Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86126 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tony Hotland
"Gerbang abad 21 telah terbuka dan dibaliknya kita pun menemukan
satuan-satuan kecil pola budaya yang sedikit banyak terfragmentasi, terkontaminasi,
tersegmentasi dalam upaya mereka mendefinisikan diri, atau lebih tepatnya mencari
idertitas di r" yang mulai tercabik-cabik dibalik hebohnya globalisasi, intemasionalisasi
ataL:pun universalisasi, yang tidak hanya membentuk seouah desa global tetapi juga
mar1usia global dengan kesadaran global. Maka, semua kriteria kebudayaanpun terserap
yanu juga mempengaruhi hal-hal yang terkesan sepele seperti aQa itu cinta, keindahan,
kecantikan atau ketampanan yang universal.
Per:~elitian ini berusaha melihat bagaimana sebuah majalah pria
menbingkai maskulinitas. Unit analisa yang dia bil adalah majalah Men's Health edisi
Januari sampai Juli 2002. Unt k melakukan hal tersebut, dilakukan dengan analisa
diskursus kritis (Critical Discourse· Analysis). Analisa model ini berusaha melihat
keterkaitan antara tiga level yaitu level teks, discourse practice (produksi dan konsumsi
meciia) dan level sociocultural practice.
Dalam menganalisa isi media, banyak faktor yang terkait didalamnya.
Fakto;-faktor tersebut berkisar da;i faktor pekerja media sebagai lr.dividu, f
Lengkap +
orga~nisas i, faktor rutini~as media, faktor dari luar media, sampai ke faktor ideologi. Posisi
mecia yang tidak C:iapat dihindarkan sebagai i nsi:i~usi bisnis pun ikut mempengaruhi isi
medianya.
Analisa yang dilakukan pada level teks menghasilkan 4 buah bingkai
maskulinitas yaitu bingkai seksi dan berotot, bingkai Don Juan, bingkai kesehatan dan
bingkai bisnis.
Analisa discourse practice melihat hubungan antara teks dan proses
proc uksi konsumsi media. Status majalah Men's Health sebagai media waralaba
mempengaruhi proses produksi isi media karena 60 persen edisi lokal merupakan
adaptasi dari edisi internasional yang di'lokal'kan dengan menambahkan sumber-sumber
loka;: Oari analisa ini terlihat bahwa faktor organisasi, audiens, pengiklan dan ideologi
media ikut mempengaruhi isi media. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi isi media
dennan caranya sendiri sehingga menghasilkan sebuah edisi majalah Men's Health Komodifikasi yang terjadi dalam majalah Men's Health meliputi komodifikasi
isi, audiens dan pekerja media. Dengan analisa ekonomi politik media (komodifikasi) ini,
terlihat posisi Men's Health sebagai sebuah institusi bisnis yang memperhitungkan
keuntungan yang akan didapat ketika mempersiapkan dan meram!.! sebuah edisi maja!ah.
Kapitalisme global mendapatkan keuntungan dari tampilan laki-laki seperti yang ada di
majalah Men's Health melalui ekspansi produk-produk bermerk internasional dan sirkulasi
yan!J meningkat diberbagai negara.
Analisa socio cultural dikaitkan dengan situasi kapitalisme media Indonesia,
konstruksi gender, budaya fetishisme dan narsisme dalam masyarakat. Kapitalisme
industri mengakibatkan komoditas pemujaan tubuh menjadi salah satu sarana
menghasilkan dan melipatgandakan kapital. Konstruksi gender menghasilkan konsep
feminin dan maskulin, yang kemudian tumbuh menjadi stereotip dalam masyarakat.
Konstruksi maskulinitas terjadi sejak dini melalui sosialisasi dari berbagai pihak dan
menjadi tuntutan sebuah budaya dari para laki-lakinya.
