Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 330 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siska Nugraha Humaira
Abstrak :
Program Land Reform sebagai strategi untuk mencapai keadilan dalam perolehan dan pemanfaatan tanah pertanian telah diusahakan dengan penerbitan Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 berikut pelbagai peraturan pelaksanaannya, serta dalam TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Perkebunan Inti Rakyat merupakan salah satu program penunjang Land Reform. Pola kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil dalam Pola Perkebunan Inti Rakyat negara maupun swasta tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pemerataan penguasaan dan pemanfaatan tanah (Land Reform) dengan mengadakan tindakan redistribusi kepenguasaan aset (tanah) perkebunan. Walaupun usaha pola Perkebunan Inti Rakyat di Indonesia masih banyak menghadapi berbagai permasalahan, namun hasil nyata keberhasilan Perkebunan Inti Rakyat telah dapat dirasakan maanfaatnya dengan meningkatnya pendapatan petani dan wilayah, mampu mengubah konsentrasi peta perkebunan di Indonesia, dapat memproduktifkan lahan-lahan tanah marginal dan tidak produktif, serta yang lebih penting lagi yaitu dapat memunculkan satu sikap Baru di kalangan para pengelola Perkebunan Besar untuk tidak semata mengejar keuntungan tetapi juga berperan dalam pengembangan kesejahteraan petani kecil. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam Pola Perkebunan Inti Rakyat yaitu proses pengalihan atau konversi kepemilikan kebun dari perusahaan inti kepada petani plasma, yang merupakan implementasi dari Land Reform. Proses pengalihan atau konversi kepemilikan kebun tersebut harus melalui berbagai tahap yang harus dilakukan baik oleh perusahaan inti maupun instansi-instansi terkait sesuai aturan pemerintah yang berlaku. Program ini, jelas tidak hanya menjadi amanah bagi aparat negara tetapi perlu didukung penuh oleh segenap aspek masyarakat dalam implementasinya. Diharapkan, redistribusi asset tanah/perkebunan dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian masyarakat, meningkatkan pemerataan pendapatan dalam rangka mewujudkan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur, melalui konsep kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil seperti dalam pola Perkebunan Inti Rakyat.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T14444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maferdy Yulius
Abstrak :
Tulisan ini mencoba memberikan analisa terhadap permasalahan tanah eks Kesultanan Kasepuhan Cirebon yang kembali muncul kepermukaan. Masalahnya adalah diambil alihnya tanah milik eks Kesultanan Kasepuhan oleh Pemerintah Kota Cirebon. Lebih dari empat puluh tahun perselisihan mengenai hal tersebut belum juga selesai, kedua belah pihak tetap pada pendiriannya masing-masing. Bagi Pemerintah permasalahannya dianggap telah selesai karena beranggapan bahwa Cirebon adalah daerah Swapraja / bekas Swapraja, sebaliknya pihak Kesultanan Kasepuhan tidak bisa menerima hal tersebut karena berpendapat bahwa Cirebon tidak pernah menjadi daerah Swapraja. Beberapakali dibentuk team peneliti untuk menyelesaikan masalah ini, namun tidak juga bisa mengatasinya. Metode penelitian dalam penulisan ini. adalah Yuridis Normatif, dengan pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan penelitian, lapangan melalui wawancara. Ternyata diperoleh kesimpulan bahwa Cirebon tidak pernah menjadi daerah Swaparaja/ bekas Swapraja dan redistribusi atas tanah tersebut berjalan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Armand
Abstrak :
