Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90630 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arwani Ahmad
"Penelitian ini menganalisis bagaimana pengelolaan Rumah Tahanan Negara atau Rutan di Indonesia dan hubungan kewenangan dalam penempatan tahanan serta hambatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dalam mengelola Rutan di luar lembaganya. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Rutan dikelola oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan namun terdapat cabang Rutan yang dikelola oleh penegak hukum lain untuk mendukung proses hukum sesuai kewenangannya. Sehingga terdapat hubungan kewenangan antara Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dengan penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa, pengadilan, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi Pemberantasan Korupsi serta lembaga lainnya. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Rutan dikelola oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan yang sebelumnya bernama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun selain Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, dapat membentuk atau menunjuk tempat lain sebagai Cabang Rutan. Saat ini terdapat Cabang Rutan pada Kepolisian, Kejaksaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Badan Narkotika Nasional dan Komisi Pemberantasan Korupsi yang ditetapkan oleh Menteri yang pada prinsipnya merupakan Cabang Rutan dari Rutan induk milik Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Penempatan Tahanan pada Rutan ditempatkan oleh penyidik atau instansi yang melakukan penahanan baik dari Kepolisian atau lembaga yang berwenang melakukan penyidikan dan penahanan, Kejaksaan dan Pengadilan. Rutan bertanggungjawab atas fisik tahanan sedangkan tanggungjawab yuridis berada pada instansi yang melakukan penahanan. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan memiliki hambatan dalam mengelola Rutan diluar lembaganya. Hambatan tersebut yaitu hubungan koordinasi kelembagaan, regulasi pengaturan tahanan yang beragam, kepentingan penegakan hukum masing-masing instansi dan atensi masyarakat yang besar terhadap kasus tertentu.

This research analyzes how the management of State Detention Centers or Jail in Indonesia and the relationship of authority in the placement of detainees as well as the obstacles of the Ministry of Immigration and Corrections in managing Jail outside their institutions. This research is compiled using doctrinal research methods. Detention centers are managed by the Ministry of Immigration and Corrections but there are branches of detention centers managed by other law enforcement agencies to support the legal process according to their authority. So that there is a relationship of authority between the Ministry of Immigration and Corrections with other law enforcers such as the police, prosecutors, courts, the National Narcotics Agency, and the Corruption Eradication Commission and other institutions. Based on the provisions of the legislation, detention centers are managed by the Ministry of Immigration and Corrections, formerly known as the Ministry of Law and Human Rights. However, in addition to the Ministry of Immigration and Corrections, it may establish or designate other places as Detention Center Branches. Currently there are Detention Center Branches in the Police, Attorney General's Office, Directorate General of Customs and Excise, National Narcotics Agency and Corruption Eradication Commission which are determined by the Minister, which in principle are Detention Center Branches of the main Detention Center owned by the Ministry of Immigration and Corrections. Detainees are placed in detention centers by investigators or detaining agencies from the police or agencies authorized to conduct investigations and detentions, prosecutors and courts. The detention center is responsible for the physical detainees while the juridical responsibility lies with the detaining agency. The Ministry of Immigration and Corrections has obstacles in managing detention centers outside its institution. These obstacles are institutional coordination relationships, diverse detention regulations, law enforcement interests of each agency and great public attention to certain cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurudin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang implementasi kebijakan penanganan deteni lebih dari 10 di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta dengan menggunakan teori implementasi kebijakan public George C. Edward, yang terdiri dari faktor, yaitu komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan/disposisi dan struktur birokrasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi, sumber-sumber dan struktur birokrasi belum dapat berjalan dengan optimal yang disebabkan belum adanya peraturan yang secara jelas dan tegas mengatur penanganan deteni, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi terhadap penanganan, pengawasan dan pelaporan maupun koordinasi penanganan deteni lebih dari 10 tahun.
Penelitian ini menyarankan untuk melakukan komunikasi peraturan sehingga terdapat kejelasan tugas dan wewenang dalam pengawasan dan pelaporan, pemberian pelatihan kerja bagi deteni, pemberian ijin tinggal, kejelasan status identitas diri dan kepastian hukum dalam rangka kehidupan yang layak dan pemenuhan hak asasi manusia serta peningkatan koordinasi internal dan eksternal sehingga mempunyai kesamaan pandangan dalam penanganan deteni lebih dari 10 tahun.

