Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Maharani
Abstrak :
Coping stress merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi remaja untuk melakukan kekerasan seksual. Beberapa penelitian menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual memiliki coping stress yang tidak efektif dalam menghadapi stres yang dialaminya, sehingga cenderung memilih untuk melakukan kekerasan seksual sebagai salah satu bentuk coping stress. Kemampuan coping stress yang tidak efektif ini dapat memperbesar kemungkinan seseorang melakukan residivisme di masa depan, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan yang mampu memperbaiki kemampuan coping stress yang dimiliki remaja pelaku kekerasan seksual. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan intervensi berbasis Good Lives Model (GLM) yang menekankan pada kekuatan atau faktor protektif yang dimiliki oleh individu. Intervensi ini akan dilakukan dalam bentuk kelompok yang bertujuan untuk mengubah coping stress remaja pelaku kekerasan seksual yang tidak efektif (emotion-focused dan avoidance-focused) menjadi lebih efektif (task-focused). Hal ini kemudian diharapkan dapat mengurangi kemungkinan remaja pelaku kekerasan seksual akan melakukan re-offending di masa depan. Desain penelitian ini adalah quasi experimental yang dilakukan pada 6 partisipan remaja laki-laki pelaku kekerasan seksual berusia 17-19 tahun. Intervensi dilakukan sebanyak 5 sesi dalam jangka waktu 1 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh partisipan mengalami perubahan coping stress yang dimilikinya, terutama secara kognitif dalam evaluasi kualitatif. Penelitian ini juga menemukan bahwa intervensi dalam bentuk kelompok memberikan efek keterbukaan dan kebersamaan yang dirasakan oleh seluruh partisipan. ......Coping stress is considered as one of the factor that contributes in juvenile sex offending. Several studies have found that juvenile sex offender have ineffective coping stress in dealing with stress they experienced. They tend to commit sexual violence as a form of coping with stress. One of the approach intervention that quite successful to change coping stress is Good Lives Model (GLM). This approach emphasizes the strengths or protective factors that are owned by individuals. Studies found that sex offender in strength-based intervention have lower rate of re-offending compared to sex offender in general risk-based intervention. In this study, the GLM approach (Good Lives Model) will be conducted in the form of group intervention aimed to change ineffective juvenile sex offender’s coping stress (emotion focused and avoidance-focused) to be more effective (task-focused). It is then expected to reduce the likelihood of juvenile sex offenders will re-offending in the future. This study design is quasi-experimental. Participants involves were six male prisoners aged 17-19. Interventions conducted in 5 sessions in a period of 1 month. Results in qualitative evaluation showed that all participants experienced a change in the coping stress, especially cognitively. This study also found that group intervention have therapeutic effect such as openness and togetherness that felt by all participants.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tololiu, Tinneke A.
Abstrak :
ABSTRAK Program latihan coping with stress merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan jiwa remaja berbasis komunitas yang dilaksanakan di sekolah. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang pengaruh Program latihan coping with stress terhadap risiko bunuh diri pada remaja di SMP Kasih kota Depok. Desain penelitian adalah ?Quasi experimental pre-post test with control group?. Teknik Sampel adalah purposive sampling. Besar sampel untuk kelompok intervensi dan kelompok non intervensi masing-masing berjumlah 28 orang yang dibagi dengan teknik simple random sampling. Resiko bunuh diri pada remaja diukur dengan menggunakan Adolesence Depression Rating Scale (ADRS) kemudian dianalisis menggunakan statistik. Hasil penelitian menunjukkan penurunan risiko bunuh diri lebih besar secara bermakna pada kelompok remaja yang dilatih dibandingkan dengan kelompok yang tidak dilatih (p-value<0,05). Program latihan coping with stress pada remaja, direkomendasikan untuk dilakukan pada tatanan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat sebagai bentuk pelayanan kesehatan jiwa berbasis sekolah.