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada medio 1997 telah membuat perekonomian Indonesia terpuruk, tidak terkecuali sektor properti yang pada saat itu sedang berkembang pesat. Pinjaman modal kerja konstruksi yang diberikan oleh bank kepada perusahaan pengembang menjadi kredit macet. Dalam rangka penyehatan perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dimana kredit macet dari bank-bank tersebut diserahkan kepada BPPN, selanjutnya BPPN menjualnya melalui pelelangan umum. PT. Caraka Citra Realindo (PT. CCR) adalah salah satu contoh perusahaan pengembang yang tidak dapat mengembalikan pinjaman kredit modal kerja konstruksi kepada Bank Tabungan Negara dan piutangnya dialihkan kepada BPPN. BPPN selanjutnya menjual dan mengalihkan piutang PT. CCR melalui Program PPAK I. PT. CLR tidak dapat menjalankan kembali usahanya karena tanah atau lokasi proyek dimana akan dibangun unit-unit rumah masih dibebani Hak Tanggungan yang dipegang oleh pemegang hak tagih. Oleh karena itu PT. CCR dan pemegang hak tagih membuat perjanjian restrukturisasi hutang, dimana PT. CCR akan mengangsur pengembalian hutang kepada pemegang hak tagih dari hasil penjualan unit-unit rumah dan pemegang hak tagih akan melepaskan Hak Tanggungan yang membebankan tanah atau lokasi proyek secara bertahap melalui lembaga roya partial, hal tersebut dilakukan untuk menjamin lebih lanjut pengembalian hutang PT. CCR. Dari kajian hukum terhadap peralihan piutang, metode penyelesaian hutang dan pelepasan hak tanggungan sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, namun dalam kajian hukum terhadap PT. CCR, direksi tidak memiliki kewenangan untuk menjual aset perseroan dan Debt Restructuring Agreement sendiri cacat hukum karena pihak-pihak yang menandatangani tidak memiliki kewenangan penuh.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baheramsyah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah eksekusi yang dilaksanakan oleh PUPN dapat menunjang terpenuhinya pengembalian piutang negara yang macet, masalah-masalah apa saja yang timbul di dalam praktek dan apakah keputusan PUPN mengikat para debitur yang lalai (wanprestasi) atau pihak ketiga yang berkepentingan. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dan penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, sehingga data utama yang dipergunakan adalah data sekunder. Untuk melengkapi data sekunder, juga dipergunakan data primer. Berdasarkan hasil penelitian maka pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa didalam Undang-Undang No.49 Prp Tahun 1960, PUPN bertugas menyelesaikan piutang negara yang berasal dari kreditur negara (Instansi-Instansi Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara) sedangkan adanya dan besarnya piutang tersebut telah pasti menurut hukum. Dalam melaksanakan tugas, PUPN dengan kuasa undang-undang diberi kewenangan untuk membuat "Pernyataan Bersama" antara Ketua PUPN dengan pihak Debitur, sifat Pernyataan Bersama mempunyai nilai seperti putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang eksekutabel (dapat dieksekusi), asal Pernyataan Bersama tersebut berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Selain itu PUPN juga berwenang untuk menetapkan dan melaksanakan Surat Paksa, berupa surat penetapan untuk: 1) Menjalankan sita eksekusi terhadap harta kekayaan Debitur; 2) Menjalankan penjualan lelang atas harta kekayaan Debitur yang telah disita melalui perantaraan Kantor Lelang Negara; 3) Menerbitkan Surat Perintah Pencegahan Berpergian Keluar Negeri; 4) Menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan terhadap Debitur dengan persetujuan Kepala Kejaksaan Tinggi; dan 5) Pemblokiran Benda Jaminan milik Penanggung Hutang (Debitur). Atas dasar kewenangan tersebut, maka keputusan PUPN sering dikatakan sebagai peradilan semu (quasi recht spraak) yaitu keputusan yang disamakan dengan keputusan hakim perdata yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan Kewenangan yang demikian besar ternyata didalam praktek sering dijumpai masalah-masalah, baik disebabkan oleh faktor ekstern maupun faktor intern. Adapun masalah-masalah tersebut yaitu: 1) Adanya peninjauan kembali terhadap kewenangan PUPN dalam membuat Surat Pernyataan Bersama, Surat Paksa, Penyitaan dan Pelelangan yang diajukan oleh debitur dan/atau pihak ketiga yang berkepentingan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, dengan tujuan agar sita dan lelang dapat ditunda atau dibatalkan; 2) Adanya penyitaan kembali oleh Pengadilan Negeri terhadap objek barang yang pengurusannya telah diserahkan atau sedang diurus oleh PUPN; 3) Adanya kesulitan pengosongan terhadap objek benda yang telah dibeli oleh pembeli lelang; 4) Adanya pembatalan penyitaan dan