ABSTRACT
This thesis discussed about the implementation policy on handling detainees more than 10 years in Rumah Detensi Imigrasi Jakarta by using public policy implementation theory of George c. Edward. The theory consists of some factors such as communication, resources, disposition and bureaucracy structure. This research used qualitative descriptive method. The results showed that communication, sources, and bureaucracy structure hasn't been able to work optimally which were caused by the absence of clear and strict regulation to handle detainees. It made different perceptions of handling, monitoring and reporting as well as coordination for detainee more than 10 years.
This research suggested to communicate regulations in order to make the clarity of duties and authorities in monitoring and reporting, giving job training for detainees, granting of residence permit, the clarity of self identity and legal status in order to have a decent life and the fulfillment of human rights and also the increase of internal and external coordination so they have same perceptions on handling detainees more than 10 years."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berutu, Rodeo Boru
"Ketika pekerja migran Indonesia berada di tempat penahanan imigrasi Malaysia, mereka sering mengalami penyiksaan dan ill-treatment, sehingga tempat penahanan imigrasi terasa seperti penjara. Penulisan ini menggunakan critical theory of state crime dengan analisis naratif untuk menganalisis fenomena tersebut melalui enam narasumber. Hasilnya menunjukkan bahwa pekerja migran mengalami berbagai bentuk kekerasan, termasuk ill-treatment seperti akses kesehatan yang terbatas, kualitas makanan dan minuman yang buruk, kesulitan dalam komunikasi, dan perlakuan merendahkan. Mereka juga mengalami penyiksaan melalui hukuman yang tidak manusiawi. Tindakan ini terjadi karena pekerja migran dianggap sebagai ancaman bagi negara. Hal ini mencerminkan kejahatan negara yang melibatkan pemerintah Indonesia dan Malaysia sebagai pelaku. Dengan demikian, pekerja migran Indonesia rentan terhadap penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi ketika mereka berada di tempat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia.

When Indonesian migrant workers are in Malaysian immigration detention, they often experience torture and ill-treatment, making these facilities feel like prisons. This paper employs the critical theory of state crime with narrative analysis to examine this phenomenon through six narrators. The findings indicate that migrant workers endure various forms of violence, including ill-treatment such as limited access to healthcare, poor quality of food and drinks, communication difficulties, and demeaning treatment. They also suffer torture through inhumane punishments. These actions occur because migrant workers are viewed as a threat to the state. This reflects state crimes involving the governments of Indonesia and Malaysia as perpetrators. Consequently, Indonesian migrant workers are vulnerable to torture and inhumane treatment when they are in immigration detention in Sabah, Malaysia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Wardiani
"Permenkumham No.217/2011 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan di Lingkungan Kemenkumham dan kebijakan turunan Dirjenpas No.PAS.32.PK.01.07.01/2016 Standar Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan di Rutan-Lapas merupakan kebijakan utama untuk menyelesaikan masalah kesehatan di UPT Rutan-Lapas yang merupakan tempat Tahanan dan Narapidana menjalani proses hukum. Rutan-Lapas di Indonesia memiliki jumlah penghuni yang melebihi kapasitas/overcrowded sampai 109%, wilayah Banten mencapai 211% sehingga termasuk dalam populasi rentan dan kunci dalam penyebaran penyakit. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan model Van Metter Van Horn (1975). Kesimpulannya kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas wilayah Banten belum dilakukan secara komprehensif dilihat dari variabel yang mempengaruhi impementasi Van Metter Van Horn (1975) ditemukan kendala-kendala dalam mendukung proses kinerja implementasi kebijakan yaitu: (1) pelayanan promotif dan rehabilitatif belum sesuai standar, (2) Pemanfaatan sumber daya anggaran belum maksimal, SDM kesehatan belum merata, fasilitas sarana prasarana pelayanan kesehatan belum lengkap dan dengan kondisi rusak, (3) Komunikasi dan koordinasi belum memiliki kontrol, (4) karakter dan sikap pelaksana yang belum memiliki penilaian baku. (5) ekonomi, sosial, dan politik memerlukan komitmen lintas kementerian yang perlu dipenuhi, (6) kecenderungan dan disposisi belum ada penguatan dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Hal tersebut harus dipenuhi agar implementasi kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas dapat dilakukan secara maksimal.