ABSTRACT Coping with stress exercise program is one form of mental health services, community-based youth held at the school. The purpose of this study is to get a view of the influence of coping with stress exercise program against the risk of suicide among adolescents in junior high school love of Depok. Design research is a "Quasi-experimental pre-post test with control group." The sample is a cluster sampling technique with a sample size of 56 junior high school adolescent students. This program aims to train youth to have self-defense capability so that when the stress remains at a low level without destructive behavior. Risk of suicide in adolescents measured by using Adolesence Depression Rating Scale (ADRS) and then analyzed using statistics. The results showed a reduced risk of suicide significantly in the group of teenagers who were trained compared with those who were not trained (p-value <0.05). Coping with stress exercise program in adolescents, it is recommended to be done in order for mental health services in the community as a form of school-based mental health services.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28468
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumilar Fajar Rakhman
Abstrak :
Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan HaI|_1985). Tidak adanya pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas din dan aspek Iain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu, konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri. Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekeijaan dan dampak psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif yang rendah terhadap sires, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan iuga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan (stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak memiiiki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres adaiah pola pengendalian atau disebut locus of control (Parkes,1994). Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control internal dan individu yang memiliki locus of control ekstemal selanjutnya juga mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi sires. Folkman dan Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang iebih luas meliputi strategi kognitif dan tingkah Iaku mengatasi suatu situasi yang dapat menimbulkan sires (probiem~focused coping) dan yang disertai emosi-emosi negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983) menyatakan bahwa semakin individu memaharni dan mendekatkan situasi stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar kesempatannya untuk berhasii pada coping terhadap masalahnya. Dari paparan di atas_ peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan Sekoiah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekoiah Menengah Kejuruan Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signinkan yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused coping (r = -0,227 dan -0267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga diri dan locus of control signiikan terhadap strategi coping.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T34231
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariati Kusmiasih
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini jumlah penderita gagal ginjal di seluruh dunia semakin meningkat. Dari gagal ginjal dini yang membutuhkan pengobatan untuk waktu sementara sampai gagal ginjal kronis tahap akhir (terminal) yang memerlukan terapi pengganti ginjal seumur hidupnya, yaitu hemodialisis atau transplantasi ginjal. Pada penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal, penulis menemukan adanya tahapan penderitaan yang menimbulkan stres, yaitu: tahap gejala awal, tahap diagnosis, tahap dialisis, tahap pencarian donor ginjal, tahap transplantasi ginjal, tahap adaptasi, dan tahap pemulihan. Pada setiap tahap ada stres yang terjadi dan coping yang dilakukan oleh penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal. Untuk mengatasi stres yang terjadi sejak tahap gejala awal hingga tahap pemulihan, diperlukan keterampilan coping untuk mengatasi stres tersebut. Penelitian ini, bertujuan untuk mengungkap stres dan perilaku coping yang dilakukan oleh penderita gagal ginjal terminal sejak tahap gejala awal hingga tahap pemulihan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengajukan kasus sebanyak 3 orang. Alat ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah wawancara mendalam dan observasi sebagai pendukung data. Dari penelitian yang dilakukan, penulis menemukan berbagai stres dan coping yang dialami oleh penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal. Stres yang terjadi pada umumnya berasal dari pai n & discomfort, frustration, atvciety, dan conflict. Sedangkan coping yang dilakukan oleh penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal untuk mengatasi stres yang terjadi adalah Problem-Focnsed Coping dan Appraisal- Focused Coping, dan Emotion-Focused Coping. Namun, jenis coping yang sering dipergunakan oleh penderita gagal ginjal yang melakukan transplantasi ginjal adalah Problem-Focnsed Coping. Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan pada penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal menjadi lebih rasional dalam menghadapi penderitaannya dan dapat melakukan peredaman emosi. Sehubungan dengan adanya keterbatasan dalam penelitian ini, disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan guna melengkapi keperluan studi ilmiah.