Fetishisme aan narsisme, yang memfokuskan pada bentuk dan penampilan
fisik juga menjadi faktor hadimya maskulinitas dala masyarakat dan timbulnya
kom.odifikasi maskulinitas. Media serta medium lainnya secara sadar ataupun tidak telah
ikut mengkampanyekan wacana p~mujaan tubuh ini sehingga memberikan perasaan tidak
nyaman bagi populash.mengenai penampilan dan perannya dalam masyarakat.
Dalam konteks globalisasi, dimana batasan waktu dan tempat semakin
teratasi, dunia tumbuh menjadi sebuah desa global. Media-media pun kini melakukan
ekspansi ke seluruh penjuru dunia dan ikut menyebarkan budaya dan nilainya sendiri yang
dibc:wa dari tempat ia berasal. Maskulinitas dalam majalah Men'S Health juga dilihat
sebagai sebuah ekspansi budaya dari Amerika Serikat. Konsekuensinya adalah bahwa
media tidak semata dilihat sebagai respo dari l
kek11atan untuk membentuk masyarakat"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Putri Aprillia
"Penelitian ini menganalisis representasi maskulinitas dalam iklan rekrutmen militer Rusia dengan slogan “Ты же мужик” (Kau kan pria) yang ditujukan kepada para pria di Rusia untuk mendaftar militer pada masa perang Rusia-Ukraina. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan mise en scène untuk menguraikan representasi maskulinitas pada iklan pendaftaran rekrutmen militer Rusia dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes (1964) bersamaan dengan konsep maskulinitas hegemoni dari R. W. Connell dan James W. Messerschmidt (2005), dan konsep struktur patriarki dari Sylvia Walby (1990). Hasil penelitian ini mengungkap adanya penekanan pada re-tradisionalisasi maskulinitas yang dikonstruksi dan disampaikan melalui sinergi isyarat linguistik dan visual dalam iklan rekrutmen militer Rusia yang mencerminkan maskulinitas hegemoni dan patriarki di era Federasi Rusia.

This research analyzes the representation of masculinity in Russian military recruitment advertisement with the slogan “Ty zhe muzhik” (You are a man) aimed at men in Russia to enlist in the military during the Russia-Ukraine war. This research uses a qualitative research and mise en scene method to describe the representation of masculinity in Russian military recruitment enlistment advertisement using Roland Barthes' semiotic theory (1964) along with R. W. Connell and James W. Messerschmidt's concept of the hegemony of masculinity (2005), and Sylvia Walby's concept of patriarchal structure (1990). The results of this research reveal an emphasis on re-traditionalization masculinity which is constructed and conveyed through the synergy of linguistic and visual cues in Russian military recruitment advertisements which reflect the hegemonic masculinity and patriarchy in the era of the Russian Federation."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatika Qonita Putri
"Tesis ini mengangkat fenomena negosiasi maskulinitas pada penggemar K-Pop laki-laki dengan seksualitas homoseksual yang sebagian besar dari mereka telah melela kepada masyakarat dan menemukan “tempat aman” untuk diterima didalam fandom. Anggapan awal bahwa akan ada penolakan sebagaimana norma Masyarakat heteronormatif karena melihat seksualitas mereka serta maskulinitas yang telah terdekonstruksi. K-Pop dengan sebagian besar fans Perempuan menciptakan ruang aman untuk mereka dalam berkarya dan mempertunjukan soft masculinity mereka. Tujuan penelitian ini untuk melihat, menganalisa dan memahami, negosiasi maskulinitas yang tadinya terhegemoni menjadi soft masculinity. Penelitian ini menggunakan etnografi dengan wawancara mendalam dan observasi sebagai pengambilan data primer. Sebagai penguat teoritis, tulisan ini menggunakan analisa gender dengan Teori Queer oleh Judith Butler sebagai konsep utamanya. Tulisan ini juga menggunakan studi budaya digital, yang mengacu kepada karakteristik dari negosiasi. Temuan dari tulisan ini adalah adanya negosiasi oleh penggemar K-Pop laki-laki dengan seksualitas homoseksual dengan dirinya, Masyarakat sekitarnya, dan K-Pop itu sendiri. Konteks tersebut juga memperkuat temuan bahwa K-Pop bukan lagi hanya sekedar music, tarian, dan video music, melainkan telah berkembang pesat sehingga menjadi sub-culture dari budaya populer.

