Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boyce, B. Ann
Boston: McGraw-Hill, 2003
371.102 3 BOY i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Djabbar Aidil Hibatullah
"Kebutuhan interpersonal guru dalam menjalankan tugas mengajar masih belum cukup tergali dengan dalam (Newberry & Davis, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara Emotional Intelligence dengan persepsi guru mengenai hubungan guru-siswa. Penelitian ini menggunakan metode korelasional untuk menggambarkan hubungan antara emotional intelligence pada guru dengan persepsi guru terhadap hubungannya dengan siswa. Emotional intelligence guru diukur menggunakan Schutte Emotional Intelligence Scale (Schutte et al., 1998). Persepsi guru mengenai hubungan dengan siswa diukur menggunakan Student-Teacher Relationship (Aldrup et al., 2018). Partisipan merupakan 116 guru SD/SMP/SMA/sedejarat. Perekrutan partisipan dilakukan secara daring, menggunakan kuesioner yang disebarkan dalam bentuk Google Form. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara emotional intelligence dengan persepsi guru terhadap hubungan dengan siswa (r = 0,404, p < 0,05, two-tailed). Hasil tersebut menunjukkan bahwa emotional intelligence guru berkorelasi secara positif dengan hubungan guru-siswa. Implikasi penelitian ini adalah pentingnya aspek emotional intelligence pada guru dalam membina hubungan yang positif dengan siswa.

Teacher’s interpersonal needs in teaching have not been researched in-depth (Newberry & Davis, 2008). This research aims to explore the relationship between teacher emotional intelligence and teacher perception in regard to their relationship with students. This research used correlational methods to describe the correlation between teacher emotional intelligence and student-teacher relationship. Teacher emotional intelligence was measured using translated Schutte Emotional Intelligence Scale (Schutte et al., 1998). Student-teacher relationship was measured using translated Student-Teacher Relationship (Aldrup et al., 2018). The participants were 116 teachers, ranging from elementary, middle, to high school and their equivalence. Participants were recruited online, using Google Form questionnaire.  Results showed that teacher emotional intelligence is significantly correlated to student-teacher relationship (r = 0.404, p < 0.05, one-tailed). This result means teacher emotional intelligence has a positive relationship with student-teacher relationship. The implication of this research is the importance of teacher’s emotional intelligence in developing a positive relationship with students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gorman, Alfred H.
Boston: Allyn and Bacon, 1969
371.102 GOR t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faridh Ihatrayudha
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara modal psikologis dengan perilaku pencarian umpan balik pada mahasiswa baru di Universitas Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 121 orang dan merupakan mahasiswa semester satu di Universitas Indonesia. Modal psikologis diukur dengan menggunakan Psychological Capital Questioner (PCQ) yang dikembangkan oleh Luthans, Youssef dan Avolio. Sementara itu perilaku pencarian umpan balik diukur menggunakan Feedback Seeking Measurement (FSM) yang dikembangkan oleh Gong, Wang, Huang, dan Cheung. Hasil penelitian menenjukkan modal psikologis memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pencarian umpan balik (self-positive, self-negative, other positive dan other negative).

