Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126947 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Liza Mashita Ramadhania
"Bahwa pada dasarnya setiap negara memerlukan adanya peningkatan dalam pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, pemerintah membuka kemitraan dengan swasta untuk dapat terlibat melakukan pembangunan infrastruktur, yang mana lazim dilakukan dengan proses pengadaan barang dan/atau jasa dengan metode tender. Namun kenyataanya, banyak adanya indikasi persekongkolan tender dengan menggonakan metode tender terbatas. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana hukum di Indonesia mengatur tender terbatas dalam hal tindakan persekongkolan tender dan bagaimana metode pembuktian yang perlu diterapkan dalam rangka membuktikan persekongkolan tender terbatas. Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan data sekunder. Adapun teori yang diguanakn dalam penelitian ini adalah teori persekongkolan tender dan teori pengadaan barang dan/atau jasa. Adapun hasil penelitian ini adalah telah ditemukan banyak negara-negara yang telah memberikan pemahaman atas metode tender terbatas, namun fakta nya di Indonesia belum ada peraturan definitif mengenai tender terbatas tersebut. Absennya definisi dan juga kekosongan hukum atas tender terbatas ini akan menimbulkan kerancuan dan ambiguitas dalam pelaksanaan tender. Sehingga hal ini justru rentan dengan adanya praktik kecurangan dan persekongkolan tender. Dalam hal pembuktian, faktanya sampai saat ini masih terdapat kesulitan untuk melakukan pembuktian atas kasus persekongkolan tender, khususnya tender terbatas. Oleh karena itu, penting bagi pengawas persaingan usaha untuk dapat menerapkan pembuktian dengan pendekatan indirect evidence. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan agar disusun sebuah peraturan perundang-undangan yang komprehensif terkait dengan pengawasan persekongkolan tender terbatas, agar tidak terjadi kekosongan hukum yang menyebabkan adanya kerancuan dan ambiguitas.

In general, every country needs an escalation of the infrastructure development. Therefore, the government will make partnerships with the private sector involving the infrastructure development, which is usually done through the process of goods and/or service procurement using a tender method. However, in practice, there are many indications of bid rigging or collusion using the limited tender method. Therefore, it is necessary to know how the law in Indonesia regulates limited tenders in terms of tender conspiracy actions and what methods of evidentiary to apply in order to prove limited tender conspiracy. The research method used is normative juridical with secondary data. The theory used in this study is the tender conspiracy/bid rigging theory and the theory of procurement of goods and/or services. The results of this research are that many countries have provided an understanding of the limited tender method, but the fact is that in Indonesia, there are no definitive regulations regarding the limited tender. The absence of a definition as well as a legal vacuum for this limited tender will lead to confusion and ambiguity in the implementation of the tender. Therefore, this circumstances is actually resistance to the existence of fraudulent practices and tender conspiracy. In terms of evidence, the fact is that until now there are still difficulties in proving cases of tender conspiracy, especially limited tenders. Therefore, it is important for business competition authorities to be able to apply evidence using the indirect evidence approach. From the results of this study, the researcher suggests that a comprehensive legislation related to the supervision of limited tender conspiracy is applied, so that there is no legal vacuum that causes confusion and ambiguity."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Abas Ali
"Tesis ini membahas penafsiran hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam membuktikan terjadinya persekongkolan tender dengan menggunakan pendekatan pembuktian tidak langsung (indirect evidence) sebagai alat bukti yang dijadikan pertimbangan dan dasar hukum dalam memeriksa dan memutus perkara persekongkolan tender dan penafsiran hukum Badan Peradilan terhadap pendekatan pembuktian tidak langsung (indirect evidence). Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan pembuktian perkara persekongkolan tender dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan memperluas penafsiran hukum terhadap unsur-unsur persekongkolan tender sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 maupun pedoman Pasal 22. Pembuktian terhadap penerapan unsur-unsur persekongkolan tender dimaksud juga menggunakan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) yang diinterpretasikan sebagai alat bukti petunjuk. Selanjutnya dalam proses pemeriksaan keberatan di tingkat Pengadilan Negeri dan pemeriksaan kasasi pada Mahkamah Agung terdapat perbedaan penafsiran hukum terhadap unsur persekongkolan tender khususnya dalam konteks penerapan prinsip pembuktian dengan menggunakan alat bukti tidak langsung (indirect evidence). Dalam analisis penerapan alat bukti tidak langsung ini pertimbangan Badan Peradilan dilandasakan pada penafsiran bahwa dalam hukum persaingan usaha, bukti terjadinya persekongkolan tender dianggap cukup apabila ditemukan beberapa petunjuk atau bukti tidak langsung (indirec evidence) yang bersesuaian dengan beberapa peristiwa lainnya (plus factors).

