Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185627 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Keisha Ayu Lovita Hardi
"Sebanyak 40% karyawan generasi Z hanya memiliki rencana untuk bekerja di suatu perusahaan selama tidak lebih dari dua tahun (Deloitte, 2022), sehingga komitmen kerja generasi ini perlu menjadi perhatian bagi organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan psychological capital dan dukungan supervisor terhadap komitmen organisasi generasi Z. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif, dengan analisis data korelasi dan regresi berganda pada 130 karyawan yang berusia 20–30 tahun, memiliki atasan langsung, dan telah bekerja selama minimal satu tahun sebagai karyawan tetap. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Capital Questionnaire, Survey of Perceived Organizational Support, dan Organizational Commitment Scale. Hasil penelitian menunjukkan, psychological capital dan dukungan supervisor berkorelasi positif secara signifikan dengan komitmen organisasi. Selain itu, terbukti bahwa psychological capital memiliki efek yang lebih besar dibandingkan dukungan supervisor. Dengan demikian psychological capital dan dukungan supervisor penting untuk dimiliki karyawan generasi Z dalam membentuk komitmen organisasi. Berdasarkan hasil penelitian, organisasi dapat meningkatkan psychological capital karyawan melalui pelatihan dan program program coaching agar meningkatkan komitmen pada organisasi.

Approximately 40% of Generation Z employees only plan to work at a company for no more than two years (Deloitte, 2022), highlighting the need for organizations to pay attention to the work commitment of this generation. This study aims to examine the relationship between psychological capital and supervisor support with the organizational commitment of Generation Z employees. The research used a quantitative approach, using correlation and multiple regression analyses on data collected from 130 Indonesian employees aged 20–30 years who had a direct supervisor and had been working as permanent employees for at least one year. The measuring instruments used are the Psychological Capital Questionnaire, the Survey of Perceived Organizational Support, and the Organizational Commitment Scale. The results indicated that psychological capital and supervisor support were both positively and significantly correlated with organizational commitment. Moreover, psychological capital was found to have a greater effect than supervisor support. Thus, psychological capital and supervisor support are essential for Generation Z employees in shaping their organizational commitment. Based on these findings, organizations can enhance employees' psychological capital through training and coaching programs to strengthen their commitment to the organization."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlina Hardhati Prameswari
"Salah satu kecenderungan generasi Z yang mulai memasuki dunia kerja adalah job-hopping, yaitu berpindah perusahaan dalam waktu singkat, yang dapat dijelaskan oleh rendahnya komitmen organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan adanya hubungan positif antara komitmen organisasi dengan modal psikologis dan kreasi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketiga variabel tersebut serta mengeksplorasi peran kreasi kerja sebagai mediator dalam hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Z di Indonesia. Studi kuantitatif ini melibatkan 159 karyawan generasi Z di Indonesia dengan pengalaman minimal satu tahun. Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan alat ukur Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), dan Job Crafting Scale (JCS). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara ketiga variabel dan kreasi kerja memediasi sebagian hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi. Penelitian ini dapat menjadi dasar organisasi untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan dengan mengadakan pelatihan serta intervensi.

One of the tendencies of Generation Z entering the workforce is job-hopping, or switching companies in a short period of time, that can be explained by low organisational commitment. Previous studies have found positive relationship between organisational commitment, psychological capital, and job crafting. This study aims to examine the relationship between these three variables and explore the role of job crafting as a mediator in the relationship between psychological capital and organisational commitment among Generation Z employees in Indonesia. This quantitative study involved 159 generation Z employees in Indonesia. This study used correlational method with the Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), and Job Crafting Scale (JCS). Results showed a positive correlation between the three variables and job crafting partially mediated the relationship between psychological capital and organisational commitment. The research is expected to be a reference for employees to improve organisational commitment by conducting training and interventions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayatul Husna
"Kecenderungan generasi Z, yang merupakan kelompok terbaru dalam angkatan kerja, untuk meninggalkan pekerjaan mereka menjadi signifikan baik secara global maupun di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dampak kepuasan gaji, pemberdayaan psikologis, dan kontrak psikologis relasional terhadap niat berpindah, dengan keterlibatan kerja sebagai mediator. Dengan menggunakan desain penelitian kuantitatif yang mengadopsi pendekatan lintas-seksional, data diperoleh dari 220 karyawan generasi Z. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung dari pemberdayaan psikologis terhadap niat berpindah, sementara kontrak psikologis relasional dan kepuasan gaji tidak memiliki pengaruh langsung. Selain itu, keterlibatan kerja diidentifikasi sebagai faktor mediasi dalam hubungan antara pemberdayaan psikologis, kontrak psikologis relasional, kepuasan gaji, dan niat berpindah.