This thesis explores the phenomenon of negotiating masculinity among male K-Pop fans with homosexual sexuality, most of whom have come out to society and found a "safe place" to be accepted within the fandom. The initial assumption was that there would be a rejection of the norms of heteronormative society because they saw their sexuality and masculinity as deconstructed. K-Pop with mostly female fans creates a safe space for them to work and demonstrate their soft masculinity. The aim of this research is to see, analyze and understand the negotiation of previously hegemonic masculinity into soft masculinity. This research uses ethnography with in-depth interviews and observations as primary data collection. As theoretical reinforcement, this paper uses gender analysis with Queer Theory by Judith Butler as the main concept. This paper also uses digital culture studies, which refer to the characteristics of negotiations. The findings of this article are the existence of negotiations by male K-Pop fans with homosexual sexuality with themselves, the surrounding community, and K-Pop itself. This context also strengthens the finding that K-Pop is no longer just music, dance and music videos, but has developed rapidly to become a sub-culture of popular culture."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurzakiah Ahmad
"Skripsi ini membahas mengenai perubahan nilai maskulinitas yang direpresentasi melalui iklan-iklan produk kosmetik pria. Kosmetik telah sekian lama terkonstruksi ke dalam area feminin. Namun, hal ini nampaknya kini telah berubah. Terdapat pemaknaan baru mengenai bagaimana nilai maskulinitas itu diyakini sekarang. Dengan menganalisis struktur yang membangun masingmasing iklan, skripsi ini mencoba untuk menganalisis bagaimana tiga iklan produk kosmetik pria, yang sudah dipilih sebagai korpus data, merepresentasi nilai-nilai maskulinitas baru.
This study is about the changing of the idea of masculinity in society, which is represented by the advertisements of men?s grooming products. Since a long time ago, grooming products had been constructed into the area of femininity. But it seems now, this construction is already changed. There is a new idea of how masculinity is now defined. By analyzing structures of each advertisement, this study tries to analyze how the three advertisements of men?s grooming products represent and bring the idea of the new and modern masculinity to society."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S14997
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Serenada Langit Islam
"Saat ini, isu pelecehan seksual telah menjadi krisis global. Hegemoni maskulinitas memiliki peran dalam masalah yang telah mengakar ini. Maka dari itu, penting bagi laki-laki untuk melibatkan diri sebagai sekutu. Persepsi pria terhadap iklan Gillette berjudul `The Best Men Can Be` dapat menggambarkan posisi pria dalam perjuangan melawan kejahatan seksual. Penelitian ini mengkaji hubungan antara hegemoni maskulinitas dengan isu pelecehan seksual yang dimpilkan oleh iklan Gillette berjudul `The Best Men Can Be`. Responden (N = 17) diminta untuk mengisi kuesioner elektronik kualitatif dan kemudian sebagian dari mereka dipilih untuk diwawancarai. Studi ini berkontribusi pada pembahasan masalah pelecehan seksual dengan mendemonstrasikan bagaimana iklan Gillette dapat digunakan untuk mempromosikan program intervensi pengamat (bystander intervention) seperti yang diusungoleh Berkowitz (2002). Temuan juga menunjukkan bagaimana hegemoni maskulinitas berfungsi secara kompleks dan penting dalam proses pengambilan keputusan laki-laki untuk mengintervensi situasi bermasalah serta berperan dalam munculnya respon negatif terhadap iklan Gillette tersebut.