2004
S3345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Prasetio
Abstrak :
Berkembangnya dunia Kepolisian dari waktu-kewaktu baik secara organisasi maupun personil dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam kehidupan masyarakat (Rianto, 1999). Apalagi ditambah dengan berpisahnya Polri dari ABRI, membuat tugas dan tanggung jawab Polri semakin berat. Sehingga Polri harus mampu menjadi ujung tombak dalam menegakkan hukum (Djamin, 2001). Kepolisian merupakan suatu lembaga yang bertugas menjaga keamanan negara dan menegakkan hukum yang terdiri dari lima fungsi teknis kepolisisan, diantaranya adalah fungsi Sabhara (Samapta Bhayangkara), fungsi Lantas (Lalu Lintas), fungsi Bimmas (Bimbingan Masyarakat), fungsi Reserse dan fungsi Inteligen. Kelima fungsi ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu kesatuan yang sangat diperlukan untuk membangun polisi yang ideal. (Wangsa, 1994). Yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah fungsi Sabhara, karena tugas Sabhara adalah melaksanakan fungsi kepolisian yang bersifat preventif atau pencegahan, menangkal segala bentuk pelanggaran dan tindak kriminalitas serta melaksanakan tindakan represif tahap pertama terhadap segala bentuk pelanggaran dan tindak kejahatan dan ketertiban masyarakat, melindungi keselamatan orang, benda dan masyarakat serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat (Wangsa, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber stres fisiologis merupakan sumber stres yang paling menonjol dan paling potensial sebagai penyebab timbulnya stres pada anggota Sabhara Polda Metro Jaya dalam menangani aksi unjuk rasa di Jakarta. Sumber stres psikologis merupakan faktor yang mempunyai banyak peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan stres, tetapi potensi untuk menyebabkan stres tidak saekuat sumber stres fisiologis. Namun demikian sumber stres psikologis tetap lebih potensial menimbulkan stres dibandingkan sumber stres dari keluarga, stresor lingkungan, dalam diri serta komunitas dan pekerjaan. Menurut Carver (1989), sebagian besar stresor individu dapat menampilkan lebih dari satu strategi coping. Namun demikian, dalam keadaan tertentu salah satu strategi cenderung mendominasi, baik itu Problem-Focused Coping, Emotion-Fokused Coping, atau Maladaptive Coping. Keadaan ini juga berlaku pada anggota Sabhara Polda Metro Jaya dalam menengani aksi unjuk rasa di Jakarta. Anggota Sabhara yang bertugas di Polda Metro Jaya menggunakan ketiga strategi coping yang ada untuk mengatasi stres, namun Emotion-Focused Coping yang lebihbanyak digunakan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Dian Larasati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keberfungsian keluarga dan coping stres pada mahasiswa Universitas Indonesia tahun pertama. Sebanyak 315 responden mengisi kuesioner alat ukur keberfungsian keluarga (FACES-II dan Family Communication Scale) dan coping stres (Brief COPE). Pada penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki keberfungsian keluarga yang cukup baik dan coping stres yang cukup adaptif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keberfungsian keluarga dan coping stres (r = .133, p < .05). ......The aim of this research was to examine the relationship between family functioning and coping stress among Universitas Indonesia’s first-year college students. A total of 315 respondents complete questionnaires on family functioning (FACES-II and Family Communication Scale) and coping stress (Brief COPE). In this research, the result points out that the respondents have moderate family functioning and moderately adaptive coping stress. The result of this research also indicates a positive and significant relationship between family functioning and coping stress (r = .133, p < .05).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kartina
Abstrak :
ABSTRAK
Stres mempunyai dampak yang berbeda pada setiap individu. Stres dapat menjadi Eustres atau stres yang positifl dapat juga menjadi Distres atau sires yang mengganggu kehidupan individu yang mcngalaminya. Pada lingkungan yang mungkin menimbulkan Distres, yaitu teljadi pada jenis pekerjaan yang monoton, menuntut kewaspadaan, serta yang memiliki disiplin dan resiko tinggi, membuat beban petugas sangat berat . Seperti misalnya bertugas pada shM malam atau apabila ada konflik antar WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan), adanya WBP yang menderita sakit yang serius dan perilaku WBP yang tidak taat pada peraturan. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa pctugas wanita mengalami stres 57,7 % yang mengarah gcjala sakit kepala, mudah tersinggung, Iebih agresitl schingga mempengaruhi pada kondisi kerja. Selain itu permasalahan yang ada di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) yaitu kurang berjalarmya sistem rolling yang menimbulkan kejenuhan bagi petugas wanita karena rata-rata bekerja di bagian pngamanan lebih dari ll tahun. Disamping im juga kurang terbukanya pcluang untuk penjenjangan karir dan tidak ada kriteria penilaian yang jelas untuk meningkatkan karir. Maka penulis membuat program pelatihan penzmggulangan stres kcrja dcngan strategi coping untuk mengurangi tingkat strcs pctugas wanita, sehingga dapat menjaga ketertiban dan keamanan demi terciptanya kondisi Lapas yang kondusif.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Prabandari
Abstrak :
ABSTRAK
Banyak kontribusi penting yang dapat diberikan oleh pengusaha kecil bagi perkembangan perekonomian (Longenecker, Moore & Petty, 1994). Kontribusi- kontribusi tersebut antara lain; penyediaan lapangan kerja dan turut mendukung perusahaan besar (produsen) dengan berperan sebagai penghubung antara produsen dengan konsumen, serta berperan sebagai pemasok (supplier) yang menyediakan bahan-bahan produksi bagi perusahaan besar (Longenecker, dkk, 1994). Usaha yang dijalankan pengusaha kecil tersebut bahkan dapat menyerap sekitar 84% dari jumlah total tenaga kerja nasional (S. Iwantono, dalam GATRA 17 Januari 1998).