The propensity for Generation Z, the youngest cohort in the workforce, to resign from their positions is significant both globally and within Indonesia. This research endeavors to elucidate the impact of pay satisfaction, psychological empowerment, and relational psychological contract on turnover intention, with work engagement acting as a mediator. Employing a quantitative research design with a cross-sectional approach, data were gathered from 220 Generation Z employees. Partial least squares structural equation modeling (PLS-SEM) was utilized for data analysis. Results reveal a direct effect of psychological empowerment on turnover intention, whereas relational psychological contract and pay satisfaction exhibit no direct influence. Furthermore, work engagement is identified as a mediating factor in the relationship between psychological empowerment, relational psychological contract, pay satisfaction, and turnover intention."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najla Andisa Tiffana Putri
"Pada karyawan Generasi Z yang memprioritaskan kesesuaian nilai, stabilitas, dan work-life balance, quiet quitting merupakan suatu fenomena yang marak terjadi. Quiet quitting adalah kondisi ketika karyawan tidak melampaui batas dasar kewajiban mereka tanpa keluar dari organisasi. Rendahnya komitmen organisasi, terutama ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, membuat Generasi Z rentan terhadap quiet quitting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh komitmen organisasi terhadap quiet quitting pada karyawan Generasi Z di Indonesia. Menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain korelasional, melalui metode convenience sampling, didapatkan 371 partisipan karyawan Generasi Z di Indonesia. Penelitian ini menggunakan Organizational Commitment Scale untuk mengukur komitmen organisasi dan Quiet Quitting Scale untuk mengukur quiet quitting, hasil analisis regresi berganda menunjukkan ketiga komponen komitmen organisasi—afektif, berkelanjutan, dan normatif—bersama-sama memengaruhi quiet quitting pada karyawan Generasi Z di Indonesia secara signifikan. Komitmen afektif dan komitmen normatif berpengaruh negatif signifikan, sedangkan komitmen berkelanjutan berpengaruh positif signifikan terhadap quiet quitting pada karyawan Generasi Z di Indonesia. Di antara ketiganya, komitmen afektif ditemukan paling kuat dalam memengaruhi quiet quitting pada karyawan Generasi Z di Indonesia. Temuan ini mendorong organisasi untuk menyusun strategi memperkuat ketiga komitmen secara seimbang guna mengurangi risiko quiet quitting di kalangan karyawan Generasi Z di Indonesia.

Among Generation Z employees who prioritize value alignment, stability, and work-life balance, quiet quitting has become a prevalent phenomenon. Quiet quitting refers to a condition where employees do not go beyond the minimum requirements of their job responsibilities without actually leaving the organization. Low organizational commitment—especially when those needs are unmet—makes Generation Z vulnerable to quiet quitting. This study aims to examine the influence of organizational commitment on quiet quitting among Generation Z employees in Indonesia. Using a quantitative approach with a correlational design and a convenience sampling method, a total of 371 Generation Z employees in Indonesia participated in the study. The Organizational Commitment Scale was used to measure organizational commitment, and the Quiet Quitting Scale was used to measure quiet quitting. The results of multiple regression analysis showed that the three components of organizational commitment—affective, continuance, and normative commitment—jointly have a significant influence on quiet quitting among Generation Z employees in Indonesia. Affective and normative commitment were found to have a significant negative influence, while continuance commitment had a significant positive influence on quiet quitting. Among the three, affective commitment was found to have the strongest influence on quiet quitting. These findings encourage organizations to develop strategies that strengthen all three components of commitment in a balanced manner in order to reduce the risk of quiet quitting among Generation Z employees in Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luqman Fauzan
"Fenomena perang talenta menjadi isu universal bagi perusahaan-perusahaan akibat kebutuhan kompetensi dan keahlian sumber daya manusia yang terus berkembang, sehingga perusahaan saling berkompetisi mendapatkan talenta terbaik yang dibutuhkan. Isu ini semakin kompleks dengan mulai masuknya angkatan kerja Generasi Z (kelahiran 1995-2010), dengan karakteristik ekspektasi dan pandangan karier yang berbeda dari generasi sebelumnya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan talenta, perusahaan perlu menentukan strategi yang efektif untuk mampu menarik talenta eksternal dan mempertahankan talenta internal melalui perumusan dan penerapan strategi employee value proposition yang sesuai dengan ekspektasi dari karyawan Generasi Z. Tesis ini akan mengeksplorasi bagaimana strategi employee value proposition menjadi hal yang krusial bagi perusahaan untuk bisa memenuhi kebutuhan talenta Generasi Z di masa depan. Peneliti menggunakan pendekatan studi kualitatif dengan studi kasus tunggal di PTMI.

