Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32322 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victoria Ardirachmaputri
"Visualisasi yang estetis menjadi salah satu daya tarik bagi penggemar musik Korean Pop (K-Pop). Ketertarikan penggemar ditunjukkan melalui keinginan untuk menirukan gaya busana artis K-Pop dengan menggunakan pakaian dan aksesori yang mirip dengan mode busana yang dikenakan idolanya. Artis K-Pop menggunakan produk dari merek terkemuka serta mengeluarkan official merchandise dengan warna, bentuk, dan logo yang mencirikan identitasnya. Penggunaan produk replika menjadi cara alternatif bagi penggemar untuk dapat melakukan peniruan mode busana dengan harga terjangkau. Penggemar mengunggah foto diri menggunakan pakaian dan aksesori replika pada media sosial sebagai bentuk penguatan identitas diri sebagai penggemar. Jurnal ini menggunakan metode studi literatur untuk mengulas bentuk identitas yang ditampilkan penggemar ketika menggunakan pakaian dan aksesori replika K-Pop. Penulis menemukan bahwa penggunaan pakaian dan aksesori replika bertujuan untuk memenuhi tujuan spesifik produk yang berkaitan dengan kepuasan yang didapatkan individu secara emosional. Penggemar menggunakan pakaian dan aksesori K-Pop untuk menunjukkan identitas dirinya sebagai penggemar K-Pop di lingkungannya. Dengan demikian, produk replika K-Pop digunakan untuk menunjukkan atribut yang dapat memperkuat identitas diri sebagai penggemar dalam lingkungannya.
Aesthetic visualization is one of the attractions for Korean Pop (K-Pop) fans. Fans try to mimic the fashion style by using clothes and accessories that are similar to their idol fashion. K-Pop artists use products from luxury brands and release official merchandise with colors, shapes, and logos that characterize their identities. This makes the use of counterfeit products an alternative way to imitate K-Pop artists fashion at affordable prices. Fans upload photos of themselves using K-Pop products on social media to strengthening their identity as fans. This journal uses the literature study method to review the form of identity displayed by fans when using K-Pop counterfeit products. The writer found that the use of K-Pop counterfeit products aims to meet the specific objectives of the product, which is to get emotional satisfaction. Fans use K-Pop products to show their identity as K-Pop fans in their neighborhood. Thus, K-Pop counterfeit products are used to show attributes that can strengthen self-identity as fans in their environment."
2019: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Elfrida Dwiyanti
"Penelitian ini mengeksplorasi bentuk interaksi parasosial yang terjadi pada penggemar musik K-Pop yang berusia dewasa muda (26 – 39 tahun). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, strategi fenomenologi, serta wawancara mendalam terhadap 4 perempuan dewasa muda untuk pengambilan data. Data dianalisis melalui coding dan ditulis dengan teknik analisis naratif. Pada penelitian ini, interaksi parasosial dilihat dari aktivitas penggemar yang dilakukan dan memasukkan perspektif usia dewasa muda, sehingga dapat terlihat bagaimana interaksi parasosial berperan dalam kehidupan penggemar. Karakteristik individu dewasa muda turut melatarbelakangi bentuk interaksi parasosial yang dialami penggemar. Hasil analisis menemukan adanya keterbatasan sebagai individu dewasa muda yang berpotensi menghentikan interaksi parasosial pada diri penggemar. Namun, keterbatasan tersebut diatasi dengan penggunaan media digital dan fandom. Penelitian ini menemukan interaksi parasosial pada penggemar dewasa muda digunakan sebagai sarana media enjoyment.