This thesis discuss law interpretation of Business Competition Commission Supervisory in order to prove any tender conspiracy using indirect evidence approach as considerations and law base to examine and decide case of tender conspiracy and law interpretation of Judicature Institution against indirect evidence approach. This is normative juridical law research in analysis description using both rules and regulations approach and conceptual approach with qualitative data analysis technique. Research results indicated case evidence of tender conspiracy conducted by Business Competition Commission Supervisory and expansion of law interpretation of tender conspiracy elements either as referred to in Article 22 of Laws No.5 of 1999 or guidance of Article 22. Proving of such law interpretation of tender conspiracy elements also used indirect evidence interpreted as guide evidence. However, in objectionable examination process at District Court level and cessation examination at Court Supreme it had been found the difference of law interpretation against tender conspiracy elements, in context of evidence principles application using indirect evidence. In this case, the considerations of Judicature Institution based on interpretation that in law of business competition, the evidence of tender conspiracy is adequate or sufficient provided some guides or indirect evidences had been found as well as there are suitability with other events (plus factors).
"
Universitas Indonesia, 2013
T35456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazlia Purnama Sari
"Persekongkolan dalam kegiatan tender merupakan perbuatan yang mengutamakan aspek perilaku berupa perjanjian untuk bersekongkol yang dilakukan secara diamdiam dalam persekongkolan tender, penawar menentukan perusahaan tertentu yang harus mendapat pekerjaan melalui harga kontrak yang diharapkan. Tesis ini menjelaskan tentang penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di industri migas khususnya pada kasus tender pengadaan alat pengeboran eksplorasi minyak dan gas di Blok Madura.
Metode yang digunakan ialah menggunakan metode yuridis normative yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Adapun permasalahannya ialah bagaimana penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh KPPU pada tender di Blok Madura, Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung pada putusan KPPU tentang tender di Blok Madura, dan kendala-kendala yang diperoleh KPPU dalam membuktikan Pasal 22. Dengan ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutus perkara tersebut dengan menerapkan Pasal 22 berdasarkan Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kasus pengadaan alat pengeboran eksplorasi minyak dan gas di Blok Madura sudah sampai ke Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, namun putusan KPPU tersebut dibatalkan oleh keduanya, karena bukti yang kurang cukup. Penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 44/PDT/KPPU/2011/PN.Jkt Pst Tentang Tender di Industri Migas Pada Blok Madura dan Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara 03K/PDT.SUS/201, yang mana kedua putusan tersebut merupakan lanjutan dari perkara dengan Nomor Putusan 31/KPPU-L/2010.
Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung atas penerapan Pasal 22 tersebut, kedua hakim tidak menumukan unsur-unsur persekongkolan tender yang terdapat pada Pasal 22, adapun putusan KPPU dengan Nomor Putusan 31/KPPU-L/2010 dibatalkan oleh hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Dikarenakan pada putusan KPPU kurangnya bukti petunjuk, KPPU juga tidak menejelaskan secara jelas bukti tidak langsung tersebut, dan bukti tidak langsung belum ada peraturan khususnya di Indonesia. Adanya kendala yang diperoleh KPPU mengakibatkan belum secara optimal melaksanakan kewenangan yang dimilikinya. Selain mengatasi permasalahanpermasalahan, tantangan yang harus dijawab selanjutnya adalah memperjelas status kelembagaan KPPU dalam sistem ketatanegaraan menyebabkan komisi ini menjadi rentan untuk diperdebatkan keberadaannya, utamanya ketika komisi ini menjalankan fungsi dan tugasnya. Selain itu, kendala yang diperoleh KPPU dalam pembuktian adalah perihal whistleblower yang sulit dalam pembuktiannya, karena whistleblower tersebut belum diatur dengan jelas di Indonesia.

Conspiracy in tender activity is an action -oriented aspects of behavior in the form of an agreement to conspire done secretly in a bid rigging , bidder must specify the particular company that got the job through the expected contract price. This thesis describes the application of Article 22 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition in the oil and gas industry, especially in the case of procurement of oil exploration and drilling tools natural gas reserve.