Current phenomenon of war for talent has been a universal issues for most companies due to human resources demand with more complex competencias and skills, leads to competition between companies to get the best talents. This issue become more complicated as Generation Z (born 1995-2010) began to enter current workforce, with different characteristics on expectation and career perspective compared to former generations. In order to fulfill talent demand, company needs to develop an effective strategy to attract external talent and retain internal talent by formulating and implementing employee value proposition strategy which suitable with expectations from Generation Z. This research explore how employee value proposition strategy will be vital for company to fulfill talent demand of Generation Z in the future. This research was conducted using qualitative methods with a case study in PTMI."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Prayoga
"Saat ini, mayoritas penduduk Indonesia menurut data Sensus Penduduk 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan generasi Z. Kelompok generasi yang dimulai dari mereka yang lahir di tahun 1996 hingga 2012 ini telah mulai memasuki lingkungan dunia kerja. Ini membuat mereka saat ini berada pada fase transisi antara sekolah dengan bekerja. BPS, sebagai instansi pemerintah juga memiliki banyak sumber daya manusia dari generasi Z. Apalagi setiap tahunnya kebutuhan tenaga statistisi di BPS dipenuhi oleh lulusan baru dari Politeknik Statistika STIS, sebuah sekolah kedinasan yang berada di bawah afiliasi BPS. Pada masa transisi ini yang kadang membuat munculnya celah (gap) komunikasi yang dapat menjadi hambatan dalam sebuah organisasi. Gap ini memungkinkan munculnya ketidakharmonisan antara pegawai baru generasi Z ini dengan pegawai lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme dengan metode penelitian studi kasus melalui wawancara mendalam kepada generasi Z di BPS yang dilengkapi wawancara pelengkap, kajian terhadap data dari internal BPS dan majalah internal BPS, serta penelitian terdahulu yang memiliki kaitan. Penelitian ini mengidentifikasi adanya tahapan transisi yang dilakukan oleh generasi Z di BPS dalam menyesuaikan dirinya di lingkungan kerja. Dimulai dari sejak berkuliah di Politeknik Statistika STIS, dilanjutkan dengan ketika melakukan program internship di BPS pusat, dan ketika sudah ditempatkan di BPS penempatan masing-masing. Dari temuan penelitian terdapat beberapa faktor spesifik yang menonjol bagi generasi Z sebagai kelompok co-cultural dalam memilih praktik komunikasi. Seperti pengalaman mereka berinteraksi dengan kelompok lainnya serta konteks situasional, meliputi budaya setempat, situasi, dan waktu. Faktor yang menjadi temuan baru penelitian adalah bagaimana pimpinan di lingkungan kerja menerapkan kebijakan, serta karakteristik institusi pemerintah yang hanya ditemui di Indonesia, dalam penelitian ini karakteristik sekolah kedinasan Politeknik Statistika STIS dan BPS. Beberapa faktor ini membuat para generasi Z dapat memiliki pendekatan komunikasi dan hasil yang diinginkan seperti apa yang diinginkan dalam interaksinya di lingkungan kerja. Dalam temuan penelitian juga mengindikasikan belum disediakannya wadah resmi bagi kelompok co-cultural untuk berkesempatan melakukan komunikasi lintas generasi ketika kuliah, serta belum adanya laporan dan evaluasi menyeluruh dari pelaksanaan program internship sebagai program penunjang masa transisi generasi Z di dunia kerja.