This study was conducted to examine the correlation between psychological capital and feedback seeking behavior on first year college student in University of Indonesia. The participants of this study were 121 first year college student in University of Indonesia. Psychological capital was measured using Psychological Capital Questioner (PCQ) developed by Luthans, Youssef and Avolio. Meanwhile, feedback seeking behavior was measured using Feedback Seeking Measurement (FSM) developed by Gong, Wang, Huang and Cheung. The results indicated there was significant correlation between psychological capital and feedback seeking behavior (self-positive, self-negative, other positive and other negative)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amina Sari
"Di dalam sekolah orang yang memiliki peran sangat penting terhadap prestasi belajar siswa adalah guru. Tugas gum bukanlah seked^ menjrampaikan materi pelsyaran, memberikan ulangan dan nilai pada siswanya, tetapi juga hams dapat membangkitkan motivasi siswanya, memberikan dorongan, dan mengembangkan iklim kelas yang mendukung tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Dalam kenyataannya, kebanyakan gum tidak memberikan upaya yang maksimal dalam melaksanakan tugas mengajamya Kebiasaan yang ada selama ini guru hanya menyelesaikan target kurikulum yang hams dicapainya Seringkali ini mengakibatkan guru tidak memberikan peiliatian lebih pada siswanya Sehingga ada kecendemngan siswa tidak memperoleh bimbingan belajar yang baik dan hanya berusaha mengh^al (Dr. Mochtar Buchori, Kompas 14/6/1996). Sedangkan kenyataan lain menunjukkan bahwa kebanyakan guru SMU tidak menguasai materi dengan baik, berdasarkan penelitian tes penguasaan materi didapatkan bahwa penguasaan materi gum matematika dan fisika hanya mencapai 50 % (Kompas, 23/7/1998).
Kenyataan yang ada ini tentunya sangat memprihatinkan dunia pendidikan Indonesia Guru yang diharapkan mampu memberikan sumbangan besar bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, juslru kurang memiliki kualitas yang diharapkan. Padahal guru SMU di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang cukup memadai, sebagian besar dari mereka menq)akan saijanaSl. Mochtar Buchori (dalam Kompas 2/10/1993) mengatakan bahwa guru hams menguasai dua kemampuan yaitu, penguasaan materi dan kemampuan edukatif untuk menggunakan materi yang telah dikuasainya agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Untuk dapat memanfaatkan materi yang dikuasainya secara tepat guna, guru hams memiliki keyakinan bahwa ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Tanpa keyakinan ini sulit untuk diharapkan gum akan mampu memberikan yang terbaik dalam kegiatan belajar-mengajar.
Keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan serangkaian tugas yang diberikan inilah yang disebut dengan self-efficacy. Derajat self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang dapat mempengaruhi bagaimana ia menyelesaikan tugasnya, bagaimana ia bediadapan dengan hambatan yang mengbadang. Kemampuan yang dikuasai oleh seseorang belum menjamin ia mampu malakukan tugasnya tersebut dangan baik. Bandura (1982) mangatakan bahwa seringkali orang tidak bartingkah laku optimal, maskipun mareka tahu apa yang harus dilakukannya Hal ini dikarenakan panilaian yang dibuatnya tarhadap kemampuan dirinya menjembatani bubungan antara pengatahuan dan tindakan.
Taori self-efficacy ini juga diterapkan pada guru dan tugas yang diembannya Mangenai ini Woolfolk (1993) memberikan definisi menganai self-efficacy guru yaitu, keyakinan guru bahwa ia dapat mengbadapi siswanya bahkan yang paling sulit sekalipun dan membantu mereka untuk belajar. Seperti juga derajat self-efficacy secara umum yang ada pada satiap orang, derajat self-efficacy yang dimiliki oleh setiap guru tidaklah sama Karena informasi self-efficacy sesaorang bisa didapat dari baberapa sumber, maka penilaian kemampuan diri gum yang berbeda-beda juga bisa dikarenakan beberapa faktor. Saiah satu faktor yang ikut berpangamb adalah lingkungan (Dembo, 1991). Dalam hal ini lingkungan yang dihadapi guru dalam palaksanaan tugasnya adalah lingkungan sekolah. Woolfolk (1993) mangatakan bahwa iklim sekolah mempengarabi self-efficacy guru. Iklim sekolah adalah karakteristik psikologis dari organisasi yang berjalan dalam sekolah yang mempengaruhi tingkah laku guru dan siswa, juga sabagai rasa psikologis yang dimiliki guru dan siswa terhadap sekolah (sergiovanni dan Starrat, 1993). Dari hal inilah maka dibuat panelitian yang bertujuan untuk mengetaliui bubungan antara self-efficacy guru dan iklim sekolah.