pelelangan, karena penerbitan Surat Paksa sebagai dasar hukum pelelangan tidak didahului dengan Pernyataan Bersama; 5) Adanya perlawanan dari istri/suami orang yang disita dan dilelang barangnya; dan 6) Adanya beberapa barang jaminan yang mendadak disita oleh Kepolisian atau Kejaksaan. Kantor Badan Pertanahan tidak mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atau Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk lelang. Masalah dokumen dan berkasberkas yang diserahkan ke PUPN tidak lengkap, juga masalah-masalah lain seperti debitur sudah meninggal dunia, perusahaannya bangkrut, dan masalah agunan yang diserahkan ke PUPN Iebih kecil dari total utangnya. Dengan adanya masalah-masalah tersebut mengakibatkan: 1) Piutang negara yang diurus PUPN sampai saat ini belum dapat memenuhi piutang negara yang macet; 2) Telah menghambat PUPN dalam menyelesaikan piutang negara secara cepat dan efisien; dan 3) Dengan adanya keberatan dari pihak Debitur dan pihak ketiga, mengakibatkan keputusan PUPN dapat ditunda dan dibatalkan, dengan demikian kekuatan mengikat keputusan PUPN tidak bersifat maksimal. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1) Untuk mengatasi permasalahan yang sering terjadi antara PUPN dan pengadilan sehubungan dengan penyitaan dan pelelangan, maka diperlukan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Keuangan; 2) PUPN perlu melakukan sinkronisasi dan koordinasi dengan lembaga-lembaga hukum yang ada, seperti Mahkamah Agung serta dengan instansi-instansi pemerintah lain yang terkait, seperti Bank Indonesia dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dilakukan secara berkala, dengan agenda mencari pola (model) penyelesaian piutang negara macet; dan 3) Kewenangan PUPN untuk melakukan Sandera (Paksa Badan) dan Pemblokiran Benda Jaminan milik Debitur yang ada di bank, yang selama ini jarang digunakan, hendaknya dimanfaatkan oleh bank dengan memberikan dukungan informasi dan kalau perlu dukungan tempat dan biaya.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Endang Widyawati Setiodewi
Abstrak :
Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada hakikatnya adalah pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial dan berdasarkan Pancasila. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan papan meningkat. Untuk keperluan pembangunan perumahan, baik sektoral maupun dalam proses perolehan tanah dilakukan dengan cara membebaskan tanah-tanah Hak Milik, baik yang dimiliki oleh perseorangan, badan-badan hukum ataupun yang dimiliki oleh suatu masyarakat hukum adat. Hal ini dilakukan berhubung tanah yang langsung dikuasai oleh negara semakin langka atau tidak tersedia lagi maka dengan demikian tanah-tanah tersebut dapat dibebaskan dari pemegang haknya dengan mendapat ganti kerugian yang sesuai. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah bagi keperluan perusahaan pembangunan perumahan dengan memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas dasar musyawarah dan mufakat. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam memperoleh tanah untuk pembangunan perumahan dan apa penyebab terjadinya kendala tersebut dan bagaimana penyelesaiannya, merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini. Metode Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan. Dalam kenyataannya Peraturan Perundang-undangan yang telah ada belum dapat mengatur secara sempurna hal-hal yang berkaitan dengan pengadaan tanah, misalnya belum ditetapkannya besarnya ganti kerugian yang akan dikeluarkan oleh perusahaan kepada masyarakat pemilik tanah dimana hal ini merupakan masalah yang sangat penting dalam setiap pembangunan perumahan.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Amputra
Abstrak :