Currently, the majority of Indonesia's population according to the 2020 Population Census data from the Badan Pusat Statistik (BPS) are generation Z. This generation group, starting from those born in 1996 to 2012, has begun to enter the world of work. This makes them currently in a transitional phase between school and work. BPS, as a government agency, also has a lot of human resources from generation Z. Moreover, every year the needs for statisticians at BPS are met by new graduates from the Politeknik Statistika STIS, an official school under BPS affiliation. This transitional period sometimes creates communication gaps that can become obstacles in an organization. This gap allows the emergence of disharmony between these new generation Z employees and other employees. This research uses a post-positivism approach with a case study research method through in-depth interviews with generation Z at BPS accompanied by complementary interviews, a review of data from internal BPS and internal BPS magazines, as well as previous research. This study identified the existence of transitional stages carried out by generation Z at BPS in adjusting to the work environment. Starting from studying at the Politeknik Statistika STIS, followed by doing an internship program at BPS Headquarter, and when they were placed at their respective placement BPS. From the research findings, there are several specific salient factors for Generation Z as a co-cultural group in choosing communication practices. Such as their experiences interacting with other groups as well as situational contexts, including local culture, situation, and time. Factors that become new research findings are how leaders in the work environment implement policies, as well as the characteristics of government institutions that are only found in Indonesia, in this study the characteristics of the official school of the Politeknik Statistika STIS and BPS. Several of these factors make generation Z able to have a communication approach and the preferred outcome as desired in their interactions in the work environment. The research findings also indicate that there has not been an official forum for co-cultural groups to have the opportunity to communicate across generations while in college, and there has been no comprehensive report and evaluation of the implementation of the internship program as a program to support the transition period for Generation Z in the world of work."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Azaria
"Masuknya generasi Z sebagai salah satu angkatan kerja di Indonesia membuat jumlah angkatan kerja bertambah banyak variasinya karena terdiri dari berbagai macam generasi. Adapun karakteristik dari generasi Z adalah mereka menyukai apabila diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapat mereka serta diterimanya umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukan. Dengan begitu, diperlukan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan karakteristik karyawan generasi Z. Pemimpin yang menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan karakteristik generasi Z dapat memberikan karyawannya pengalaman kerja yang positif sehingga karyawan pun memiliki komitmen untuk bekerja di suatu organisasi dalam rentang waktu yang lama. Penelitian ini memiliki tipe korelasional dengan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 187 partisipan karyawan generasi Z yang sedang bekerja minimal enam bulan dan memiliki atasan langsung. Instrumen yang digunakan adalah alat ukur kepemimpinan pemberdayaan (Empowering Leadership Scale) dan komitmen organisasi (Organizational Commitment Questionnaire). Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis korelasional karena data yang diperoleh tidak terdistribusi secara normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi dukungan otonomi (r = 0.654, p < 0.01) dan dukungan pengembangan (r = 0.455, p < 0.01) memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi pada karyawan generasi Z. 

The entry of Generation Z as one of the workforce in Indonesia has made the number of the workforce increase in variety because it consists of various generations. The characteristics of the Z generation are that they like to be given the opportunity to express their ideas or opinions and receive feedback on the work that has been done. That way, a leadership style is needed that is in accordance with the characteristics of generation Z employees. Leaders who adapt their leadership style to the characteristics of generation Z can provide their employees with positive work experiences so that employees also have a commitment to work in an organization for a long time. This research has a correlational type using quantitative methods. This research involved 187 Generation Z employee participants who were working for at least six months and had a direct supervisor. The instruments used are measuring leadership empowerment (Empowering Leadership Scale) and commitment to the organization (Organizational Commitment Questionnaire). The analysis technique used is correlational analysis because the data obtained is not normally distributed. The results showed that the dimensions of autonomy support (r = 0.654, p < 0.01) and development support (r = 0.455, p < 0.01) had a significant relationship with organizational commitment among Generation Z employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlangga Nur Rizqi
"Generasi milenial dikenal dengan generasi yang tidak ragu untuk keluar dari organisasinya ketika mereka tidak terikat dengan organisasi tersebut. Kebermaknaan kerja disebut-sebut sebagai salah satu faktor penyebab bertahannya generasi milenial pada suatu organisasi. Kebermaknaan pekerjaan memiliki dimensi positive meaning in work, meaning making through work, dan greater good motivation. Selain itu, dikatakan juga bahwa faktor pengikat generasi milenial di suatu organisasi adalah keterikatan kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebermakaan kerja terhadap komitmen organisasi baik dimediasi oleh keterikatan kerja atau tidak. Responden dalam penelitian ini berjumlah 350 orang yang dipilih dengan metode puroposive sampling. Selain itu, analisis data ini menggunakan Structural Equation Modelling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna pekerjaan memengaruhi keterikatan kerja dengan koefisien pengaruh sebesar 0,829, makna pekerjaan memengaruhi variabel komitmen organisasional dengan koefisien pengaruh sebesar 0,361 dan variabel makna pekerjaan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap variabel komitmen organisasional dengan koefisien pengaruh sebesar 0,334.