Guideline Permenkumham No.217/2011 for Health Services within the Ministry of Law and Human Rights and derivative policy from Dirjenpas Number PAS.32.PK.01.07.01/2016 concerning Basic Service Standards for Health Care in Prisons Prison and Detention Center which is a place where them in violation of the law. Prisons condition in Indonesia has an overcrowded population up to 109%, Banten area it reaches 211%, so in the vulnerable and key population easily spread of disease. This study used qualitative descriptive research method from Van Metter Van Horn's (1975) model theory. The conclusion is health service policies in UPT Rutan-Prisons in Banten region haven’t been carried out comprehensively, judging from the variables that affect the implementation of Van Metter Van Horn (1975), obstacles were found to supporting the process of policy implementation, there are: (1) Promotive and rehabilitative services aren’t like standard, (2) Utilization of budget resources haven’t been maximized, health human resources aren’t distributed well, health service infrastructure facilities are incomplete and in damaged condition, (3) Communication and coordination haven’t control yet, (4) character and attitude of implementers don’t have a standard assessment, (5) Economic, social, and political require cross-ministerial commitments, and tendency, (6) disposition haven’t been strengthened and monitored by continuous evaluation. These are must be fulfilled so the implementation of health service policies in Prison and Detention Center Banten Region can be running optimally."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barron Ichsan
"Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan pengawasan terhadap pengembalian dokumen keimigrasian yang akan dilakukan oleh warga negara ganda terbatas sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Peneiitian ini tennasuk peneHtian kualitatif dengan disain deskriptif
Pelaksanaan pengawasan terhad-ap pengembalian dokumen keimigrasian tersebut dirasa sangat diperlukan karena dalam hal pelaksanaannya tidak terlepas dari permasalahan-pennasalahan yang memiliki potensi konflik karena belum adanya pengaturan dalam hukum nasionai Indonesia mengenai proses pengembalian dokumen Keimigrasian yang merupakan konsekuensi dari pemilihan salah satu kewarganegaraan yang dilakukan anak suhyek kewarganegaraan ganda terbatas pada saat dewasa yaitu 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah. Sehingga penulis kemudian melakukan penelitian dengan menggunakan pengkajian terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku dan melakukan wawancara mendalam terhadap nara sumber-nara sumber yang berkompeten dalam permasalahan yang dibahas, sehingga kemudian penulis melakukan analisa. Dari analisa yang dilakukan penulis dan hasil wawancara, disimpulkan bahwa : 1) Pengesahan UU No 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan pada tanggal 1 Agustus 2006 karena dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Rl dan harus memperhatikan persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara dimata hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender, 2) Perbedaan mendasar antara UU no 62 tahun 1958 dengan UU na 12 tahun 2006 adalah diakuinya kewarganegaraan ganda yang hanya tetbatas bagi subjck-subjek seperti yang diatur dalam pasal 4 UU No l2 tahun 2006 huruf c,d,h,l dan pasal, 3) Untuk memperoleh status kewarganegaraan ganda bagi anak yang lahir sebelum l Agustus 2006 wajib mendaftarkan diri sedangkan yang lahir setelah itu secara otomatis dapat langsung diajukan, hingga kemudian saat telah dewasa (usia 18-21 tahun) mereka wajib memllih salah satu kewarganegaraan yang dimiliki dan mengembalikan dokumen keimigrasiannya, namun sampai saat ini belum ada instrumen hukum atau sistem yang ditentukan dalam pelaksanaan pengawasan terhadap pengembalian dokumen keimigrasian tersebut. Dari hasil penelitian kemudian penulis menyarankan agar dibentuk suatu instrumen hokum yang mengatur pelaksanaan pengembalian dokumen keimigrasian yang dilakukan oleh subjek kewarganegaraan ganda terbatas pada saat telah dewasa dan menciptakan sebuah sistem komputerisasi secara online guna melakukan proses kontrol terhadap subjek kewarganegaraan ganda terbatas.

The focus of this research is undergoing alien control on returning the Immigration Document for those subject of Limited Dual Nationalities as written on the Act of No.l2 in the year of 2006 concerning Nationality. This reasearch is included as qualitatif with descriptive deslgn.