Badan usaha berbentuk perseroan terbatas ini banyak diminati oleh pengusaha di Indonesia karena mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukung (pemegang saham). Tetapi sejak krisis moneter yang terjadi di beberapa negara di Asia dan Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak terhadap badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas adalah diakhirinya kelangsungan badan usaha tersebut dengan pembubaran dan dilanjutkan dengan proses likuidasi karena Perseroan Terbatas tidak dapat memberikan keuntungan lagi. PT. CIKARANG JASA ASTON Dalam Likuidasi dibubaran berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) karena tidak dapat menghasilkan keuntungan lagi. Pembubaran perseroan diikuti dengan likuidasi oleh likuidator yang ditunjuk dari Direksi perseroan tersebut yang melakukan tindakan pemberesan kekayaannya dengan memindahkan asetnya berupa tanah kepada pihak ketiga. Penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif dan data yang digunakan adalah data primer yaitu mewawancarai pihak-pihak terkait dan data sekunder yaitu mempelajari bahan-bahan kepustakaan. Likuidator berwenang mewakili Perseroan Terbatas dalam likuidasi pada waktu pemindahan hak atas tanah aset perseroan tersebut dan akta jual belinya dibuat oleh PPAT lalu didaftarkan pemindahan haknya ke Kantor Badan Pertanahan Nasional.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utami
Abstrak :
Dalam Tesis ini yang mengambil judul "PERMOHONAN HAK GUNA BANGUNAN DALAM RANGKA PENGADAAN TANAH OLEH DEVELOPER (Studi Kasus PT. Piradania di Bekasi)" sebagai salah satu bentuk hukum dalam hukum pertanahan di Indonesia. Dimana dalam pelaksanaannya mempunyai peraturan tersendiri yaitu mengacu kepada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 yang diperbaharui dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005. Beberapa masalah pokok yang harus diteliti dan memperoleh perhatian dalam kajian tesis antara lain mengenai: Bagaimana pelaksanaan peraturan-peraturan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka menyediakan tanah bagi perumahan masyarakat yang akan dibangun oleh Perseroan Terbatas PT. PIRADANIA di Bekasi? Bagaimana mengatasi masalah-masalah yang timbul dari pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang pertanahan dalam rangka menyediakan tanah bagi perumahan masyarakat yang akan di bangun tersebut? Terutama pengadaan tanah oleh pihak swasta yang dalam hal ini pihak developer agar menjalankan ketentuan-ketentuan secara efektif sehingga kepentingan perseroan dan kepentingan masyarakat tidak bertentangan. Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah normatif empiris, dengan jenis data primer dan sekunder. Untuk itu dilakukan pengumpulan data dengan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan yang diharapkan dapat menjabarkan apakah pihak-pihak yang terkait berada dalam posisi yang diperintahkan oleh undangundang. Di samping itu penelitian ini diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk dapat mengembangkan lagi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang telah menunjang, agar lebih dapat diperluas lagi peraturan-peraturan yang tidak memberatkan masyarakat pada umumnya, sehingga di dalam pelaksanaannya di lapangan tidak lagi ditemukan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara masyarakat umum atau developer dan pemerintah. Dalam Peraturan perundangan-undangan tentang tanah di dalam masyarakat Indonesia masih banyak yang perlu dikaji lagi oleh pemerintah dalam membuat peraturan, dan perlu pengawasan lapangan yang ketat- oleh pemerintah agar pelaksanaan peraturan jadi efektif seperti yang diharapkan karena pembenahan dalam peraturan pertanahan untuk pemilikan tanah bagi masyarakat umum yang dicanangkan oleh pemerintah adalah sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budihardjo
Abstrak :
Kebutuhan tanah dalam kehidupan manusia tidak akan pernah berhenti, sedangkan luas tanah relatif tetap sehingga sering terjadi benturan-benturan antara sesama warga masyarakat, dan antara masyarakat dengan pemerintah. Pembangunan jalan tol Surabaya-Malang telah selesai puluhan tahun yang lalu namun masih menyisakan masalah kepada pemilik tanah yang dibebaskan untuk keperluan proyek jalan tol tersebut, mengenai prosedur pembebasannya dan besarnya ganti rugi sesuai asas musyawarah dan mufakat. Sebagai individu yang terkena pembebasan tanah wajar apabila pemilik tanah mempertahankan hak atas tanah miliknya dengan menuntut ganti rugi yang layak. Metodologi penelitian yang dipakai dalam penyusunan tesis ini menggunakan metode kepustakaan guna memperoleh data