Meskipun peranan pengusaha kecil dalam menunjang kehidupan perekonomian telah diakui, ternyata masih terdapat banyak masalah yang harus dihadapi pengusaha kecil. Masalah-masalah tersebut antara lain; iklim usaha di Indonesia yang dirasakan masih menyulitkan pengusaha kecil, berbagai tuntutan dalam peran maupun tugas sebagai pengusaha kecil yang dirasakan menekan, berbagai kondisi di linglcungan kmjanya yang sering menimbulkan masalah seperti; adanya perampokan atau penjarahan, serta masalah-masalah yang timbul dalarn hubungan interpersonal pengusaha kecil di tempat kerjanya.

Berbagai masalah dan tuntutan tersebut dapat menimbulkan stres. Lazarus (1976) menyatakan bahwa stres muncul bila ada tuntutan-tuntutan pada diri individu yang dianggap menantang, membebani atau melebihi daya penyesuaian yang dimiliki individu. Kemudian Torrance (1986) rnenyatakan bahwa untuk menunjang kesuksesan dalam pekerjaannya pengusaha kecil harus mengenali hal- hal yang menyebabkan stres dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan hal-hal pemicu stres tersehut.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran penyebab stres kerja serta perilaku coping yang dilakukan pengusaha kecil untuk mengatasi hal-hal penyebab stres kerja tersebut.

Subyek penelitian ini adalah 63 orang pengusaha kecil dan berbagai jenis usaha di Jakarta, yang diambil dengan menggunakan teknik nonprobability sampling tipe accidental. Alat ukur yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti, yaitu Kuesioner Penyebab Stres untuk mengukur taraf dan frekwensi tiap penyebab stres kerja dan Kuesioner Perilaku Coping untuk mengukur frekwensi perilaku coping pengusaha kecil untuk mengatasi hal-hal yang menyebabkan stres pada pekerjaannya. Teknik pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menghitung mean, mean kelompok (grand mean) dan teknik analisa perbedaan mean dengan t- test.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini diperoleh gambaran bahwa penyebab stres kerja pengusaha kecil dimensi tuntutan tugas tergolong bertaraf berat dan berfrekwensi tinggi. Sedangkan penyebab stres kerja dimensi tuntutan peran, kondisi lingkungan kerja, iklim usaha dan hubungan interpersonal tergolong sedang. Namun tidak ada dimensi penyebab stres kerja yang tergolong bertaraf ringan dan berfrekwensi rendah.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kedua jenis perilaku coping yaitu, perilaku coping berorientasi masalah dan berorientasi emosi berfrekwensi sedang atau cukup sering dilakukan oleh pengusaha kecil. Namun melalui pengujian t-test diketahui bahwa perilaku coping berorientasi masalah lebih sering dilakukan pengusaha kecil untuk mengatasi hal-hal penyebab stres pada pekerjaannya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai hal- hal penyebab stres kerja dan perilaku coping untuk mengatasinya, khususnya pada pengusaha kecil di Jakarta. Selain itu diharapkan hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan pengembangan usaha kecil, terutama mengenai iklim usaha yang dirasakan masih cukup sering menyulitkan pengusaha kecil.