Undergoing the alien control on returning the Immigration Document stated above is needed because by having this procedure we are not yet relief from problems. Problems that have potential conflict because the Jaw are not yet listed in the environment of Indonesian law that concern on returning 1mmigration Document which are consequence to choose one of lhe nationalities from a child subject of dual nationalities, when they are turning 18 years of age or already married. So the writer then start the research by browsing the taw regulation that valid and also by having a close interview with the higly competent resource in analysing the problem, so further on the writer is analysing it.
From this analysis the writer have a conclusion that:
1) The valid of Act No. 12 in the year 2006 concerning Nationalities on the 1st of August 2006 is a result of expiry on previous Act that are nor level with the development society and nation strudure of Republie of Indonesia and have to overlook the equal treatment and civil position in the eye of law also equal right on gender.
2) The basic differences between Act No. 62 in the year 1958 with Act No. 12 in the year 2006 is an acceptance of dual nationalities that only limits for subjects as written on Article 4 No. 12 in the year of 2006 (letter c,d,h,l and Art ide 5)
3)To receive Dual Nationalities Status for the child born before 1st of August 2006 have to apply. while for those who were born after it is automatically can be submitted. So later on when they reach early adulthood (18-21 years of age). They have to choose one nationality and return the other Immigration document, but until now there are no law instrument applied or any system that apply controlling lhe return of Immigration Document
From that reasearch the wriler suggest that new instrument of law should he form in a matier of Immigration Document return by subject of dual nationatities when they reach adulthood and form a computerize online system and use to control subject of Limited Dual Nationalities.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2008
T 25356
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budy Mulyawan
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah dan mengatasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan teknik wawancam mendalam dari beberapa unsur yang tekait dengan masalah TKI yaitu TKI llegal TKI Legal, PPTKIS, BNP2TKI dan pejabat Direktorat Jenderal lmigrasi. Direktorat Jenderal Imigrasl sebagai instansi yang berwenang untuk mengeluarkan paspor, memberangkatkan dan memherikan ijin masuk terhadap orang untuk keluar dan masuk wiiayah Indonesia memiliki peran dan tanggung jawab dalam menceguh dan mengatasi TKI ilegal. Upaya-upaya yang telah dilakukan olen Direktorat Jenderal Imigrasi belum mampu untuk mencegah dan mengatasi banyaknya Tenaga Kerja Indonesia Ilegal yang bekerja diluar negeri. Upaya yang disarankan untuk Direktorat Jenderal Imigrasi dalam menceguh TKI ilegal berupa: 1) Upaya dalam hal pemberian dokumen perjalanan (Paspor Rl); 2) Upaya dalam hal pengawasan dan keberangkatan WNI di TPI; 3) Pencegahan TKI masuk ke negara tujuan secara tidak resmi, atau keluar wilayah Indonesia tanpa melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Upaya yang disarankan untuk Direktorat Jenderal lmigrasi dalam mencegah TKI ilegal berupa: 1) Mengantisipasi rencana pemulangan TKI bermasalah dengan menerbitkan Prosedur Tetap dalam penanganan pemulangan TKI bermasalah; 2) Untuk pemulangan TKI bermasalah. koordinasi dengan negara tempat TKI bekerja dan instansi terkait; 3) Menghapus pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas imigrasi yang terjadi dalam pelayanan kapada TKI 4) serta penggantian dokumen pejalanan secara mudah, murah, cepat dan cermat bagi TKI yang akan kembali bekerja diluar negeri secara legal.