In all over the world, the issue of sexual harassment has reached crisis proportion. Since hegemonic masculinity plays a role in this deep-rooted problem, it is now crucial that men step up as allies. Men`s perception of Gillette ad titled `The Best Men Can Be` may illustrate where men stand in the fight against sexual crimes. This research examines the relationship between hegemonic masculinity and sexual harassment issue that is brought by the Gillette ad titled `The Best Men Can Be`. Participants (N = 17) completed an electronic, qualitative questionnaire after viewing the ad and some of them were chosen to be interviewed to get an in-depth analysis. This study contributes to the discussion of sexual harassment issue by demonstrating how the Gillette ad can be used to promote bystander intervention program as outlined by Berkowitz (2002). Findings also show how hegemonic masculinity plays a complex and essential part in the decision-making process to intervene a problematic situation and also in the negative response toward the ad."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rosalina
"ABSTRAK
Iklan adalah salah satu cara untuk mempromosikan produk. Diantara iklan yang
muncul di media massa, terdapat iklan yang menggunakan ilustrasi imaji
maskulinitas. Media secara teoritis dapat mengembangkan imaji tersebut menjadi
konsep yang sering tidak disadari oleh khalayak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap representasi dan konsep maskulinitas dalam iklan-iklan produk
minuman berenergi, produk rokok, serta pelembap wajah khusus pria serta untuk
menggali ideologi apa yang ada di balik penggambaran maskulinitas pada ketiga
iklan tersebut. Analisis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis
semiotik dan menggunakan paradigma critical constructionism. Dengan
perbandingan karakteristik maskulinitas pada tiga iklan, yaitu minuman berenergi
Extra Joss, rokok Surya Pro Mild dan Vaseline Men Face Moisturiser. Penelitian
ini menemukan iklan dibuat oleh produsen dengan melanggengkan ideologi
patriarki di Indonesia supaya industri tetap berjalan sesuai dengan kepentingan
para elit kapitalis. Sehingga iklan bukan sekedar mengemas produk, tetapi juga
bagaimana para produsen menggunakan imaji maskulinitas sebagai komoditas
bagi produk mereka. Para produsen berusaha memberi masukkan ideologi kepada
khalayak, yang akhirnya memperlihatkan sebuah kesadaran palsu.

ABSTRACT
Advertising is one way to promote products. Among the ads that appear in the
mass media, there are ads that use illustration images of masculinity. Media
theoretically can develop that image become the concept that is often not aware of
it by audience. This research aims to uncover the representation and the concept
of masculinity in the advertisements of products, namely energy drinks, cigarettes
and face moisturizer for men products as well as to explore what ideology what is
behind depiction masculinity in third those ads. Analysis of this research was
conducted by using semiotic analysis and using the paradigm of critical
constructionism. By comparing the characteristics of masculinity in three ads, i.e.
energy drink Extra Joss, cigarettes Surya Pro Mild and Vaseline Men Face
Moisturiser. This research found ads created by the producer with a patriarchal
ideology in Indonesia perpetuate that industry continue to run according to the
interests of capitalist elites. So the ads not just pack the products, but also how the
producers use images of masculinity as a commodity for their products. The
producer tried to put in ideology to public, that eventually show a false
consciousness."