sekunder. Tipe penelitian ini diarahkan pada analisis kasus dengan menyampaikan kasus tuntutan ganti rugi tanah atas tanah milik yang terkena jalan tol Surabaya-Malang. Analisa data dengan pendekatan kualitatif, yang hasil penelitiannya sifatnya deskriptif analitis. Dalam proses pembebasan tanah telah dipenuhi persyaratan oleh pemilik tanah, hanya kesepakatan ganti rugi yang belum ada titik temunya, sehingga berproses dalam waktu yang lama dengan berbagai perubahan peraturan perundangan yang akhirnya berujung pada pengakuan kebenaran daripada pemilik tanah. Dengan diberikannya ganti rugi yang wajar. Pelaksanaan pengadaan tanah/pembebasan tanah akan berhasil dengan baik apabila mengedepankan nasib dan perhatian kepada pihak yang terkena pembebasan tanah/penggusuran yang sebagian besar adalah masyarakat di lapisan bawah dengan mengatur mekanisme pengadaan tanah didalam bentuk undang-undang.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Hastuti
Abstrak :
Tanah merupakan salah satu aset terpenting bangsa Indonesia yang memiliki spektrum keterkaitan pengelolaan yang sangat luas serta melibatkan banyak pihak. Tesis ini mengangkat studi kasus terhadap pembatalan sertipikat hak milik nomor 253 Desa Wironanggan Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Permohonan hak merupakan salah satu cara memperoleh hak atas tanah. Hak atas tanah yang diperoleh dapat berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan hak-hak lain yang diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria. Guna memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, maka diadakanlah pendaftaran tanah. Sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang kuat, haruslah dapat membuktikan keabsahan dari kepemilikan dari hak atas tanah. Pendaftaran tanah masih didominasi karakteristik publikasi negatif, maksudnya negara tidak menjamin kebenaran data yang terdaftar di dalam daftar umum Pendaftaran Tanah. Artinya suatu waktu suatu hak atas tanah dapat dibatalkan, apabila terbukti data tersebut tidak benar. Dalam prakteknya untuk terjadinya suatu hak atas tanah harus tetap melalui peraturan yang ditentukan, namun masih banyak terjadi kekeliruan-kekeliruan yang berakibat dibatalkannya hak atas tanah tersebut.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriansyah
Abstrak :
Seringnya terjadi penertiban/penggusuran tanah yang sering kita lihat, dengar dan baca pada media cetak maupun elektronik memberikan inspirasi kepada penulis untuk lebih jauh memahami sebenarnya ada apa yang terjadi dibalik itu semua. Menghadapkan kepada penulis untuk mencari tahu melalui penelitian yang lebih dalam, dengan mengangkatnya dalam bentuk tesis dengan judul ?Analisis Mengenai Okupasi Terhadap Tanah Negara dan Tanah Hak di Wilayah DKI Jakarta serta Penanganannya", disamping juga merasa terpanggil nantinya sebagai tanggung jawab profesi. Pada penulisan ini lebih difokuskan pada keberlakuan Undang-undang Nomor 51/PRP/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah tanpa Izin-yang berhak atau Kuasanya serta Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor : 886 tahun 1983 tentang Juklak Penertiban Penguasaan/Pemakaian Tanah, Tanpa Hak di Wilayah DKI Jakarta. Yang dalam pelaksanaannya masih banyak dijumpai orang/pihak yang menguasai tanah tanpa izin pemiliknya baik yang menguasai fisik secara illegal maupun fisik yuridis illegal, yang akibatnya adalah terjadi tarik menarik kepentingan antara pemegang/pemilik tanah yuridis yang legal dengan yang menguasai tanah secara fisik illegal. Dalam kenyataan tersebut pihak Pemda DKI Jakarta sebagai regulator dan sebagai pihak yang memiliki otoritas terhadap wilayahnya, dihadapkan pada kewajiban dan bertanggung jawab menyelesaikan sengketa yang ada baik: melalui pengadilan, maupun dengan penertiban langsung terhadap para okupan yang menguasai tanah hak: maupun tanah Negara yang ada tersebut, dengan Dinas Trantib Linmas DKI Jakarta sebagai liding sektornya. Dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada tersebut diharapkan kedepannya tidak terjadi lagi para okupan-okupan baru dan kalaupun terjadi harus secara dini diatasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>