This research is focused to give information concerning the efforts of Directorate General of Immigration in preventing and exceeding the Illegal unskilled worker. The research method which is used is qualitative method by using the interview technique from some elements which is related to the illegal worker problems namely illegal worker, legal worker, PPTKIS, BNP2TKI and the authorized officer of the Directorate General of Immigration. Directorate General of Immigration as the authorized institution in issuing Passport, departing and giving the immigration permit to the people who enter and leave the Indonesian territory has a role and responsibility in preventing and exceeding the Illegal unskilled worker. The efforts whieh is done by Directorate General of Immigration is not capab!e in preventing and exceeding the number of illegal unskilled worker who work abroad. The suggested efforts for the Directorate General of Immigration in preventing the illegal Indonesian unskilled worker consist of: 1) The effort in issuing Travel Document (Passport of Republic Indonesia); 2) The effort in controlling and departure of the Indonesian citizen at the immigration check point; 3) The prevention of illegal Indonesian unskilled worker to enter the destination country illegally, or exit from the Indonesian territory without being checked at the immigration check point. The suggested efforts for the Directorate General of Irrunigration in preventing the illegal Indonesian unskilled worker eo mist of: 1) Anticipating the deportation plan of the trouble illegal WlskiUed worker by issuing permanent procedure in handling the deportation of the trouble illegal unskilled worker; 2) The deportation for the trouble illegal unskilled worker, there is coordination with the country where the illegal unskilled worker work, related institution, such as the Department of Man Power, the bureau of registry office, etc; 3) Erasing the illegal rate which is done by some of the immigration officer in giving service to the illegal unskilled worker; 4) and also renewal of the travel document easily, cheap, last, and accurate for the illegal unskilled worker who want to rework abroad legally.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2008
T 25351
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alamsyah Bahari
"Penegakan hukum Keimigrasian di Indonesia mengalami banyak permasalan akibat tidak pastinya peraturan dalam Undang-Undang Keimigrasian, karena adanya kewenangan diskresi yang diberikan kepada Pejabat Imigrasi untuk memilih apakah akan memberikan tidakan sanksi Administrasi atau sanksi Pidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan asas ultimum remedium dalam Undang-Undang Keimigrasian, faktor-faktor yang menyebabkan Pejabat Imigrasi menggunakan sanksi Administrasi atau sanksi Pidana dan bagaimana praktik penegakan hukum Keimigrasian di Indonesia. Dalam penelitian ini, jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan sejarah, undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa cukup dengan penerapan tindakan sanksi administrasi berupa Deportasi, denda dan Penangkalan dapat menyelesaikakan proses penegakan hukum keimigrasian secara cepat, sederhana dan biaya ringan sehingga asas ultimum remedium dapat diterapkan dalam penegakan hukum Keimigrasian. Penjatuhan sanksi administrasi dapat diterapkan kepada semua pelanggaran dan kejahatan dalam Undang-Undang Keimigrasian, kecuali terhadap korban perdagangan orang dan penyelundupan manusia. Sebelum menjatuhkan sanksi pidana harus dipertimbangkan dampak dari pelanggaran dan kejahatan yang terjadi apakah pelanggaran dan kejahatan dapat di toleransi oleh masyarakat atau meresahkan masyarakat. Praktek penerapan sanksi pidana keimigrasian di Indonesia masih mengalami kendala diantarahnya overcrowded Lembaga Permasyarakatan, Rudenim, peningkatan biaya operasional setiap kasus, pengungsi yang tinggal tanpa batasan waktu, dan kurangnya koordinasi antara pejabat Imigrasi dengan Kepolisian RI.

Immigration law enforcement in Indonesia has many problems due to uncertain regulations in the Immigration Act, because of the discretionary authority granted to Immigration Officials to choose whether to provide administrative sanctions or criminal sanctions. This study aims to find out how the application of the ultimum remedium principle in the Immigration Act, factors that cause Immigration Officials to use Administrative sanctions or Criminal sanctions and how Immigration law enforcement practices in Indonesia. In this study, the type of research used is normative research using historical, legal and conceptual approaches. The results of the study concluded that sufficient implementation of administrative sanctions in the form of Deportation, fines and deterrence could solve the immigration law enforcement process quickly, simply and at a low cost so that the principle of ultimum remedium can be applied in the enforcement of Immigration law. Administrative sanctions can be applied to all violations and crimes under the Immigration Act, except for victims of trafficking and people smuggling. Before imposing a criminal sanction, it must be considered the impact of the violation and the crime that occurred whether the violation and crime can be tolerated by the community or disturbing the community. The practice of implementing immigration criminal sanctions in Indonesia is still experiencing problems in overcrowded Correctional Institutions, Rudenim, increased operational costs for each case, refugees who live without time limits, and lack of coordination between Immigration officials and the Indonesian Police.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shavia Dian Nabila
"Pelaksanaan antrian pendaftaran pembuatan paspor secara online merupakan salah satu program keimigrasian yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor. Hal ini yang mendorong dilakukannya penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis kualitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan pembuatan paspor secara online di kantor imigrasi kelas I khusus Jakarta Timur dengan merujuk teori model Egovqual Papadomichelakki & Mentzas (2012). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, teknik pengambilan data dilakukan dengan kuisioner, wawancara mendalam, observasi langsung serta studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dalam pembuatan paspor secara online di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Timur mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan hasil olah data terhadap kuisioner yang menunjukkan dimensi trust mendapatkan penilaian paling tinggi pada indikator Tr1 yaitu password dan id pemohon terakuisis dengan baik oleh sistem dalam website, sedangkan dimensi reliability mendapatkan penilaian paling rendah pada indikator Rl2 yaitu website dapat digunakan kapanpun atau online 24 jam.