Dalam panelitian ini digunakan sampel guru matematika SMU, mengingat pentingnya peran yang dieinban gum matematika SMU. Selain kai-ena mata palajaran ini panting untuk dikuasai siswa, di tingkat SMU inilah masa yang tersulit untuk mengajar matematika gum matematika SMU harus mengbadapi siswa yang membawa kemampuan berbeda-beda yang didapat dari tingkat pendidikan sebelumnya.
Panelitian ini dilakukan pada 48 subyek penelitian, dangan menggunakan tahnik incidental sampling. Subyek diambil dari sembilan SMUN yang ada di Jakarta Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner skala self-efficacy dan skala iklim sekolah. Untuk menjawab pertanyaan dari tujuan penelitian ini data diolah dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment, dan dalam pengolabannya menggunakan bantuan SPSS for Windows release 6.0.
Hasil utama penelitian ini inenunjukkan bahwa tidak ada bubungan yang signiiikan antai a self-efficacy guru matematika dengan iklim sekolah. Dari hasil ini ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, diantaranya yaitu instmmen yang digunakan. Untuk dapat lebih yakin bahwa instrumen yang digunakan benarbenar mengukur apa yang ingin diukur, dapat dilakukan uji validitas konstmk dangan menggunakan data eksternal lainnya Hal ini dapat dilakukan dengan mengunakan matode lain, atau dengan menggunakan dua metode dan mengkorelasikannya Memperbesar jumlah sampel juga diharapkan dapat meningkatkan reliabilitas dan validitas dari kedua instrumea Penelitian lebih lanjut meiigenai self-efficacy dan iklim sekolah diharapkan dapat memberikan basil yang lebih memuaskan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Febrina Ekasari
"Emosi dapat timbul oleh suatu stimulus yang dialami individu yang bersangkutan, baik yang datang dari luar seperti peristiwa kehilangan anggota keluarga maupun yang datang dari individu itu sendiri seperti pikiran-pikirannya, hanya jika stimulus tersebut diangap penting atau menyentuh kepedulian (concern) individu tersebut. Emosi yang dialami individu bukan merupakan sesuatu hal yang selalu diekspresikan, melainkan dialami sebagai penilaian atas situasi serta kesiapan aksi (tendensi aksi atau aktivasi) dan juga gejala-gejala perubahan faali. Ada berbagai macam emosi, salah satunya adalah emosi marah. Adalah suatu hal yang wajar jika individu mengalami emosi marah, namun yang penting adalah bagaimana individu tersebut memahami pengalaman marahnya sehingga apa yang dialaminya tidak mengganggu dirinya maupun keserasian hubungannya dengan orang lain. Walaupun emosi marah merupakan emosi umum yang dapat ditemui pada setiap individu dalam berbagai macam kelompok, namun perbedaan antar kelompok dapat membawa pada perbedaan pengalaman marahnya, termasuk pada penilaian dan kesiapan aksi. Kelompok yang diteliti dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar di pendidikan pra-sekolah (preschool). Sebagai seorang pendidik, guru dituntut mempunyai kematangan emosi. Kematangan emosi tersebut bisa tercapai melalui pengenalan atau pemahaman emosi dirinya sendiri sehingga ia tidak terpengaruh secara berlebihan sewaktu mengalami suatu emosi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengalaman emosi marah khususnya dalam penilaian dan kesiapan aksi pada guru pendidikan pra-sekolah di Jakarta. Selain itu penelitian ini juga merupakan bagian dari penelitian yang akan dilakukan oleh Prof. DR. Suprapti Sumarmo Markam dengan berbagai macam kelompok di Indonesia.