This research explores forms of parasocial interactions that occur in K-Pop music fans who are young adults (26-39 years). This study uses a qualitative approach, phenomenological strategy, and in-depth interviews with 4 young adult women. The data were analyzed through coding process and written with narrative analysis techniques. Parasocial interaction in this study are seen from the fan activity and include the age perspective as young adults (life course perspectives), so the study can see how parasocial interactions have a role in the fans’ life. Characteristics of young adult individuals also contribute to the form of parasocial interactions experienced by the fans. The results of this research found that young adult fans have limitations that potentially stop parasocial interactions in fans. However, these limitations are overcome by the use of digital media and fandom. This study found interactions in young adult fans are used as media enjoyment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ema Rahmayanti
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran identifikasi dengan idola pada hubungan antara interaksi parasosial dan status identitas diri remaja akhir pengemar Korean pop idol. Partisipan dalam penelitian ini adalah 422 remaja akhir penggemar Korean Pop Idol. Melalui mediation analysis dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara interaksi parasosial dan status identitas diri (c?= 0.006, p= 0.772) dan jalur interaksi parasosial terhadap indentitas diri remaja tidak memiliki pengaruh yang signifikan (effect = 0.0107, p = 0.4905, CL = -0.198 - 0.0413), terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara interaksi parasosial dan identifikasi (a= 0.922, p< 0.01), tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara identifikasi dan status identitas diri (b= 0.005, p= 0.732), serta tidak terdapat peran identifikasi yang memediasi interaksi parasosial dan status identitas diri remaja akhir penggemar Korean Pop Idol dengan analisis the normal theory approach (effect = 0.0047, p > 0.05) dan dengan analisis bootstrap confidence interval (ab = 0.0047, CI [-0.234, 0.0326]).

This study aimed to examine the role of identification with an idol on the relationship between parasosial interaction and self-identity status in late adolescent Korean pop idol fan. Respondents in this study were 422 late adolescent Korean pop idol fan. Through the mediation analysis, it showed that there was no positive and significant correlation between parasosial interaction and self-identity status in late adolescent Korean pop idol fan (c '= 0.006, p = 0772) and the pathway of parasocial interactions self-identity status in late adolescent Korean pop idol fan do not have significant influence (effect = 0.0107, p = 0.4905, CL = -0198 - 0.0413), there was a positive and significant correlation between parasosial interaction and identification with an idol (a = 0.922, p <0.01), there was no positive and significant correlation between identification with an idol and self-identity status in late adolescent Korean pop idol fan (b = 0.005, p = 0732), and there was no role of identification with an idol that mediated parasocial interaction and self-identity status in late adolescent Korean pop idol fan by the analysis of the normal theory approach (effect = 0.0047, p > 0.05) and by bootstrap analysis confidence interval (ab = 0.0047, CI [-0234, 0.0326])."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandini Rizki Nurbaiti
"Remaja berada pada fase pencarian jati dirinya, sebagaimana tahap perkembangan psikososial remaja yaitu identity versus role confusion. Pencarian identitas diri remaja seringkali dikaitkan dengan tokoh idola yang rentan menimbulkan perilaku parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara parasocial relationship dengan status identitas diri remaja penggemar K-Pop di DKI Jakarta. Penelitian dengan metode kuantitatif jenis analisis-korelasi dengan pendekatan cross-sectional ini melibatkan 108 remaja penggemar K-Pop di DKI Jakarta yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Instrumen Ego Identity Process Questionnaire digunakan untuk mengukur status identitas diri dan Celebrity Attitude Scale untuk mengukur hubungan parasosial. Hasil analisis univariat yaitu sebanyak 35,2% remaja berada pada fase identitas diri achievement dan 50% remaja memiliki hubungan parasosial dengan tokoh idolanya pada tingkat intense personal feeling. Hasil analisis bivariat menggunakan uji Spearman rho menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan parasosial dengan status identitas diri remaja penggemar K-Pop di DKI Jakarta (p value: 0.005 r: -0.271). Kesimpulan penelitian ini adalah aktivitas pengidolaan membentuk hubungan parasosial dengan tokoh idola yang turut memengaruhi status identitas diri yang dicapai oleh remaja pada tahap perkembangannya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengaitkan variabel lain yang berkaitan dengan hubungan parasosial terhadap status identitas diri remaja.

