dari najis sehingga tidak menghalangi sahnya suatu ibadah. Hukum fiqh begitu menempati kedudukan yang dominan pada tata nilai dalam kehidupan di lingkungan pesantren. Sedangkan pengajaran mengenai fiqh ini sebagaian besar diperoleh pada kitab-kitab kuning. Kitab kuning merupakan kitab-kitab pengajaran Islam klasik, yang berbahasa Arab dan ditulis oleh para ulama abad pertengahan (7-13 Hijriah).Hal ini tentu turut menjadi pemicu terjadinya perbedaan pemahaman tentang kondisi pemeliharaan kebersihan dan kesehatan di pesantren dengan pemahaman masyarakat "diluar" pesantren. Demikian pula dengan kebudayaan pesantren dalam konteks ini yang merupakan keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh komunitas pesantren dimana di dalamnya berisi perangkat-perangkat, model-model pengetahuan yang terwujud dalam perilaku, tindakan, nilai-nilai yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan mengenai kesehatan lingkungan dan masalah-masalah kesehatan yang ditimbulkannya serta pengelolaan kebijakan-kebijakan pesantren yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Disamping itu, terjadi kontradiksi (penafsiran/ pemahaman yang bertolak belakang) perilaku sehari-hari di pesantren dengan cara pandang masyarakat "diluar' pesantren mengenai kesehatan lingkungan hidup sehari-hari juga didukung oleh kurang memadainya fasilitas-fasilitas bangunan maupun tempat tinggal santri sehingga kurang mendukung terbentuknya kondisi lingkungan yang kondusif dan sehat serta nyaman untuk belajar. Kondisi ruangan, kamar mandi dan sarana sanitasi lainnya termasuk pengelolaan sampah dan sebagainya. Kondisi ini sangat mempengaruhi perilaku keseharian mereka terutama dalam upaya pemeliharaan sanitasi dan kesehatan lingkungan yang optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13779
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruddy Agusyanto
"Pengekompokan sosial memang tidak bisa dihindarkan, akan selalu terjadi di mana manusia hidup dan tinggal, tak terkecuali di dalam kehidupan sebuah organisasi. Namun, tidak berfungsinya sistem kontrol-monitoring-koordinasi sebuah organisasi bukanlah akibat pengelompokan sosial semata. Kalau tidak, maka bisa dikatakan hampir semua organisasi di dunia ini akan mengalami masalah serupa, yaitu tidak memadainya sistem kontrol-monitoring-koordinasi. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua pengelompokan sosial menyebabkan sistem kontrol-monitoring-koordinasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Berdasarkan hal di atas, tesis ini memfokuskan diri pada jaringan jaringan sosial yang terwujud dalam "dunia kerja? PAM JAYA dan struktur sosial (aturan, norma, nilai -termasuk penghargaan dan sanksi) yang lahir dari jaringan jaringan sosial tersebut - yang memberikan ketidakleluasaan-ketidakleluasaan terhadap tindakan para anggotanya dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas/kewajiban sebagai pegawai PAM JAYA serta dampaknya terhadap pencapaian tujuan organisasi (memenuhi kebutuhan air bersih seluruh penduduk Jakarta). Oleh karena air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar umat manusia, tidak tercapainya tujuan organisasi PAM JAYA mempunyai implikasi terhadap kondisi kesehatan warga DKI Jakarta.
Metode pengumpulan data, digunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara dengan pedoman, serta kuesioner roster. Metode pengamatan terlibat berguna untuk melihat, mendengar, dan memahami gejala-gejala (tindakan, aktivitas, peristiwa) yang ada, sesuai dengan makna yang diberikan atau yang dipahami para pegawai PAM JAYA. Selain itu, berguna untuk memahami proses dan mekanisme terwujudnya jaringan-jaringan sosial, serta untuk mendefinisikan konteks-konteks sosial atau content hubungan-hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial. Sedangkan wawancara dengan pedoman digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi khusus yang dibutuhkan. Selanjutnya, untuk mengidentifikasikan para anggota (aktor) dan sosiogram jaringan-jaringan sosial yang terwujud digunakan kuesioner roster.
Dalam kehidupan nyata organisasi PAM JAYA, ketiga tipe jaringan (kepentingan, kekuasaan dan perasaan) secara terus menerus saling berpotongan. Pertemuan-pertemuan tersebut membangkitkan suatu ketegangan bagi pelaku yang bersangkutan, karena logika situasional atau struktur sosial masing-masing tipe jaringan adalah berbeda atau belum tentu sesuai satu sama lain. Maka dari itu, dapat saja atau seringkali terlihat kontradiksi antara sikap dengan tindakan yang pelaku wujudkan. Aturan-norma-nilai yang lahir dari perpotongan-perpotongan ketiga tipe jaringan inilah yang berlaku, akibatnya aturan-aturan resmi, norma-norma dan nilai-nilai organisasi cenderung tidak dapat sepenuhnya diterapkan atau berlaku dalam realita kehidupan.
