Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanny Aurelya Artha Mevia
"Limfoma merupakan jenis keganasan jaringan limfoid sebagai bentuk tumor padat pada jaringan limfoid yang dapat menyebar secara metastasis ke organ lain dan menyebabkan sebuah lesi yang menempati ruang (Space Occupying Lesion/SOL). Lesi yang timbul pada tulang belakang dapat menimbulkan masalah nyeri dan neurologis akibat kompresi saraf tulang belakang. Manifestasi yang timbul tergantung pada tempat kompresi tumor di saraf tulang belakang. Hasil penelitian menunjukan bahwa asal tumor tulang belakang yang paling umum adalah limfoma sebanyak 7,4% dari keseluruhan kasus tumor metastasis ke tulang belakang. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ners ini adalah untuk menganalisis pemberian asuhan keperawatan kolaborasi pemberian terapi Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dengan kombinasi teknik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri, masase abdomen dan pemberian minum air putih hangat sebagai manajemen konstipasi, dan latihan rentang gerak aktif-pasif pada pasien tirah baring. Hasil dari karya ilmiah ini menunjukan keefektifan pemberian OAINS dengan kombinasi teknik relaksasi napas dalam dalam penurunan skala nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Pemberian masase abdomen dan minum air hangat sebagai manajemen konstipasi dapat merangsang peristaltik usus. Latihan rentang gerak aktif-pasif pada pasien dengan tirah baring dapat memelihara tonus otot dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien serta caregiver. Kata kunci: Lesi, Limfoma, Metastasis, Sumsum Tulang Belakang

Lymphoma is a type of lymphoid tissue malignancy as a form of solid tumor in lymphoid tissue that can spread metastases to other organs and cause a space-occupying lesion (SOL). Lesions that arise in the spine can cause pain and neurological problems due to spinal nerve compression. Manifestations that arise depending on the site of compression of the tumor in the spinal cord. The results showed that the most common origin of spinal tumors was lymphoma as much as 7.4% of all cases of tumor metastases to the spine. The purpose of writing this final scientific paper for nurses is to analyze the provision of collaborative nursing care in the provision of Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) therapy with a combination of deep breathing relaxation techniques to treat pain, abdominal massage, and drinking warm water as management of constipation, and range of motion exercises. active-passive in bed rest patients. The results of this scientific work show the effectiveness of administering NSAIDs with a combination of deep breathing relaxation techniques in reducing pain scale using the Numeric Rating Scale (NRS). Giving abdominal massage and drinking warm water as management of constipation can stimulate intestinal peristalsis. Active-passive range of motion exercises in patients on bed rest can maintain muscle tone and can be done independently by the patient and the caregiver."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Aziz Wahyudin
"SOL Intrakranial menjadi salah satu masalah kesehatan pada bagian kepala (otak) yang dapat menyebabkan kematian, disfungsi neurologis, dan disabilitas.  Salah satu masalah yang dialami pasien SOL intracranial adalah gangguan menelan akibat dampak dari disfungsi neurologis. Pengkajian fungsi menelan menjadi hal yang penting pada pasien dengan gangguan neurologis untuk menghindari dampak lebih lanjut seperti risiko aspirasi dan penurunan asupan nutrisi. Karya Ilmiah Akhir Ners ini berbentuk studi kasus, bertujuan untuk menyajikan hasil analisis penerapan asuhan keperawatan pada pasien SOL Intrakranial dengan menerapkan skrining menelan. Adapun penerapan skrining yang direkomendasikan berdasar pada kajian praktik berbasis bukti meliputi penggunaan bedside swallowing screen yang diantaranya adalah the Massey Bedside Swallowing Screen  (MBSS) dengan spesifitas dan sensitivitas 100% dan The Royal Adelaide Prognostic Index Dhysphagia Stroke (RAPIDS) dengan spesifitas 92% dan sensisitivitas 90% diharapkan dapat diaplikasikan oleh perawat neuroscience khususnya pada pasien yang diduga mengalami masalah gangguan menelan. Hasil penerapan skrining menelan pada kasus ini didapatkan pasien mengalami gangguan menelan (dispagia). Setelah mendapatkan hasil skrining yang sesuai, perawat dapat melaporkan hasil temuannya dengan melakukan intervensi kolaborasi dengan ahli patologi bicara, dokter, serta ahli gizi untuk melakukan intervensi lanjutan yang sesuai.