Adolescents are in an identity-searching period, as is the stage of adolescent psychosocial development, specifically identity vs role confusion. The search for self-identity in adolescents is frequently related with idol figures who are prone to triggering parasocial conduct. The purpose of this study is to investigate the relationship between parasocial relationships and self-identity construction among K-Pop enthusiasts in DKI Jakarta. This study recruited 108 teenage K-Pop enthusiasts in DKI Jakarta who were chosen using a simple random samplingsimple strategy and a quantitative method of correlation-analysis. The Ego Identity Process Questionnaire was used to assess identity status, and the Celebrity Attitude Scale to measure parasocial relationships. The results of the univariate analysis showed that 35,2% of adolescents were in the achievement self-identity phase and 50% of adolescents had a parasocial relationship with their idol at the level of intense personal feeling. The results of bivariate analysis using the Spearman rho test showed that there was a significant relationship between parasocial relations and the self-identity status of young K-Pop fans in DKI Jakarta (p value: 0.005 r: -0.271). The conclusion of this study is that idolizing activities form parasocial relationships with idol figures which also influence the identity status achieved by adolescents at their developmental stage. Future research is expected to be able to relate other variables related to parasocial relationships to adolescent self-identity status."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muqsita Salmi
"Fenomena budaya asal Korea Selatan atau disebut Korean Wave, memberikan pengaruh bagi kaum muda di Asia, termasuk Indonesia. Musik K-Pop menyebar luas ke seluruh dunia lewat berbagai situs dan media sosial lainnya. Dengan mendunianya K-Pop ini, membuka peluang para pemasar untuk melihat perilaku konsumen penggemar Budaya Korea Selatan ini. Penelitian ini merujuk pada fenomena tersebut yang bertujuan untuk memahami motivasi yang mendasari penggemar K-Pop dalam melakukan penggunaan replika pakaian dan aksesoris artis K-Pop. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, paradigma konstruktivis, dan bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan metode wawancara mendalam untuk memperoleh gambaran mendalam dan menyeluruh mengenai motivasi penggemar K-Pop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi pembelian dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menunjukkan identitas sebagai penggemar K-Pop.

The cultural phenomenon of South Korea or Korean Wave, gives an impact to the young generation of Asia, including Indonesia. The K-Pop music is going worldwide through various sites and social media. With K-Pop music is going global opens the opportunity for marketers to observe the consumer behaviour of fans of the South Korea Culture. This study is based on this phenomenon which objective is to understand the motivations underlying K-Pop fans in making use of clothing and accessories replica of K-Pop artist. This study used a qualitative approach, the constructivist paradigm, and is descriptive. The data was collected in-depth interview method to obtain a thorough picture of the motivation of K-Pop fans. The results suggest that purchase motivation motivated by the need to show the identity of the K-Pop fans."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatihah Adhani Prasetyo
"

Penelitian ini mengkaji bagaimana merchandise menjadi simbol identitas kelas sosial kalangan penggemar K-Pop. Studi-studi terdahulu telah membahas mengenai merchandise dan konsumerisme di kalangan penggemar. Namun, studi sebelumnya cenderung membahas pengoleksian merchandise sebagai bentuk impulsive buying dan konsekuensi dari adanya globalisasi dan modernisasi secara umum. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori modes of consumption untuk menganalisis bagaimana merchandise dapat menjadi simbol identitas kelas melalui sign yang terlihat. Secara umum teori ini membahas mengenai pengonsumsian terhadap barang yang dapat menarik garis hubungan sosial seseorang. Dalam analisisnya, peneliti juga menggunakan konsep Distinction oleh Bourdieu untuk melihat bagaimana perbedaan lapisan kelas berdasarkan kemampuan ekonomi dan taste atau preferensi selera antara satu penggemar dengan yang lainnya dalam mendapatkan merchandise “terbatas”. Hasil temuan menyatakan bahwa merchandise, seperti halnya photocard limited dapat menjadi simbol identitas terhadap kelas sosial para penggemar K-Pop. Hal ini tercermin dari sign eksklusif yang terdapat pada benda tersebut, yang membuat para penggemar dengan preferensi selera yang bagus dan kemampuan ekonomi yang tinggi lah yang dapat memiliki dan mengoleksinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi dan in-depth interview terhadap para kolektor merchandise, penggemar K-Pop non-kolektor, dan pemilik group order jual-beli photocard.