The method used is to use the method of normative juridical research that refers to the legal norms contained in laws, especially Law No. 5 of 1999 . The problem is how to implement Article 22 of Law No. 5 of 1999 by the Commission on the tender in Madura , Consideration of District Judges and the Supreme Court on the Commission 's decision on the tender in Madura, and the constraints obtained by the Commission under Article 22 proves. District Court and the Supreme Court, but the verdict was overturned by both the Commission, because of insufficient evidence. Application of Article 22 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition in consideration of the Central Jakarta District Court Case No. 44/PDT/KPPU/2011/PN.Jkt with Pst About Tender in the Oil and Gas Industry In Madura and Supreme Court case No. 03K/PDT.SUS/201 , in which both the decision is a continuation of the case with decision No. 31/KPPU-L/2010.
Based on consideration of the District Court and the Supreme Court on the application of Article 22, the two judges did not menumukan bid rigging elements contained in Article 22, while the decision by the Commission Decision No. 31/KPPU-L/2010 canceled by the District Court and the Supreme Court. Due to the lack of evidence hint Commission decision, the Commission also not menejelaskan clearly the circumstantial evidence, and no evidence of indirect rule, especially in Indonesia. Constraints obtained by the Commission resulted in yet optimally carry out its authority. In addition to addressing the issues, challenges that need to be answered next is to clarify the status of the Commission's institution in the state system led to the commission be susceptible to debate its existence, especially when the commission perform its functions and duties. In addition, the Commission obtained constraints in the proof is a difficult subject whistleblower in the proof, as the whistleblower has not been set out clearly in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunkarni
"ABSTRAK
Ketentuan pengadaan barang dan jasa pada badan usaha milik negara terlepas dari aturan
pengadaaan barang/jasa pemerintah, dimana BUMN diberikan kebebasan dan wewenang
untuk membuat tata cara pelaksanaan pengadaannya sendiri berdasarkan kebutuhan kegiatan
usaha dan kondisi dari masing-masing perusahaan. Prinsip-prinsip pengadaan BUMN diatur
dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2008 Juncto
Nomor PER-15/MBU/2012 tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang Dan Jasa Badan
Usaha Milik Negara, yaitu efisien, efektif, transparan, adil dan wajar, serta akuntabel.
Pedoman pengadaan barang dan jasa pada BUMN yang dituangkan dalam bentuk surat
keputusan Direksi sangat rawan terhadap resiko-resiko penyimpangan terutama tindak pidana
dan korupsi, serta tidak melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Proses dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tentunya sangat
berpengaruh terhadap kinerja BUMN terutama perusahaan persero sebagai badan usaha yang
mencari keuntungan, contohnya pada PT Perkebunan Nusantara XII (Persero). Aturan
pengadaan yang terlalu rumit seringkali menimbulkan banyak kendala dalam pelaksanaannya
dan menjadikan pengadaan yang tidak efisien dan efektif.

ABSTRACT
Provisions of procurement goods and services in State-Owned Enterprises are not subject to
the rules of government procurement, which every State-Owned Enterprises has granted its
freedom and authority to make its own procurement procedures of business activities depend
on the needs and conditions of each company. The procurement principles of State-Owned
Enterprises stipulated in the Regulation of the Minister of State-Owned Enterprises Number
PER-05/MBU/2008 Juncto Number PER-15/MBU/2012 on General Procedures Of
Procurement Goods And Services At State-Owned Enterprise. The principles are efficient,
effective, transparent, fair and reasonable, and accountable. Procedures of the procurement as
formed by the Decision of the Board of Director from each State-Owned Enterprises has the
risks of criminal and corruption acts, and should not violate any principles of the fair
competition regulation based on Law Number 5 Year 1999 on Anti Monopoly Practice And
Unfair Business Competition. Process and implementation of the Procedures of Procurement
can affect to the business performance of state-owned enterprises, especially a profit oriented
state-owned enterprises (Persero), example in PT Perkebunan Nusantara XII (Persero).