Subyek penelitian ini adalah guru pendidikan pra-sekolah yang ada di Jakarta yang masih aktif mengajar. Sampling yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner emosi Frijda dan Markam (1992) yang merupakan terjemahan kuesioner Frijda-Kuipers-TerSchure sebagai instrumen penelitian. Kuesioner itu terdiri dari tiga bagian, yaitu kuesioner penilaian, kuesioner kesiapan aksi, dan kuesioner umum emosi. Gambaran penilaian dan kesiapan aksi diperoleh dengan menghitung mean score tiap item/dimensi penilaian dan kesiapan aksi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi penilaian pada pengalaman emosi marah yang paling menonjol pada guru pendidikan pra-sekolah adalah: valensi, kemudahan, kemungkinan dapat diubah, keterkendalian, antisipasi usaha, dapat diharapkan, dan dapat diharapkan oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian terhadap situasi yang menyebabkan emosi marah pada kelompok ini berkaitan dengan situasi yang dinilai: tidak menyenangkan, menghambat tujuan pribadi, dapat diubah, dapat dikendalikan, memerlukan usaha untuk mengatasinya, tidak diharapkan oleh pribadi, namun diharapkan oleh orang lain. Sedangkan dimensi kesiapan aksi pada pengalaman emosi marah yang menonjol dalam penelitian ini adalah: menghilangkan, mendidih di dalam, reaktans, memperhatikan, melawan, membetulkan, dan ketergantungan. Hal ini menunjukkan bahwa guru pendidikan prasekolah dalam penelitian ini memiliki kecenderungan yang mencolok untuk: menghilangkan atau menghapus perisiwa yang telah teijadi, darah terasa mendidih, menangani situasi, mencoba memberi perhatian penuh pada apa yang terjadi, menahan atau melawan, meluruskan apa yang telah teijadi, dan ingin ada yang menolong. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal untuk dapat lebih mengetahui pengalaman emosi marah pada guru pendidkan pra-sekolah di Jakarta."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S3290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nur H.S
"ABSTRAK
Tuna grahita seperti populasi yang normal juga memiliki kebutuhan fisiolofis,
sosial dan emosional yang sama dengan mereka yang normal. Seperti
dikemukakan oleh Lindsey (1993) bahwa tidak ada kaitan langsung antara
inteligensi dengan seksualitas, demikian juga pada remaja tuna grahita.
Remaja tuna grahita mampu didik seperti remaja sebayanya yang normal, juga
akan mengalami pubertas dan mulai mengalami ketertarikan dengan lawan jenis
mereka. Mereka seperti yang dikemukakan oleh Richmond, Tarjan dan
Mendelsohn (1976), memiliki dorongan seksual yang normal namun memiliki
kontrol diri yang lemah. Mereka memiliki kesulitan dalam membedakan perilaku
yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima secara sosial (Payne &
Patton, 1981).
Hal-hal diatas dapat menyebabkan mereka menunjukkan ketertarikan pada lawan
jenisnya atau mengadakan hubungan interpersonal yang dianggap tidak sesuai
dengan norma karena ketidakpahaman mereka akan baik buruknya suatu perilaku
atau kurangnya kontrol diri mereka.
Kurangnya mereka berinteraksi dengan populasi normal kecuali di rumah dan di
sekolah dengan sesama siswa tuna grahita (Guralnick, 1986), menjadikan guru
sebagai contoh penting dari populasi normal pada saat mereka berada di sekolah.
Setiap perilaku adalah hasil pembelajaran dan karenanya contoh perilaku yang
didapat seseorang akan menentukan perilaku selanjutnya dari orang tersebut
(Haring, 1974).
Penelitian ini dilakukan di SDS / SDLB Budi Waluyo II, dengan subyek 4 orang
guru, yaitu 3 orang wali kelas dan 1 orang guru BP. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan metode pengambilan data wawancara dan
observasi.
Para siswa Budi Waluyo masih berada pada tingkatan hubungan interpersonal
pertemanan dengan lawan jenis mereka (Deaux, Dane & Wrightsman, 1993).
Sebagian kecil siswa yang telah mengalami pubertas memang mengalami masalah
dalam hal hubungan interpersonal mereka dengan lawan jenisnya. Diantara mereka ada yang tidak dapat mengontrol diri dan mendekati lawan jenisnya tanpa
menghiraukan norma.