Lengkap +
2012
T30777
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Nurfaidah
"Tesis ini membahas representasi maskulinitas yang terdapat dalam korpus berupa film yang berjudul Malaikat Bayangan dan Malaikat Tanpa Sayap. Penelitian ini dilakukan sebagai penelitian kualitatif melalui pendekatan cultural studies. Penelitian ini menggunakan beberapa teori berikut, yaitu maskulinitas Reeser dan Beynon, metafora konseptual dari Lakoff dan Johnson, metafora multimodal Forceville, dan struktur film dari Boggs dan Petrie, serta Nathan Abrams, et.al. Reeser dan Beynon memandang maskulinitas sebagai satu konsep yang dinamis, cair, dan kompleks. Kedua korpus penelitian tersebut memiliki perbedaan, antara lain, dalam latar tahun produksi, genre, atau setting. Film Malaikat Bayangan mengangkat tema maskulinitas imperial dengan latar era kolonial. Sosok maskulin imperial, Thomas, mengabdikan diri sepenuhnya pada kepentingan negara tanpa mengaharapkan imbalan materi. Untuk itu maskulin imperial dituntut untuk tidak menjalin hubungan yang terlalu intim dengan lawan jenis serta memiliki kemampuan untuk menguasai diri seutuhnya. Jika dikaitkan dengan teori Reeser, sosok maskulin imperial dalam film Malaikat Bayangan tidak berkonstitusi dengan jenis maskulinitas lain. Namun, dalam sebuah penyamaran, Thomas tidak dapat menghindari untuk mengadopsi unsur-unsur dari kluster lain, seperti metroseksual dan narcissist. Sementara itu, Film Malaikat Tanpa Sayap mengangkat konsep maskulinitas breadwinner yang dapat berkonstitusi dengan jenis maskulinitas lain, yaitu new man as a nurturer dan maskulinitas imperial. Sosok maskulin yang diangkat di dalam tesis ini merupakan sosok yang dianggap sebagai malaikat (malaikat metaforis). Metafora konseptual yang muncul sebagai penguat tokoh malaikat metaforis cenderung untuk mengarah pada sikap, sifat, serta peristiwa yang dialami oleh para tokoh. Dalam film Malaikat Bayangan, sosok Thomas memenuhi kriteria sebagai malaikat karena ia mengabdi dengan sepenuh hati tanpa pernah memikirkan imbalan materi; memiliki kekuatan fisik dan batin yang prima; patuh pada aturan, dan cernat. Sementara itu, film Malaikat Tanpa Sayap menampilkan tokoh Amir sebagai sosok yang dianggap sebagai malaikat. Tokoh Amir tanpa menunjukkan kontak fisik mampu memberikan kontribusi besar bagi anaknya sendiri dan orang lain. Konsep maskulinitas tersebut didukun unsur sinematografis (teknik pengambilan gambar, penentuan ukuran gambar, teknik pencahayaan) dan unsur naratif (tema, alur, latar, dan penokohan).

This thesis discusses the representation of masculinity in Malaikat Bayangan (1987) and Malaikat Tanpa Sayap (2012). This is a qualitative research with cultural studies approaches. There are several theories used in this study: Reeser (2010) and Beynon (2002) masculinities, Lakoff and Johnson's (2003) conceptual metaphor, Forceville's (1996) multimodal metaphor, and film structures from Boggs & Petrie (2008) and Nathan Abrams, et al (2001). Both movies have differences, especially in these points: year of production, genre, or setting. However, they were assumed to share common concepts of masculinity. Malaikat Bayangan provided representation of imperial masculinity. The imperial masculine gave his life serving the state totally without material orientation. He was not allowed to have an overly intimate relationship with women and ought to have a perfect stamina. Based on Reeser's view, the imperial masculine figure in Malaikat Bayangan can not be substituted with another type of masculinity. However, on certain occasions, the main character must be adaptive to elements of other clusters, such as metrosexual and narcissist. On the other hand, Malaikat Tanpa Sayap provided a fluid masculinity concept. The breadwinner can be subsituted with other types of masculinity, such as nurturer or imperial masculinity. The thesis focuses on masculine figures that are metaphorically regarded as angels. Conceptual metaphor application is related to their attitudes, characteristics, and experiences. In Malaikat Bayangan, Thomas gives his total commitment for the state without material reward. He has the most powerfull energy, obedient, and has good precision. Meanwhile, Malaikat Tanpa Sayap is featuring Amir as a metaforic angel in a different way. Through his own fight, without physical contact as Thomas, which is associated to the contemporary period, Amir fulfills his angelic criteria. The concept of masculinity that emerges in both movies is supported by the cinematographic elements (shooting technique, size of the image, or lighting techniques) and narrative elements (theme, plot, setting, and characterization)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filza Biankarisia
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas representasi maskulinitas yang ditampilkan dalam iklan-iklan produk perawatan wajah dan tubuh pria. Produk kosmetik tidak hanya dikonstruksikan dalam konsep feminin, melainkan juga dalam konsep maskulin. Perubahan konsep pria maskulin dalam iklan yang terjadi ketika pria direpresentasikan sebagai objek yang dilihat para pria maupun wanita. Hal ini terlihat pada pria masa kini yang menjadi lebih memerhatikan penampilan fisik baik bentuk tubuh maupun wajah yang direpresentasikan melalui iklan-iklan produk kosmetik khusus pria. Ketiga iklan yang telah dipilih sebagai korpus data akan dianalisis bagaimana representasi maskulinitas baru dalam iklan produk perawatan wajah dan tubuh pria. Pergeseran konstruksi maskulinitas tersebut akan menghasilkan identitas budaya metroseksual.