This study examines how merchandise is a symbol of social class identity among K-Pop fans. Previous studies have covered merchandise and consumerism among fans. However, previous studies tended to discuss the collection of merchandise as a form of impulsive buying and the consequences of globalization and modernization in general. In this study, researchers used modes of consumption theory to analyze how merchandise can become a symbol of class identity through visible signs. In general, this theory discusses the consumption of goods that can draw a line of a person's social relationships.  In their analysis, researchers also used Bourdieu's concept of Distinction to see how class layers differ based on economic ability and taste or taste preferences between one fan and another in obtaining "limited" merchandise. The findings state that merchandise, like limited photocards, can be a symbol of identity towards the social class of K-Pop fans. This is reflected in the exclusive signs contained in the object, which makes fans with good taste preferences and high economic abilities who can own and collect it. This study used qualitative methods with observational data collection techniques and in-depth interviews of merchandise collectors, non-collector K-Pop enthusiasts, and group order owners buying and selling photocards.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Safira Widiputri
"Korean Pop atau K-Pop yang merupakan genre musik asal Korea Selatan memiliki peminat yang cukup besar di Indonesia, terlebih di kalangan remaja. Penelitian ini hadir untuk mengkaji mengenai hubungan antara relasi parasosial dan peer attachment pada remaja yang masih sangat terbatas di Indonesia. Relasi parasosial tersebut diukur menggunakan Parasocial Interaction Scale, sedangkan peer attachment diukur menggunakan The Inventory of Peer and Parent Attachment. Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja berusia 15-19 tahun yang merupakan penggemar dari idola K-Pop, serta tinggal di Indonesia (N = 563). Penyebaran kuesioner dilakukan secara daring melalui Google Form. Data yang telah diperoleh tersebut dianalisis menggunakan Pearson Correlation. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan (r = 0.147, p < 0.01) antara relasi parasosial (M = 30.46, SD = 4.7) dan peer attachment (M = 67.4, SD = 8.12) pada remaja penggemar K-Pop di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil penelitian mendukung hipotesis peneliti bahwa terdapat hubungan antara relasi parasosial dan peer attachment. Implikasi dari penelitian ini adalah melihat hubungan antara relasi parasosial dan peer attachment pada remaja.

Korean Pop, or K-Pop, which is a music genre from South Korea, has a fairly large following in Indonesia, especially among teenagers. This study is present to examine the relationship between parasocial relationships and peer attachment in adolescents, who are still very limited in Indonesia. Parasocial relationships are measured using the Parasocial Interaction Scale, while peer attachment is measured using the Inventory of Peer and Parent Attachment. Participants in this study were teenagers aged 15–19 who are fans of K-Pop idols and also live in Indonesia (N = 563). The questionnaire was distributed online via Google Form. The data were analyzed using Pearson correlation. The results of this study indicate that there is a positive and significant relationship (r = 0.147, p 0.01) between parasocial relationships (M = 30.46, SD = 4.7) and peer attachment (M = 67.4, SD = 8.12) in adolescent K-Pop fans in Indonesia. The conclusion of this study is that the results support the hypothesis that there is a relationship between parasocial relationships and peer attachment. The implication of this study is to look at the relationship between parasocial relationships and peer attachment in adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhanada Iswaranie
"Kemajuan teknologi membawa kehidupan berpindah dari dunia fisik ke dunia maya yang secara langsung juga memberi ruang untuk kejahatan mengiringi. Dalam fenomena penggemar K-pop di media sosial Twitter, aktivitas penggemar yang telah menjadi budaya dapat menimbulkan pertentangan di ruang publik karena adanya perbedaan pandangan tentang budaya penggemar pada non penggemar Penulisan ini menggunakan analisis isi kualitatif dan kriminologi naratif untuk melihat reaksi terhadap kelompok penggemar. Budaya penggemar sebagai produk budaya populer dapat dikriminalisasi di ruang publik dalam bentuk stigma, kebencian, dan intimidasi. Kejahatan yang dihasilkan adalah diskriminasi di media sosial Twitter dalam bentuk narasi. Fenomena budaya penggemar K-pop di Twitter termasuk kedalam culture as crime karena dalam kriminologi budaya, kejahatan dapat terbentuk melalui aktivitas masyarakatnya. Begitu juga dengan diskriminasi di ruang publik yang merupakan bentuk reaksi dari non penggemar terhadap budaya populer.