Dalam menangani masalah ini, guru menggunakan berbagai pendekatan seperti
pengawasan, negative attenlion dan modelling (Gage & Berliner, 1992). Juga
melakukan konferensi dengan orangtua, kepala sekolah dan konselor seperti
pendapat Evertson, Emmer dan Worshan (dalam Santrock, 2001).
Guru juga melakukan koordinasi dengan berbagai pihak seperti orangtua, para
siswa itu sendiri dan orang-orang yang mengantar atau menunggui siswa seharihari
di sekolah dalam hal pengawasan dan dalam penanganan masalah.
Tindakan atau cara guru menangani masalah hubungan interpersonal dengan
lawan jenis yang terjadi dapat menjadi masukan bagi siswa yang bersangkutan
maupun bagi siswa lain untuk membantu mereka mengetahui mana perilaku yang
dapat diterima secara sosial dan mana yang tidak."
2003
S3288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yazid Nugraha
"Hubungan yang terjalin antara guru dengan siswa merupakan faktor terpenting yang membentuk teacher wellbeing O Connor, 2008. Akan tetapi, terdapat faktor penting lainnya yang dapat mempengaruhi teacher wellbeing guru, yang diperkirakan dipengaruhi oleh status kepegawaian guru (guru tetap dan guru honorer) (Setiyawan, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan guru- iswa dan status kepegawaian guru dapat memprediksi teacher wellbeing pada guru di jenjang sekolah menengah. Penelitian ini dilakukan pada guru sekolah menengah (N = 284; 65.8% Perempuan; M-usia = 38.58 tahun) dengan alat ukur berupa skala Teacher Subjective Wellbeing Questionnaire (TSWQ) yang dikembangkan oleh Renshaw, Long, dan Cook (2015) dan skala Student-Teacher Relationship Scale (STRS) yang dikembangkan oleh Aldrup, Klusmann, Lüdtke, Göllner, dan Trautwein 2018. Kedua alat ukur sudah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan memiliki hasil uji psikometrik yang baik. Diketahui bahwa hubungan guru siswa dan status kepegawaian guru sebagai prediktor terhadap teacher wellbeing sebagai variabel terikat menunjukkan hasil yang signifikan F2,281 = 78,118, p < .0005. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan guru siswa dapat memprediksi teacher wellbeing pada guru sekolah menengah secara positif dan status kepegawaian guru juga akan memprediksi teacher wellbeing pada guru jenjang sekolah menengah, dimana guru tetap memiliki teacher wellbeing yang lebih baik dibandingkan guru honorer.

The relationship that is bonded between teachers and their pupil is the most crucial factor of teacher wellbeing O Connor, 2008. However, there is another important predictor beside student-teacher relationship which could affect teachers wellbeing. Teachers employment status is regarded as another important predictor towards teacher wellbeing and it is shown as to whether the teacher is permanently employed or is a temporary teacher (Setiyawan, 2017). This research aims to see whether student-teacher relationship and teachers employment status could predict teacher wellbeing amongst teachers of secondary level of education. The subjects of this study were secondary teachers (N = 284; 65.8% Female; M-age = 38.58 years old). The instrument used in this research were Teacher Subjective Wellbeing Questionnaire (TSWQ) developed by Renshaw, Long, and Cook 2015 and Student Teacher Relationship Scale (STRS) developed by Aldrup, Klusmann, Lüdtke, Göllner, and Trautwein 2018. Both instruments were adapted to Bahasa Indonesia and showed having good psychometrical attributes. Multiple Regression Analysis were deployed to test both predictors and the result indicates both predictors successfully predict teacher wellbeing amongst secondary teacher F(2,281) = 78,118, p < .0005. The result indicates that student teacher relationship predicts teacher wellbeing positively and teachers employment status also predicts teacher wellbeing which permanent teachers show better teacher wellbeing than temporary teachers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cathy Valentine Palinggi
"Penelitian ini membahas tentang hubungan antara faktor containment dengan potensi melakukan kekerasan oleh guru terhadap murid di SMPN Depok. Faktor containment diukur melalui dua elemen containment theory yang dikemukakan oleh Reckless, yaitu faktor dalam diri (inner containment) dan faktor luar diri (outer containment). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskriptif. Data primer diperoleh melalui survey pada 60 guru di salah satu SMPN Depok. Dari 2 (dua) hipotesa penelitian, 1 (satu) diantaranya dapat terbukti bahwa terdapat hubungan antara faktor containment dengan potensi melakukan kekerasan oleh guru, semakin tinggi faktor containment maka akan semakin rendah potensi melakukan kekerasan.