Para aktor yang menjadi anggota jaringan interseksi ketiga tipe jaringan menjadi sulit membedakan struktur sosial mana (kekuasaan, kepentingan atau perasaan) yang berlaku saat interaksi terjadi di antara mereka. Hubungan-hubungan sosial di antara mereka cenderung menyatu, akibatnya di antara para aktor, satu sama lain tidak mampu menolak permintaan atau keinginan aktor lain, termasuk permintaan atau keinginan yang menyimpang dari aturan-aturan dan tujuan-tujuan organisasi. Mereka yang mempunyai hubungan sosial bermuatan kekuasaan kepentingan, memiliki posisi tawar-menawar yang relatif seimbang sehingga negosiasi akan terwujud bila masing-masing aktor tidak merasa dirugikan. Sementara, di kalangan mereka yang mempunyai hubungan-hubungan sosial bermuatan kekuasaan-perasaan, aktor yang memiliki kekuasaan relatif lebih tinggi akan melindungi aktor yang memiliki kekuasaan relatif rendah biarpun tindakan yang dilindunginya itu sebenamya adalah menyimpang dari aturan-aturan atau struktur resmi organisasi. Sedangkan mereka yang mempunyai hubungan sosial bermuatan kepentingan-perasaan, satu sama lain saling memberi atau semacam bagi-bagi rejeki. Akibatnya, pusat-pusat kekuasaan menjadi sulit menjalankan fungsinya; tidak mampu secara terus-menerus mengkaji ulang kinerja unit-unit sosial yang dipimpinnya dan mempolakan kembali strukturnya untuk menjaga taraf efisiensinya - demi kepentingan atau tujuan dan target organisasi.
Akibatnya, banyak terjadi 'kebocoran' (baik kebocoran air hasil produksi maupun kebocoran administratif) sehingga PAM JAYA tidak mampu mengadakan dan mendistribusikan air bersih kepada seluruh penduduk kota Jakarta secara adil dan merata (hanya 44% penduduk Jakarta yang mampu dilayani). Mengingat kondisi pencemaran terhadap sumber air saat ini, yang semakin hari semakin meningkat (baik yang berasal dan limbah industri maupun limbah rumah tangga), penduduk yang tidak menggunakan air PAM JAYA untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya mempunyai konsekuensi kesehatan tersendiri. Hal ini, diperkuat dengan kesadaran sanitasi lingkungan dari penduduk Jakarta yang masih rendah dan belum ada kebiasaan memeriksakan sumber air bersihnya ke laboratorium PAM JAYA untuk mengetahui layak atau tidaknya untuk dikonsumsi. Maka dari itu, perlu dilakukan peneiitian lebih lanjut yang lebih intensif mengenai implikasi kesehatan ini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengelompokan atau jaringan sosial yang membuat sistem kontrol-monitoring-koordinasi tidak memadai atau berfungsi sebagaimana mestinya adalah pengelompokan/jaringan sosial yang melahirkan struktur sosial atau logika situasional yang tidak mendukung struktur resmi organisasi dan dengan begitu sangat menentukan (sudah tidak lagi memberi ketidakleluasaan) tindakan para anggotanya - baik individual maupun kolektif - sehingga tak seorangpun berani menentang/melanggarnya. Di lain pihak, begitu dominannya struktur sosial yang lahir dari pengelompokan/jaringan sosial ini mengakibatkan struktur resmi organisasi tidak berlaku atau tidak bisa dijadikan pegangan bagi para anggotanya. Seseorang berani melanggar struktur resmi organisasi tetapi tidak berani melanggar aturan dan norma jaringan sosial. Selanjutnya, dalam perjalanan waktu, struktur jaringan sosial semakin luas wilayah jangkauannya. Artinya, individu atau kelompok individu yang tidak termasuk ke dalam jaringan-jaringan sosial juga tunduk terhadap aturan-norma-nilai jaringan sosial dan sebagian besar dari mereka akhirnya memilih menjadi anggota jaringan-jaringan sosial. Dengan kata lain, struktur resmi organisasi tidak operasional dalam kehidupan nyata tetapi cenderung bersifat normatif atau ideal, yaitu berisi aturan-aturan tentang bagaimana 'yang seharusnya' karena para anggota di dalam organisasi yang bersangkutan tidak mampu memberlakukan aturan-norma-nilai yang sudah distrukturkan dan tidak mampu menjatuhkan sanksi kepada para anggota yang melanggar aturan-norma-nilai yang telah distrukturkan tersebut.