Technological advances bring life shifting from the physical world to the virtual world that directly also provides space to join the crime. In the K-pop fan phenomenon on social media Twitter, fans’ activity that has become a culture can raise contradictions in public spaces due to differences in opinions about fan culture among non-fan. This writing uses qualitative content analysis and narrative criminology to see reactions to fan groups. Fan culture as a product of popular culture can be criminalized in public spaces in the form of stigma, hatred, and intimidation. The resulting crime is discrimination on social media Twitter in the form of narrative. The cultural phenomenon of K-pop fans on Twitter is incorporated into culture as a crime because in cultural criminology crime can be formed through its community activity. Also with discrimination in the public space which is a form of non-fan reaction to popular culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Setyari
"Demam K-pop sedang melanda Indonesia membuat berbagai komunitas fans terbentuk. Komunitas yang akrab disebut dengan kata fandom ini memiliki dinamika dan interaksi antar fandom yang menarik. Studi ini secara umum membahas mengenai identitas serta interaksi antar fandom para penggemar K-pop dalam kajian studi komunitas dengan menggunakan metode kualitatif. Para penggemar K-Pop mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota dari sebuah fandom melalui simbol-simbol yang digunakan oleh fandom tersebut sehingga terbentuk in-group dan out-group yang kemudian mensosialisasikan nilai yang sama kepada anggota-anggota fandom tersebut. Pada akhirnya, identitas yang mereka miliki serta hasil dari sosialisasi tersebut membentuk dinamika dan interaksi yang terjadi di dalam maupun antar fandom. Dengan menggunakan paradigma interaksionisme simbolik, penelitian ini mmemperlihatkan bagaimana identitas terbentuk dan disosialisasikan di dalam in-group, dalam hal ini sebuah fandom, dan membentuk dinamika serta interaksi tertentu di dalam in-group maupun dengan out-group, dalam hal ini fandom lainnya.

The K-pop wave that washes over Indonesia sprouts various fans community, or, more commonly called as fandom. Fandom has a very interesting dynamics and interaction in it. This study in general discusses the identity and interaction in and between K-pop fandoms in the scope of community study using qualitative method. The K-pop fans identify themselves through various symbols in their fandom used for socializing fandom values in them, and as such forms in-groups and out-groups, which later affects the dynamics and interaction between fandoms. Using the symbolic interaction paradigm this study shows how the K-pop fans identity is formed through the socialization of various symbols in a fandom as an in-group, and later affects the dynamics and interaction in said in-group as well with their out-group, in this case, the other fandoms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Sastri Utami
"Fenomena penggunaan bahasa Inggris yang disisipkan dalam lagu-lagu populer yang berbahasa non-Inggris saat ini sedang menjadi tren di kalangan generasi muda yang berasal dari negara-negara yang bahasa aslinya bukan bahasa Inggris. Fenomena ini juga terjadi di negara Korea dengan genre musik mereka yang disebut K-Pop. Akibat perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, terutama internet, yang begitu pesat, lagu-lagu K-Pop kemudian menyebar dan dikenal luas oleh publik internasional, termasuk di Indonesia. Penyisipan bahasa Inggris dalam lirik lagu K-Pop tersebut memiliki maksud serta tujuan tertentu yang berhubungan dengan cerminan penyampaian identitas si penyanyi.Penelitian ini mengambil contoh lima lirik lagu K-Pop yang dipopulerkan oleh salah satu grup band Korea, Super Junior, dan menelaahnya dengan metode analisis grammar fungsional dan analisis wacana kritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penerapan berbagai macam strategi pembentukan identitas (acts of identity) dalam masing-masing lirik lagu yang digunakan untuk menyampaikan representasi wacana identitas tertentu. Fenomena penggunaan bahasa Inggris itu sendiri didorong oleh beberapa latar belakang yang berhubungan dengan hegemoni ideologi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memahami fenomena hibridisasi bahasa Inggris dengan bahasa lain dalam sebuah teks lagu serta membantu pemahaman wacana identitas serta faktor makro-sosiologi ideologi hegemoni yang melatarbelakanginya.

The phenomena of English usage in non-English songs have become a widespread trend among young generation whose native language is not English. This also happens in Korea and in their respective music genre, called K-Pop. Through the fast development of information and telecommunication technology, especially internet have caused K-Pop songs to spread and be known throughout the world mass, including Indonesia. The use of English in K-Pop popular song has particular purpose and meaning related to the representation of identities of its singer. This research has taken samples from five song's lyrics which are popularized by Super Junior, one of K-Pop boy band from South Korea, and has analyzed them through systemic functional grammar and critical discourse analysis.
The result of the research indicates that there is application of some acts of identity on each lyric which is used to portray different representations of identities. The phenomena of English usage itself have to do with certain backgrounds driven by hegemonic ideology. This research is expected to help people understand the growing phenomena of English hybridization in popular song's lyrics and to make them aware of the discourse of identity and macrosociological factor, such as hegemony of ideology, which underlie them.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S126
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>