This research focuses on finding the correlation between the containment factor with the potential for violence committed by teachers against students in Junior High School. The containment factor measured by two elements of containment theory suggested by Reckless specially inner containment and outer containment. This research is quantitative which use survey method, which tool sample 60 respondents from one of the Junior High School in Depok. From 2 (two) hypotheses, 1 (one) of them can be proved that there is a correlation between the containment factor and the potential for violence committed by teachers, when the containment factor is high, then the potential for violence will be low."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sukandi
"Motivasi belajar siswa SMK Negeri di Kabupaten Indramayu merupakan hal yang menentukan keberhasilan dalam proses dan hasil belajar, dimana lulusannya nanti diharapkan dapat bersaing dalam dunia kerja. Pentingnya motivasi belajar siswa ini mendorong guru untuk meningkatkan kemampuan mengajarnya sehingga mencegah terjadinya penurunan motivasi belajar siswa yang disebabkan oleh guru yang kurangmampu dalam proses pengajaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kemampuan mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa SMK Negeri di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan Teori Motivasi dari McClelland dan Herzberg, bahwa motivasi adalah keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang tertinggi atau keinginan untuk berhasil dan sukses dalam suasana persaingan, pengakuan terhadap kemampuan dan prestasi, kesempatan untuk maju, tanggungjawab, serta berhubungan dengan lingkungan dimana kegiatan itu dilakukan. Motivasi belajar siswa di dalam kelas sangat dipengaruhi oleh kemampuan mengajar guru.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif dengan menggunakan mixmethod, yaitu data kuantitatif yang didapatkan dianalisis kemudian dilakukan Focus Group Discussion terhadap hasil analisis tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis linear sederhana. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan uji koefisien regresi dengan uji F.
Hasil uji koefisien regresi dengan uji F menunjukkan bahwa variabel bebas kemampuan mengajar guru secar a signifikan mempengaruhi variabel terikat motivasi belajar siswa SMK Negeri di Kabupaten Indramayu. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan mengajar dari guru-gurunya.

SMK students' motivation in the District of Indramayu is a decisive success in the process and outcomes of learning, where graduates will be expected to compete in the world of work. The importance of students 'motivation is encouraging teachers to improve teaching so as to prevent the decline in students' motivation caused by poor teachers in the teaching process.
This study aims to analyze how much influence the ability of teachers to teach to students' motivation SMK Indramayu district. Based on the theory of McClelland and Herzberg motivation, that motivation is the desire to carry out tasks in accordance with the standards of the highest or the desire to succeed and succeed in an atmosphere of competition, in recognition of ability and achievement, opportunity for advancement, responsibility, and correspond to the environment in which the activity was performed. Students' motivation in the classroom is strongly influenced by the ability of teachers to teach.
This research is using a mix-explanative method, the quantitative data obtained were analyzed later conducted Focus Group Discussion on the results of the analysis. The data was collected through questionnaires for deployment then analyzed using simple linear analysis techniques. Testing research hypotheses using regression coefficient test with F test.
The results of the regression coefficient test with F test showed that the ability of teachers to teach independent variables significantly influence the dependent variable SMK students' motivation in the District of Indramayu. From these results it can be concluded that in order to enhance students' learning motivation can be done by improving the teaching skills of teachers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T29838
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>