Intracranial SOL is a health problem in the brain that can cause death, neurological dysfunction, and disability. One of the problems experienced by intracranial SOL patients is swallowing problems due to neurological dysfunction. Assessment of swallowing function is important in patients with neurological disorders to avoid further effects such as the risk of aspiration and decreased nutritional intake. This case study aims to present the results of an analysis of the implementation of nursing care to Intracranial SOL patients by applying swallowing screening. The recommended screening application is based on evidence-based practice studies including the use of bedside swallowing screens, which include the Massey Bedside Swallowing Screen (MBSS) with 100% specificity and sensitivity and The Royal Adelaide Prognostic Index Dhysphagia Stroke (RAPIDS) with 92% specificity and sensitivity 90% is expected to be applied by neuroscience nurses, especially in patients who are suspected of having swallowing problems. The results showed that the patient experienced swallowing disorders (dyspagia). After obtaining the appropriate screening results, nurses can report their findings by conducting collaborative interventions with pathologists, physicians, and nutritionists to carry out appropriate follow-up interventions. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cok Ratih Kusumawardhani
"Limfoma Maligna adalah penyakit kanker atau keganasan yang berasal dari sistem
limfatik dan imunitas tubuh. Kanker ini bersifat heterogenitas yang menyebabkan
kelainan umum berupa pembesaran kelenjar limfe, spelnomegali, hepatomegali dan
kelainan sum-sum tulang. Manifestasi klinis dari penyakit ini salah satunya yaitu
menimbulkan gejala sistemik berupa hipertermia intermitten atau demam yang
berkepanjangan. hipertermia pada Limfoma Maligna disebabkan oleh pelepasan sitokin,
faktor interleukin-2, dan interleukin-6, atau zat kimia yang di picu dari sel kanker, sel
mononuclear yang menginfiltrasi di sekitarnya, atau dari peradangan sekunder akibat
reaksi nekrosis sel kanker. Kondisi ini dapat menyebabkan pasien mengalami dehidrasi
karena kehilangan cairan tubuh. Perawat sebagai tenaga medis profesional memiliki
peran penting dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien, salah satunya adalah memenuhi
kebutuhan dasar terkait cairan. Manajemen cairan pada pasien Limfoma maligna
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, mencegah atau mengurangi dehidrasi, dan
menyeimbangkan suhu tubuh. Intervensi yang dilakukan perawat yaitu monitoring
status hidrasi, mengatur intake cairan oral klien, mengukur balance cairan, dan
memantau nilai elektrolit, dan hematokrit. Sedangkan intervensi kolaboratif yaitu
dengan terapi cairan yang mengandung koloid dan kristaloid, dan penggunaan obat
antipiretik yang diresepkan. Manajemen cairan yang baik dan optimal diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan cairan pasien limfoma maligna dengan hipertermia.

Malignant lymphoma is a cancer or malignancy from the lymphatic system and body
immunity. This cancer is heterogeneous which causes general abnormalities form the
node of lymph, splenomegaly, hepatomegaly and bone marrow abnormalities. One of
the clinical manifestations is systemic symptoms such as intermittent hyperthermia or
prolonged fever. Hyperthermia in Malignant Lymphoma is caused by the release of
cytokines, interleukin-2, and interleukin-6, or triggered chemicals from cancer cells,
mononuclear cells that infiltrate around it, or from secondary inflammation due to
reaction of cancer cell necrosis. This condition can make a patients to become
dehydrated due to loss of body fluids. Nurses as medical professionals have an
important role in meeting the basic needs of patients. Fluid management in patients
Malignant lymphoma aims to meet fluid needs, prevent or reduce dehydration, and
balance body temperature. Interventions conducted by nurses are monitoring status
hydration, regulating the client's oral fluid intake, measuring fluid balance, and
monitoring electrolyte and hematocrit values. While collaborative intervention is by
treating fluid containing colloids and crystalloids, and using prescribed antipyretic
drugs. Optimal fluid management is expected to Sufficient the fluid of malignant
lymphoma patients with hyperthermia