Oleh karenanya, bila terlalu memusatkan perhatian kepada sesuatu yang abstrak seperti kebudayaan, sistem nilai atau keyakinan, tatanan moral - adalah terlalu berlebihan - sehingga kita tidak mampu melihat gejolak (fluktuasi) kehidupan manusia yang empirik terjadi setiap harinya sebab manusia saling tergantung tetapi juga saling memanipulasi satu lama lain. Ini adalah proses internal dan inheres dalam hubungan sosial antar manusia.
Dengan memusatkan perhatian pada hakekat hubungan sosial yang terwujud yang mengikat para individu dalam jaringan sosial maka dapat diketahui logika situasional yang diciptakan, jenis konflik dan jenis pertukaran yang ada untuk menjelaskan sejumlah konflik, perubahan dan pengendalian di dalam kehidupan manusia, khususnya kehidupan di dalam organisasi sehingga bisa ditemukan alternatif- alternatif pencegahan atau solusi-solusi yang seseuai dengan inti permasalahan yang dihadapi. Lebih lanjut, analisa jaringan sosial bisa memperlihatkan proses dan mekanisme budaya yaitu bagaimana orang-orang mengoperasionalkan, mendifusikan, serta perubahan-perubahan yang terjadi atas norma-nilai-aturan yang sudah mapan dalam sebuah kebudayaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jajang Gunawijaya
"ABSTRAK
Kesehatan mental seorang remaja atau dewasa muda, adalah produk dari tahapan-tahapan perkembangan mental sebelumnya. Tahapan-tahapan perkembangan mental itu terjadi dalam proses sosialisasi di dalam keluarga dan masyarakat, melalui pranata sosial budaya yang tersedia. Selain itu, pengaruh kelompok bermain turut menentukan kesehatan mental seseorang. Bila individu berhasil melalui suatu tahapan perkembangan mental maka ia akan mempunyai kesempatan untuk mampu menyelesaikan tahapan perkembangan selanjutnya. Namun, bila gagal ia akan mengalami hambatan dalam menyelesaikan tahapan perkembangan berikutnya, bahkan dapat mengalami berbagai penyakit yang tidak jelas sebab dan cara penyembuhannya.
Mampu atau tidaknya individu beradaptasi terhadap lingkungan tergantung kepada sehat atau tidak mental yang dimilikinya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang datang dari lingkungannya. Situasi dalam keluarga, keadaan mental kedua orangtua adalah yang paling dominan membentuk sahat atau tidaknya mental seseorang. Mental yang sehat atau tidak dapat dilihat dari tahapan-tahapan perkembangan mental individu, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Erikson (1989).
Pendidikan tradisional berupa pengajian, nasihat-nasihat tradisional, dan berbagai bantuk ceritera rakyat, tidak hanya menjadi sarana berlangsungnya proses enkulturasi, tetapi juga membentuk mental iandividu yang sehat sejak dini.
Pranata-pranata.sosial budaya yang ada dan kelompok bermain yang sehat, menjadi sarana membina kebersamaan dan pembentukan kepribadian yang kokoh dalam beradaptasi terhadap lingkungan sosial dan fisik yang keras. Namun, kebebasan yang berlebihan dalam kelompok bermain ini justru menjadi rawan gangguan jiwa, meskipun pada tahap-tahap sebelumnya telah terbentuk mental yang sehat.
Studi menjadi penting bukan hanya karena bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara praktek-praktek sosialisasi dengan kesehatan jiwa dan penyakit-penyakit psikosomatik, tetapi lebih ditujukan mencari dan memberikan masukan dalam membantu membentuk karakter yang tangguh untuk menghadapi perubahan sosial yang sedemikian cepat yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Sasaran penelitian di arahkan kepada keadaan mental remaja beserta kehidupannya, karena masa remaja adalah masa yang paling kritis yang menentukan baik atau tidak mental dan perilaku mereka pada masa berikutnya, bukan hanya terhadap dirinya, tetapi juga terhadap keturunannya di kelak kemudian hari. Selain itu, masa remaja dan dewasa awal adalah masa yang seharusnya paling enerjik dan produktif yang menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat. Remaja yang sehat menunjukkan masyarakat yang sehat, dan remaja yang sakit baik mantal maupun fisiknya, menunjukkan sakitnya masyarakat yang bersangkutan.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah wawancara riwayat hidup, wawancara mendalam dan observasi. Penggunaan metode penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh informasi, baik dari dalam diri anggota masyarakat maupun dari luar informan yang bersangkutan."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Nurhayani
"Para ibu pedagang maknnan di kantin sekolah merupakan kelompok pedagang yang mempunyai kebudayaan tersendiri. Keunikan pedagang ini adalah jenis makanan yang dijual, waktu menjual, latar belakang menjadi pedagang dan tempal penjualannya sesuai dengan kondisi sekoiah dan aluran-aturan yang telah ditetapkan. Waktu menjual mengikuli irama kegiatan seko|ah. Oleh karena itu perputaran waktu yang dijalani menjadi baku karena proses pengadaan, pengolahan dan penyelesaiannya. Pergeseran waktu yang meskipun hanya beberapa saat akan merubah seluruh kegiatan hari itu.