Millennials generation do not hesitate to leave the company when they do not feel attached to the company. Meaning of work is one way that can make employees survive in the company. Meaning of work which consists of positive meaning of work, meaning making through work, and greater good motivation is known to have a positive effect towards employee organizational commitment. Moreover, another factor that can improve organizational commitment is job engagement. The objective of this study is to determine the effect of meaning of work towards employee organizational commitment on millennial generation employees. The respondents in this study were 350 employees. The sampling technique in this study was purposive sampling.. The analysis of research data was by using Structural Equation Modelling (SEM). The results state that there is a postive effect of meaning of work around 0,829 towards employee job engagement while there is also a positive effect of meaning of work towards organizational commitment around 0,361. Lastly, there is an indirect effect of meaning of work mediated by job engagement towards organizational commitment which has 0,334 effect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nuzul Raihan
"Saat ini, generasi Z sudah memasuki dunia kerja dan cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi jika tidak diberikan lingkungan kerja yang mendukung. Jadi, penting untuk melihat gaya kepemimpinan atasan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif generasi ini, salah satu gaya kepemimpinan yang dinilai cukup efektif adalah gaya kepemimpinan transformasional. Maka dari itu, penelitian ini hendak melihat hubungan antara gaya kepemimpinan atasan yang transformasional dan kesejahteraan subjektif pada pekerja generasi Z. Dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional, penelitian ini melibatkan 101 partisipan yang berusia 20-28 tahun di wilayah Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah The PERMA-Profiler untuk mengukur kesejahteraan subjektif dan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) 5X untuk mengukur kepemimpinan transformasional. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan atasan yang transformasional dan kesejahteraan subjektif (r = 0,525; p < 0,001; one-tailed). Temuan ini menekankan pentingnya implementasi gaya kepemimpinan transformasional untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja generasi Z.

Currently, Generation Z has entered the workforce and tends to experience higher stress levels if not provided with a supportive work environment. Therefore, it is important to identify the appropriate leadership style to enhance the subjective well-being of this generation, one leadership style considered effective is transformational leadership. This study investigates the relationship between superiors’ transformational leadership style and subjective well-being in Generation Z workers. Using a quantitative correlational method, this research involved 101 participants aged 20-28 in the Greater Jakarta area. The measurement tools used in this study are The PERMA-Profiler to measure subjective well-being and the Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) 5X to measure transformational leadership. The results showed a significant positive relationship between superiors’ transformational leadership style and subjective well-being (r = 0.525, p < 0.001, one-tailed). These findings highlight the importance of implementing transformational leadership to enhance the well-being of Generation Z employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Callista Salim
"ABSTRAK
Berawal dari fenomena generasi Y (lahir tahun 1980-2000) yang sering
berpindah-pindah pekerjaan, memiliki masa kerja yang pendek, dan
memperhatikan aspek work life balance, peneliti tertarik mengetahui hubungan
perceived supervisor support pada aspek work life balance (PSS pada WLB)
dengan komitmen organisasi generasi Y. Sebagai penelitian kuantitatif, penelitian
ini menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data 114 responden karyawan
generasi Y dari berbagai sektor industri. Hasil korelasi Pearson menunjukkan PSS
pada WLB memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan komitmen
organisasi yaitu r (114) = . 498, p< 0.01. Dengan demikian, untuk menjaga komitmen organisasi generasi Y organisasi perlu lebih memperhatikan persepsi karyawan mengenai dukungan atasan pada aspek work life balance.

ABSTRACT
Begin with several phenomena of generation Y (born 1980 -2000) such as being a
job hopper, have short tenure, and concern about work life balance, this research
aim to examine relationship between perceived supervisor support in work life
balance with organizational commitment of generation Y. As a quantitative
study, the methodology used in this study is questionnaire to 114 generation Y
employee from several industries. The Result of Pearson correlation show that
perceived supervisor support in work life balance has positive and significant
relationship with organizational commitment, r (114) = .498, p<0.01. As a
conclusion, to maintain generation Y commitment, organizations need to put more
concern about employee perception of supervisor support in work life balance."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53566
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>