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hamudi Prasestiyo
"Pasien limfoma yang menjalani kemoterapi menghadapi berbagai tantangan fisik dan psikososial yang memerlukan perawatan keperawatan yang komprehensif. Model Konservasi Levine menyediakan kerangka teoritis untuk memandu perawatan pasien secara holistik dengan fokus pada penghematan energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas sosial. Laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan Model Konservasi Levine dalam pengembangan dan implementasi rencana perawatan keperawatan untuk pasien limfoma yang menerima kemoterapi. Metode pendekatan studi kasus deskriptif digunakan. Data dikumpulkan melalui evaluasi pasien, tinjauan catatan medis, dan observasi perawatan untuk pasien limfoma yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Pusat Kanker. Empat prinsip konservasi Levine digunakan untuk mengatur evaluasi keperawatan, diagnosis, intervensi, dan evaluasi. Hasil rencana perawatan keperawatan mengatasi penghematan energi melalui manajemen pada gangguan tidur dan dukungan nutrisi; integritas struktural melalui pencegahan infeksi; integritas personal melalui pengurangan kecemasan; dan integritas sosial melalui keterlibatan keluarga. Pasien menunjukkan peningkatan dalam manajemen gejala, status fungsional, dan kesejahteraan psikososial selama proses pengobatan. Kesimpulan: Model Konservasi Levine memberikan kerangka yang efektif untuk memberikan perawatan holistik yang berpusat pada pasien untuk pasien limfoma yang menjalani kemoterapi dengan masalah gangguan tidur dan kecemasan. Kasus ini menunjukkan bagaimana teori keperawatan dapat diterapkan secara praktis untuk memandu praktik keperawatan onkologi komprehensif dan meningkatkan hasil pasien.

Patients with lymphoma undergoing chemotherapy face various physical and psychosocial challenges that require comprehensive nursing care. Levine's Conservation Model provides a theoretical framework to guide holistic patient care, focusing on energy conservation, structural integrity, personal integrity, and social integrity. This case report aims to describe the application of Levine's Conservation Model in developing and implementing a nursing care plan for lymphoma patients undergoing chemotherapy. A descriptive case study approach was used. Data were collected through patient evaluation, medical record review, and care observations at the Cancer Center Hospital. Levine's four conservation principles structured the nursing assessment, diagnoses, interventions, and evaluation. The nursing care plan addressed energy conservation through sleep disturbance management and nutrition support; structural integrity through infection prevention; personal integrity through anxiety reduction; and social integrity through family involvement. The patient showed improvements in symptom management, functional status, and psychosocial well-being during treatment. In conclusion, Levine's Conservation Model provides an effective framework for delivering patient-centered, holistic care to lymphoma patients undergoing chemotherapy with sleep disturbance and anxiety issues. This case demonstrates practical application of nursing theory to guide comprehensive oncology nursing practice and improve patient outcomes."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Afriliani Raihannah
"Peran seorang apoteker di rumah sakit salah satunya yaitu pemantauan terapi obat pasien. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk menganalisa masalah terkait obat atau Drug Related Problem (DRP) yang terjadi pada pasien selama masa perawatan di rumah sakit. Dalam hal ini dilakukan pemantauan terapi obat pada salah satu pasien di RSUP Persahabatan dengan diagnosis Kanker Nasofaring T4N3M0 dengan Malnutrisi High Risk Refeeding Syndrome dan Penurunan Kesadaran Akibat Suspek Metastasis Intrakranial. Pasien kanker nasofaring (KNF) sering mengalami malnutrisi dengan prevalensi 35% dan sekitar 6,7% mengalami malnutrisi berat. Kejadian malnutrisi pada pasien KNF dipengaruhi oleh efek kemoradiasi terutama komplikasi oral berupa disfagia dan xerostomia. Maka dari itu, pasien yang mengalami malnutrisi membutuhkan asupan nutrisi yang cukup. Namun, pemberian nutrisi pada pasien malnutrisi dapat berisiko terjadinya Refeeding Syndrome (RFS). Refeeding Syndrome terjadi ketika pemberian nutrisi yang berlebih pada pasien malnutrisi kronik dalam waktu yang terlalu cepat atau singkat. Malnutrisi juga dapat ditandai dengan rendahnya kadar elektrolit dalam tubuh seperti hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesia, hipofosfatemia, dan hipokalsemia. Oleh karena itu, pasien malnutrisi perlu dilakukan pemantauan kadar elektrolit dan asupan nutrisinya agar tetap seimbang serta pemantauan terapi pengobatan lainnya yang diterima pasien. Masalah terkait obat (MTO) yang ditemukan dalam proses pengobatan pasien meliputi ada indikasi tanpa obat, pemilihan obat kurang tepat, dan dosis terlalu tinggi. Peneliti memberikan rekomendasi terapi pada setiap MTO yang ditemukan selama masa perawatan pasien serta melakukan pemantauan terapi hingga obat dikonsumsi oleh pasien.