Latar belakang menjadi pedagang berhubungan dengan krisis moneter, PIIK, dan keterbalasan iatar belakang pendidikan formal. Unluk memperoleh keuntungan lebih dari biasanya pedagang makanan di kantin sekolah harus menambah jumlah dan jenis makanan yang akan dijual. Itu berarti waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan, pengolahan dan penyelesaian semakin banyak meskipun hasil yang diperoleh tetap lidak sesuai dengan tenaga, dana dan pemikiran yang dikeluarkan. Waktu unlink istirahatpun baik fisik maupun psikis relalif sedikil. Di sisi lain, peran dan status pedagang sebagai istri dan ibu letap harus menjadi perhatiannya. Hal ini menjadi iantangan bagi para ibu pedagang makanan di kantin sekolah.
Tantangan itu dapat menimbulkan stres yang bisa diatasi dengan dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial. Dukungan itu diperoleh dari keluarga, yayasan, gereju, teman sesama pedagang, sekolah, dan distribuor bahan baku. Bentuk dukungan ilu dapat berupa emosional, penghargaan, instrumental dan infonnatif Masalahnya apakah dukungan sosial tersebut mudah diperoleh? Penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban masalah tersebut.
Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan studi dokumentasi. Teknik analisis penelitian dilakukan dengan cara tringulasi sumber informasi, iringulasi metode dan teori.
Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan sosial mempunyai peranan bagi para pedagang di kantin sekolah dalam menghadapi tantangan pekerjaan. Dukungan dari Iingkungan sosial menuntut adanya pemenuhan kewajiban yang harus dipenuhi. Para pedagang diwajibkan unluk mematuhi aturan masyarakat, gereja, yayasan, sekolah dan keluarga, Para pedagang di kantin sekolah diharapkan juga unluk berperan sesuai dengan statusnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anny Veradiani
"Tulisan ini mengkaji tentang proses pengambilan keputusan dan pencitraan dirisebagai konsekuensi dari pilihan metode persalinan water birth. Water birthmerupakan alternatif baru dalam metode persalinan normal di Indonesia yangdiyakini dapat meminimalisir rasa sakit pada saat melahirkan. Kajian inimenggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data pengamatan,wawancara mendalam dan studi literatur. Penelitian ini menunjukkan bahwapilihan water birth dilakukan berdasarkan pertimbangan yang meliputi aspekekonomi, psikologi, dan sosial budaya pada setiap penggunanya, yang memilikikonsekuensi terbentuknya citra eksklusif terhadap mereka yang menggunakanmetode persalinan ini.
This article is study about decision-making process and self image as a consequence from preference water birth method. Water birth be new alternative in normal birth method in Indonesia that is believed can minimize birth pangs at the time of give birth to. This study use qualitative method with data collecting technique include observation, in-depth interview and literature study. This research shows that water birth preference done based on consideration that cover economy aspect, psychology, and social-cultural in every the user, which has consequence to construct exclusive image towards them whose use the birth method."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Agung
"Dari uraian di atas tampak bahwa penerapan program masih banyak terdapat hambatannya. Uraian pada bab-bab sebelumnya memperlihatkan, penerimaan kedua program tersebut Baru pada penerimaan program Puskesmas saja yang berhubung_an dengan upaya penyembuhan penyakit yang tergolong ringan dan hanyapat dirasakan langsung hasil dan manfaatnya, misalnya penyakit muntaber atau diare yang sering menimpa penduduk setempat. Sebaliknya pada penyakit yang tergolong berat dan lama, seperti penyakit TBC, Berta penerapan program KB be-lum dapat diterima oleh warga kedua desa yang kami teliti"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S12777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Budi Priadi
"Masalah gizi yang dihadapi oleh setiap negara tidaklah sama. Secara umum masalah gizi dibedakan atas dua bagian, yaitu masalah kelebihan gizi dan masalah kekurangan gizi. Masalah kekurangan gizi terutama terdapat pada negara yang sedang berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, juga menghadapi masalah tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S12697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>