1998
S2589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Ayu Putri
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perceived parenting style dan coping style to school related stress pada remaja. 442 siswa/I SMA kelas 3 turut berkontribusi dalam penelitian ini. Perceived Parenting Style diukur dengan kuesioner Parenting Style Questionaire PSQ yang dikembangkan oleh Lamborn et al 1991, sedangkan Coping style to school Related Stress diukur dengan menggunakan Coping Across Situation Questionaire CASQ yang dikembangkan oleh Seiffge-Krenke et al 2001. Hasil penelitian memaparkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan F= 2,748, p0,05 antara perceived parenting style dan internal coping style pada remaja. Gambaran mengenai jenis persepsi parenting style juga dapat dilihat dari penelitian ini. Diketahui pula bahwa anak yang menggunakan active coping style cenderung mempersepsikan orang tua mereka dengan gaya pengasuhan yang authoritative dibanding dengan gaya pengasuhan lainnya. ......This research was investigated the relationship between perceived parenting style and coping style to school related stress in adolescence. 442 students was participated in this research. Perceived Parenting Style was measured by Parenting Style Questionaire PSQ that previously developed by Lamborn et al 1991, and Coping style to school Related Stress was measured by Coping Across Situation Questionaire CASQ that was developed by Seiffge Krenke et al 2001. Result of this study found that there was significant correlation F 2,748, p0,05 perceived parenting style and internal coping style in adolsence. Description about type of perceived parenting style also conducted in this study. This research uncover that adolescence who uses active coping style tend to perceived their parents as authoritative parenting style than the others style of parenting.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Sari
Abstrak :
Respon inhibisi merupakan salah satu komponen dari fungsi eksekutif yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya respon inhibisi, individu mampu untuk mengendalikan tingkah laku yang kurang sesuai dengan situasi dan sebagai gantinya memunculkan tingkah laku yang lebih adaptif terhadap situasi tersebut. Stres sebagai hal yang sering ditemui setiap hari menjadi salah satu faktor yang memengaruhi respon inhibisi. Stres terjadi saat hubungan antara individu dengan lingkungannya tidak seimbang, dan individu menilai ketidakseimbangan tersebut membebani atau melebihi kapasitas dirinya sehingga mengganggu kesejahteraan psikologis individu. Penelitian-penelitian terdahulu masih menyatakan hasil yang tidak konsisten dan berbeda terkait pengukuran pengaruh stres terhadap respon inhibisi. Pada penelitian eksperimental ini, peneliti ingin menguji seberapa jauh stres akut dapat memengaruhi respon inhibisi, efek strategi coping adaptif terhadap respon inhibisi, dan juga peran strategi coping adaptif sebagai moderator. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia yang berusia 18-25 tahun. Stop-Signal Task digunakan untuk mengukur respon inhibisi pada individu yang telah terpapar oleh stres akut menggunakan Computerized Paced Auditory Serial Addition Task PASAT-C n=38 dan yang tidak terpapar stres akut n=38. Tingkat coping adaptif sebagai moderator diukur menggunakan skala adaptif dari Brief COPE pada seluruh partisipan. Analisis statistik menggunakan Analysis of Covariance ANCOVA dengan desain 2x2 factorial ANCOVA. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 1 stres akut tidak memengaruhi respon inhibisi, 2 strategi coping adaptif tidak memengaruhi respon inhibisi, dan 3 strategi coping adaptif tidak memoderasi pengaruh stress akut terhadap respon inhibisi, setelah mengontrol perbedaan jenis kelamin dan tingkat stres kronik. ...... Response inhibition as a component of executive function plays a very important role in humans 39 everyday life. It allows people to inhibit inappropriate behaviors, and thus behave more adaptively in the environment. Past studies suggest that stress that is experienced daily can affect response inhibition, but have not reached a consensus about the direction of the effect. That is, while some studies suggest a facilitating effect of stress on response inhibition, other studies found the opposite. This experimental study aimed to examine the effect of acute stress on response inhibition, as well as the possible moderating effect of adaptive coping on the effect of stress on response inhibition. Participants are university students aged 18 25 years old. A total of 76 participants were randomly assigned to either experiment n 38 or control group n 38. In order to induce acute stress in the experiment group, the Computerized Paced Auditory Serial Addition Task PASAT C was used. Stop Signal Task was used to measure response inhibition in both groups. Participants adaptive coping level was assessed using the adaptive scale of Brief COPE. 2x2 factorial ANCOVA design was used as statistic analysis. Results showed that neither acute stress nor adaptive coping affect response inhibition. It was also found that adaptive coping did not moderate the effect of acute stress on response inhibition even after controlling for sex and chronic stress level.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>