The implementation of the online passport registration queue is one of the immigration programs carried out by the government. This is in accordance with the Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 8 of 2014 concerning Ordinary Passports and Travel Letters Like Passports. This is what prompted this study which aims to analyze the quality and factors that influence online passport making services at the Class I immigration office specifically in East Jakarta by referring to the theory of the Egovqual Papadomichelakki & Mentzas (2012) model. The research approach used is a quantitative approach, data collection techniques are carried out by questionnaires, in-depth interviews, direct observation and literature study. The results showed that the quality of service in making passports online at the Class I Immigration Office for East Jakarta received high trust from the public. This is indicated by the results of data processing on the questionnaire which shows the trust dimension gets the highest rating on the Tr1 indicator, namely the password and applicant id are well acquired. by the system on the website, while the reliability dimension gets the lowest rating on the Rl2 indicator, namely the website can be used anytime or online 24 hours."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Adi Wicaksana
"Penelitian ini berfokus pada perubahan kebijakan yang dibuat oleh Kepala Kantor Imigrasi dalam hal peran dari pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Soekarno Hatta untuk melakukan pemeriksaan keberangkatan TKI ke luar negeri. Dalam penelitian ini akan menggambarkan analisis dan evaluasi terhadap kebijakan sesuai dengan Nota Dinas Nomor W7.FD.UM.01.01.3033 tahun 2011 yang mengatur kewenangan pejabat imigrasi menolak keberangkatan TKI tanpa kartu KTKLN hingga dilakukan perubahan kebijakan pada tahun 2013 yang tidak melakukan pemeriksaan terhadap TKI. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kebijakan tersebut.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung di lapangan, wawancara dan studi kepustakaan. Lokasi penelitian Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta. Dalam penelitian ini, pembahasan akan dibatasi dalam hal pelaksanaan kebijakan pemberian cap keberangkatan oleh Pejabat Imigrasi bagi orang yang keluar wilayah Indonesia dan perubahan kebijakan dalam rentang waktu 2011 sampai dengan 2013 mengenai wewenang Pejabat Imigrasi memeriksa keberangkatan TKI ke luar negeri.
Dari temuan hasil penelitian, bahwa dilakukan perubahan kebijakan dikarenakan dalam implementasinya bertentangan dengan Tugas Pokok dan Fungsi Imigrasi seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011. Bahwa pemeriksaan KTKLN perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan pengiriman TKI illegal, namun yang memiliki kewenangan penuh untuk hal tersebut adalah Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi beserta jajarannya termasuk BNP2TKI. Imigrasi tidak memiliki kewenangan tersebut karena kartu KTKLN bukan merupakan jenis Dokumen Perjalanan, dan hanya sebagai dokumen persyaratan TKI formal. Meskipun dengan perubahan tersebut membuka celah terjadinya praktek Perdagangan Orang yang mempengaruhi Ketahanan Nasional negara Indonesia. Faktor yang mempengaruhi perubahan kebijakan diambil dari Model Grindle yang mencakup isi dari kebijakan serta ruang lingkup pelaksana kebijakan.

This research focuses on change in policy made by the Head of Immigration Office in terms of the role of immigration officers in Immigration Checkpoint at Soekarno Hatta Airport to examine departure TKI abroad. In this study will illustrate the analysis and evaluation of policies in accordance to the Office Memorandum No. W7.FD.UM.01.01.3033 years 2011 which regulates the authority of immigration officer refusing embarkation of migrant workers had not KTKLN card untill policy changed in 2013 that eliminate immigration officer role unconducted an examination of TKI. Then the factors that influence policy change.