ABSTRACT
This study is about the changing of the idea of masculinity in Germany, which is represented by the advertisements of men rsquo s facial and body treatment products. Grooming products had been constructed into femininity, this construction is already changed now. There is a new idea of how masculinity is now defined, men are the objects being represented. They tend to be much more attentive to their physical facial appearances. By analyzing structures of each advertisement, this study tries to analyze how the three advertisements of men rsquo s facial and body treatment products represent the idea of the new and modern masculinity to society. The change of masculinity constructionism will produce cultural identity for metrosexual. "
Lengkap +
2017
S68985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Yuliana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui redefinisi maskulinitas yang dianalisis melalui masculine performativity yang dilihat pada praktik dan pemaknaan pemakaian produk perawatan kulit pada laki-laki. Studi-studi terdahulu menunjukkan laki-laki yang memakai produk perawatan kulit, berguna untuk menjaga penampilan serta menarik perhatian lawan jenis, akan tetapi, belum banyak studi yang melihat fenomena ini sebagai bentuk redefinisi dari maskulinitas, khususnya dalam konteks pemakaian produk perawatan kulit pada laki-laki. Dengan memakai konsep masculine performativity oleh Butler dan body practice dari Shilling sebagai pisau analisis, peneliti berargumen bahwa laki-laki memakai produk perawatan kulit sebagai praktik yang dilakukan secara berulang dan terus-menerus sebagai cara untuk menunjukkan identitas gender mereka. Temuan penelitian menunjukkan bahwa praktik tubuh pada laki-laki yang memakai produk perawatan kulit bertujuan untuk mencapai bentuk tubuh yang mereka inginkan. Sementara, pemaknaan maskulinitas yang terdapat dalam pemakaian produk perawatan kulit dilakukan secara berulang dan konsisten yang dianggap sebagai maskulinitas modern, yaitu laki-laki yang peduli dengan penampilan wajah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi, yaitu studi yang menggambarkan pengalaman beberapa individu dari suatu fenomena. Sumber data dari studi ini adalah wawancara mendalam dengan informan yang memiliki kriteria sebagai laki-laki yang memakai produk perawatan kulit dan content creator laki-laki di bidang beauty (skincare enthusiast).

This study aims to determine the redefinition of masculinity which is analyzed through masculine performativity which is seen in the practice and meaning of using skin care products for men. Previous studies have shown that men who use skin care products are useful for maintaining their appearance and attracting the attention of the opposite sex, however, not many studies have looked at this phenomenon as a form of redefinition of masculinity, especially in the context of using skin care products for men. man. Using Butler's concept of masculine performativity and Shilling's body practice as an analytical tool, the researcher argues that men use skin care products as a practice that is carried out repeatedly and continuously as a way to show their gender identity. Research findings show that men's body practices using skin care products aim to achieve the body shape they desire. Meanwhile, the meaning of masculinity contained in the use of skin care products is carried out repeatedly and consistently which is considered as modern masculinity, namely men who care about facial appearance. This study uses a qualitative approach with the type of phenomenological research, namely a study that describes the experiences of several individuals from a phenomenon. The data sources of this study are in-depth interviews with informants who have criteria as men who use skin care products and male content creators in the beauty field (skincare enthusiast).
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>