Procurement rules which are too complicated often cause a lot of problems in implementation
and make inefficient and effective procurement."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T39389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven
"Negara Indonesia terus berupaya untuk maju dan dapat dikenal di dalam lingkungan internasional. Pada bulan November tahun 2006 lalu, Menteri Komunikasi dan Telematika Bapak Sofyan Djalil menandatangani kesepakatan pembelian piranti lunak dengan PT. Microsoft senilai Rp 300 Miliar. MOU yang ditandatangani oleh pemerintah Republik Indonesia dengan PT.Microsoft tersebut juga menyatakan bahwa pemerintah Republik Indonesia menunjuk langsung Microsoft sebagai vendor utama mereka dalam rangka pengadaan program software di instansi-instansi pemerintah. Penunjukan langsung PT.Microsoft oleh pemerintah ini dilaksanakan secara tertutup (bersifat rahasia) dan tidak dilaksanakan proses tender. Penunjukan Microsoft sebagai vendor dalam rangka pelaksanaan program Sistem operasi dan aplikasi perkantoran di instansi-instansi pemerintah tanpa tender tersebut telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa bagi Pemerintah. Dimana untuk transaksi senilai Rp 50 juta atau lebih harus dilaksanakan proses tender oleh pemerintah. Dengan adanya sikap diskriminatif pemerintah terhadap vendor lain dan adanya sikap pemerintah untuk lebih mengutamakan suatu produk maka hal-hal tersebut akan menjadi isu yang sangat penting terutama dalam bidang persaingan usaha. MOU tersebut diduga telah melanggar pasal 17 dan 22 UU No. 5 tahun 1999 namun kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur dalam pasal-pasal tersebut. Selain itu juga terdapat pengecualian mengenai perjanjian lisensi dari undang-undang ini sehingga MOU tersebut tidak dapat dikenai pasal-pasal dalam undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hopman
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbedaan tender dan beauty contest. Beauty Contest sangatlah berbeda dengan tender sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999. Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan pendapat antara KPPU dengan para akademisi. Para akademisi menilai bahwa beauty contest bukanlah bagian dari Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999, dikarenakan beauty contest sifatnya yang subjektif. Namun KPPU berpendapat bahwa beauty contest termasuk ke dalam pengertian tender Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999. Pendapat KPPU ini dapat dilihat dalam Putusan No. 35/KPPU-I/2010 mengenai perkara Donggi-Senoro, dan Putusan No. 23/KPPU-L/2007 mengenai kasus Pembangunan Pasar Melawai Blok M. Dalam perkara-perkara tersebut, KPPU menggunakan ketentuan Pasal 22 Undangundang No. 5 Tahun 1999.
Skripsi ini dibuat dengan metode penelitian yuridis normatif ini menyimpulkan bahwa beauty contest berbeda dengan tender terutama tender dalam Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tersebut, sehingga KPPU tidak berwenang dalam memutus perkara mengenai pencarian mitra kerja melalui konsep beauty contest.

ABSTRACT
This thesis discusses about the differences between tender and beauty contest. Beauty Contest is very different from tender as referred to Article 22 of Act No. 5, 1999. This causes a difference of opinion between the Commission and the academics. The academics considered that the beauty contest is not part of Article 22 of Law. 5, 1999 about Competition Law, due to the subjective nature of beauty contest. However, the Commission for The Supervision of Business Competition (KPPU) believes that the beauty contest, including the tender within the meaning of Article 22 of Act No. 5, 1999. These KPPU's opinion can be found in Decision No. 35/KPPU-I/2010 on Donggi-Senoro case, and Decision No. 23/KPPU-L/2007 the case Melawai Market Development Block M. In these matters, the Commission uses the provisions of Article 22 of Law. 5, 1999.
This thesis is made by the method of juridical normative study concluded that in contrast to the beauty contest and tender especially tender in Article 22 of Act No. 5, 1999, so the Commission is not authorized in deciding the case on searching partners through the concept of beauty contest."
2012
S42946
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Sa`dun
"UU Antitrust yang mulai berkembang pada awal abad 19, terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Perkembangan juga terjadi dalam penetapan kebijakan dan implementasinya. Dalam hal ini, perkembangan tentang pelaksanaan hukum persaingan usaha berkaitan erat dengan kajian ekonomi tentang persaingan usaha. Perkembangan persaingan usaha menjadi menarik, jika dikaitkan dengan keputusan perkara persaingan usaha. Bagi Indonesia perkembangan pemahaman dan implementasi terhadap UU persaingan usaha menjadi sangat penting. Karena Indonesia tergolong sebagai negara yang masih muda dalam masalah persaingan usaha. Lahirnya Undang-Undang No. 5 tahun 1999 dan terbentuknya KPPU, telah membawa harapan besar terhadap pelaksanaan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
Disadari KPPU merupakan instrumen utama, sebagai ujung tombak dalam menjaga dan menegakkan praktek persaingan usaha yang sehat. Dalam hal ini kebijakan KPPU akan menjadi bagian penting dalam pengembangan usaha yang sehat di Indonesia. Oleh sebab itu penulis memandang bahwa kajian dari aspek ekonomi terhadap putusan KPPU menjadi amat penting, terutama untuk memberikan bobot putusan yang Iebih balk dan tepat di masa yang akan datang. Hal ini sekaligus untuk mengetahui sejauhmana perkembangan persaingan usaha di Indonesia.