This study used a qualitative research by descriptive design. The method used by direct observation, interviews and literature study. Location studies at Immigration Checkpoint in Soekarno-Hatta Airport. In this study, the discussion will be limited in terms of the implementation of the labeling exit mark chop issued by immigration officers to leave Indonesian for the individual concerned and policy changes within the period 2011 to 2013 about the authority of immigration officers examining the departure of TKI abroad.
From the research findings, policy changes must be exist because of it could not be implemented due to the contrary between the policy itself and Main Duties and Functions of Immigration as stated in Immigration Act No. 6 of 2011. KTKLN That examination is necessary for prevention delivery of illegal workers, but the one who has the authority for those things are the Ministry of Labour and Transport and his officials including BNP2TKI. Immigration does not have the authorities because KTKLN card excluded the type of Travel Documents, it is just as formal workers required documents. Despite the changes of policy in the practice will opening the gap of Trafficking in Persons affecting Indonesia's National Resilience. Factors of policy changes taken from Grindle?s policy model which includes the contents of policy and context of implementation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindangen, Henry Yoseph
"ABSTRAK
Keberadaan lembaga penahanan sering juga disebut sebagai salah satu upaya
paksa dalam proses penegakan hukum pidana sering dianggap sebagai sebuah ”a
necessary evil” atau hal yang menyakitkan namun tetap diperlukan dan tidak
dapat dihindari. Upaya untuk membatasi agar penahanan benar-benar digunakan
sebagai sebuah upaya terakhir (last resort) pada dasarnya tidak cukup dengan
sebatas mengatur secara ketat mengenai syarat-syarat dapat dilakukannya
penahanan, melainkan harus diimbangi dengan sebuah mekanisme pengawasan
yang efektif untuk menjamin bahwa berbagai syarat-syarat tersebut dipatuhi oleh
aparat penegak hukum dalam menerapkan kewenangannya. Peran pengadilan
menjadi sangat penting untuk menjamin bahwa kepentingan dan kebutuhan untuk
melakukan penahanan dipertimbangkan secara obyektif dan bukan semata-mata
bersandar pada aspek subyektifitas dari instansi yang melakukan penahanan
tersebut. Permasalahan menjadi menarik mengingat dengan dianutnya prinsip
diferensiasi fungsional dalam KUHAP, maka masing-masing lembaga penegak
hukum berwenang untuk melakukan penahanan sesuai dengan tingkatan
pemeriksaannya masing-masing. Namun demikian, terlepas dari pemisahan secara
tegas berbagai fungsi tersebut, KUHAP juga mengatur sebuah mekanisme lain
yang dapat difungsikan sebagai bentuk pengawasan terhadap penggunaan
penahanan pra persidangan, yaitu melalui mekanisme perpanjangan penahanan.
Tesis ini akan berupaya untuk mengupas mengenai keberadaan lembaga
perpanjangan penahanan sebagai pengawasan terhadap penahanan pra
persidangan, termasuk kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam aturan
mengenai perpanjangan penahanan dalam KUHAP seta bentuk pengawasan
terhadap penahanan pra persidangan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum
Acara Pidana yang saat ini sedang dibahas di parlemen.

ABSTRACT
The existence of the detention as an effort in the process of criminal law
enforcement is often regarded as a "a necessary evil", which is painful yet
necessary and unavoidable. Efforts to limit the use of pre trial detention as the last
resort is not enough basically by strictly regulate the conditions of detention, but
must be balanced with an effective monitoring mechanism to ensure that the terms
and conditions is observed by law enforcement officers in applying its authority.
Role of the courts is essential to ensure that the interests and needs to make an
arrest and detention to be considered objectively and not solely rely on the
subjectivity aspect of the agency making the arrest. Issues have become
particularly attractive given the espoused principles of functional differentiation in
KUHAP (The Book of Criminal Procedure Code of Indonesia), the respective law
enforcement agencies are authorized to issue detention order in accordance to
each level. Nevertheless, in spite of the strict separation of these functions, the
Criminal Procedure Code also regulates a mechanism that may be used as a form
of control over the use of pre-trial detention, the detention extension mechanism.
This thesis will attempt to strip the existence of an extension detention mechanism
as supervision of pretrial detention, including the weaknesses of extension
detention mechanism according to KUHAP (The Book of Criminal Procedure
Code of Indonesia) and also about the form of supervision of pretrial detention
according to Criminal Procedure Code Draft which is currently being discussed in
the House."
2013
T35479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>