Dari 31 Perkara yang diputuskan KPPU dalam periode 2000-2005 terdapat 13 Janis pelanggaran. Telaah dalam tesis dibatasi pada perkara yang berkaitan dengan tender dan posisi dominan. Dalam hal ini penulis melakukan analisis terhadap pendekatan yang digunakan KPPU dalam pengambilan putusan, serta alasan-alasan ekonominya. Hasilnya, KPPU telah mengunakan pendekatan pemikiran persaingan, meskipun diperlukan penjelasan Iebih lanjut terhadap alasan-alasan teoritis di dalamnya.
Dalam proses pembuktian terhadap perkara terkait, putusan KPPU Iebih didasarkan atas unsur-unsur utama dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan perkara tender dan posisi dominan. Sedangkan alasan-alasan dalam aspek ekonomi diperlukan penjelasan Iebih lanjut sebagai pengkayaan terhadap muatan putusan. Kiranya aspek penting tesis ini herbicara tentang upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Bimo
"Tesis ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, bagaimana pandangan KPPU mengenai tender pengadaan e-KTP berdasarkan Hukum Persaingan Usaha? Kedua, mengapa putusan KPPU dibatalkan di tingkat Pengadilan Negeri? Dan ketiga, bagaimana kendala membuktikan perkara Persekongkolan Tender dalam Hukum Persaingan Usaha? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan KPPU mengenai tender pengadaan e-KTP berdasarkan Hukum Persaingan Usaha, mengapa putusan KPPU dibatalkan di tingkat Pengadilan Negeri, dan bagaimana kendala membuktikan perkara Persekongkolan Tender dalam Hukum Persaingan Usaha. KPPU menilai telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha dalam bentuk persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan (horizontal dan vertikal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU masih memiliki kendala dalam membuktikan persekongkolan tender diantaranya adalah ketersediaan menjadi pelapor dan saksi, mendapatkan bukti tertulis, faktor internal dan eksternal KPPU serta kewenangan untuk menggeledah yang tidak dimiliki KPPU.

This thesis is deal with three major problems. First, views on how KPPU considering the tender of procurement of E-KTP based on competition law? Second, why the decision of KPPU being annulled in district court? And third, how to prove a tender conspiracy in Competition Law? The research is conducted by method of juridical normative, with the aim of this research is to find out how KPPU considering the tender of procurement of E-KTP based on competition law, why the decision of KPPU being annulled ins district court, and to prove a tender conspiracy in Competition Law. KPPU considering that there has been violation of article 22 Law Number 5 Year 1999 of Competition Law specifically the horizontal conspiracies, vertical conspiracies, and the combination (horizontal and vertical). The result showed that KPPU still has constraint in proving a tender conspiracy, which is the availability of a rapporteur and witnesses, obtain the written evidence, internal and external factors of KPPU and the authority to investigate that KPPU has not owned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Arif Budiman
"Tesis ini membahas mengenai penunjukan langsung anak perusaan BUMN ditinjau dari perspektif Hukum Persaingan Usaha. Sebagai salah satu bentuk pengadaan barang dan jasa, penunjukan langsung anak perusahaan memiliki potensi terjadinya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat apabila tidak mematuhi aturan yang berlaku.Peraturan Presiden No.04 Tahun 2015 mengatur proses pengadaan barang dan jasa untuk penunjukan langsung. Selanjutnya Peraturan Menteri BUMN No. PER-15/MBU/2012 mengatur proses pengadaan barang dan jasa untuk penunjukan langsung. Aturan-aturan yang berlaku atas BUMN tersebut menimbulkan intepretasi terhadap BUMN sebagai pelaku usaha. BUMN adalah Badan Usaha yang modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Maka anak perusahaan BUMN tunduk kepada beberapa peraturan yang menjadi pedoman dalam pengadaan barang dan jasa. Penelitian ini membahas aspek hukum penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa ditinjau dari hukum persaingan usaha. Sehingga penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait hukum persaingan usaha seperti Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan-peraturan lainnya seperti peraturan Kementrian BUMN. Analisa dilakukan dengan membandingkan fakta-fakta yang ada dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia serta teori-teori dari para ahli hukum mengenai masalah yang bersangkutan.

This thesis discusses about the direct appointment of the subsidiary company of Pertamina as one of the Indonesian State Owned Entity according to perspective of competition law. If the direct appointment conducted without highly consideration of the law, it has the potential to against the principles of fair competition such as rigging or discrimination which create barriers to other company to compete in the procurement goods and services. Presidential Regulation No. 04 of 2010 regulates the process of procurement of goods / services, whether in the form of a direct appointment. Further, Ministry of State-Owned Entities regulation No. 15 of 2012 regulates the process of procurement of goods / services, whether in the form of a direct appointment. These regulations has create multi interpretation of State Owned Entity as an actor in national economy. State Owned Entity has its capital owned by the state through direct participation that is derived from the state?s separated assets which caused it comply to several regulations as its guideline to run its business including in goods and services procurement. This thesis discusses the legal aspects of procurement through direct procurement mechanism in terms of antitrust law so that the research method uses a normative juridical legislation related antitrust law such as Law No. 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Competition, Law No. 19 of 2003 Concerning State-Owned Entities, Law No. 40 of 2007 Concerning Limited Liability Company and other regulations such as regulations from Ministry of State-Owned Entities. The analyzes were performed by comparing the facts that there is a Regulatory Legislation in force in Indonesia as well as the theories of legal experts on the matter in question.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benavita Aprilia Kurnia
"Gun Jumping merupakan suatu istilah yang menggambarkan aktivitas pelaku usaha yang seolah-olah transaksi merger yang dilakukannya sudah berlaku secara sah dan efektif di mata hukum walaupun pada kenyataannya merger tersebut belum disetujui oleh otoritas persaingan usaha karena masih dalam proses peninjauan notifikasi merger. Gun Jumping merupakan suatu pelanggaran yang hanya terjadi pada negara yang menganut sistem notifikasi pra-merger atau pra-notifikasi seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di Indonesia, tidak dikenal istilah Gun Jumping karena sistem notifikasi yang berlaku saat ini ialah pasca-notifikasi atau post-notifikasi. Pada perkembangan saat ini, pasca-notifikasi dipandang sebagai sistem notifikasi yang sudah tidak kontekstual dengan perkembangan zaman dan memiliki banyak kekurangan. Dengan adanya rencana untuk melakukan amandemen UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka diharapkan terjadi perubahan pada sistem notifikasi Indonesia dari pasca-merger notifikasi menjadi pra-merger notifikasi. Usulan perubahan ini merupakan hal yang wajar karena dapat memberikan kepastian hukum terutama bagi pelaku usaha. Apabila nantinya amandemen UU No. 5 Tahun 1999 telah disetujui, maka Gun Jumping akan menjadi salah satu permasalahan yang mungkin akan terjadi sebagai pelanggaran yang dilakukan pelaku merger sebelum merger disetujui oleh otoritas persaingan usaha. Selanjutnya, berhubungan dengan metode pada penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dan kepustakaan. Serta saran yang penulis berikan terhadap penelitian ini adalah dengan secara konsisten mematuhi dan menjalankan setiap prosedural yang berkaitan dengan ketentuan gun jumping.

Gun Jumping is a term that describes the activity of merging parties as if their merger transaction has been valid and effective on law provision, in fact the merger has not approved by the competition commission because it is still in the process of reviewing merger notification. Gun Jumping is a violation that only occurs in countries that have a pre-merger notification system, for example United States of America and European Union. In Indonesia with its post-notification system, the term of Gun Jumping is not familiar. Post-notification system in these era is considered out of context and has many shortcomings. With the plan to amend Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, it is expected that there will be a change in Indonesia notification system from post-merger notification to pre-merger notification. This change is a reasonable because it can provide legal security, especially for merging parties. If the amendments of Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 has been approved, gun jumping is one of the problems that may occur as a violation that committed by the merging parties before the merger is approved by the competition commission. Futhermore, the method that author used for this research is juridical-normative and literature. For recommendation that author used for gun jumping problems is to consistently obey every procedure and rules that related to gun jumping provision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>