One of the roles of a pharmacist in a hospital is monitoring patient drug therapy. Monitoring drug therapy is carried out to analyze drug-related problems or Drug Related Problems (DRP) that occur in patients during the hospital treatment period. In this case, drug therapy monitoring was carried out on one of the patients at Friendship Hospital with a diagnosis of Nasopharyngeal Cancer T4N3M0 with Malnutrition High Risk Refeeding Syndrome and Decreased Consciousness Due to Intracranial Metastatic Suspects. Nasopharyngeal cancer (KNF) patients often experience malnutrition with a prevalence of 35% and about 6.7% experience severe malnutrition. The incidence of malnutrition in KNF patients is influenced by the effects of chemoradiation, especially oral complications in the form of dysphagia and xerostomia. Therefore, patients who experience malnutrition need adequate nutritional intake. However, providing nutrition to malnourished patients can be at risk of Refeeding Syndrome (RFS). Refeeding Syndrome occurs when overnutrition in chronically malnutrition patients is too fast or short. Malnutrition can also be characterized by low levels of electrolytes in the body such as hyponatremia, hypokalemia, hypomagnesemia, hypophosphatemia, and hypocalcemia. Therefore, malnutrition patients need to monitor electrolyte levels and nutritional intake to remain balanced and monitor other treatment therapies received by patients. Drug-related problems (MTO) found in the patient's treatment process include no drug indications, improper drug selection, and too high doses. Researchers provide therapy recommendations on each MTO found during the patient's treatment period and monitor therapy until the drug is consumed by the patient."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Dwiastani
"Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ini adalah penyakit infeksi dengan karakteristik sangat menular dan dapat berakibat fatal hingga menyebabkan kematian. Kategori pasien terkonfirmasi menunjukan hasil pemeriksaan RT -PCT positif. Gejala yang umum dijumpai adalah demam dan gejala gangguan pernapasan. Risiko manifestasi menjadi lebih berat terjadi pada lanjut usia (lansia) dan memiliki komorbid. Pasien dengan gejala memberat harus ditransfer ke rumah sakit bahkan harus ke ICU atau HCU. Rumah sakit yang menjadi rujukan COVID-19 dituntut untuk memiliki kapasitas melakukan manajemen klinis, asuhan keperawatan, pencegahan dan pengendalian infeksi yang efektif. Ibu SY, pasien suspek COVID-19 berusia 70 tahun, suku Jawa dirawat di HCU dengan gejala saat datang adalah diare, mual, dan muntah tanpa menunjukan gejala klinis gangguan sistem pernapasan. Hasil CT Scan thoracoabdomen menunjukan gambaran ground-glass opacity. Pasien memiliki komorbid hipertensi dan diabetes sehingga membutuhkan monitoring dan intervensi kesehatan yang ketat. Asuhan keperawatan berorientasi pasien yang komprehensif dan efektif menjadi tantangan ditengah situasi harus menjalankan prosedur kewaspadaan transmisi infeksi. Keterbatasan durasi waktu dan sumber daya dalam proses asuhan secara langsung pada pasien, menjadikan suasana perawatan di HCU-Covid ini bukan perkara mudah untuk dihadapi oleh perawat maupun pasien. 

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) is an infectious disease that is highly contagious and can be fatal to the point of death. The patient category confirmed positive RT-PCT examination results. Common symptoms are fever and respiratory symptoms. The risk of manifestation becomes more severe in the elderly (elderly) and has comorbidities. Patients with worsening symptoms must be transferred to the hospital even to the ICU or HCU. Hospitals that are referred to for COVID-19 are required to have the capacity to carry out effective clinical management, nursing care, prevention, and control infection. Mrs. SY, a 70-year-old suspected COVID-19 patient, of Javanese ethnicity who was treated at HCU with symptoms when she arrived were diarrhea, nausea, and vomiting without symptoms of respiratory system disease. Thoracoabdomen CT scan results show a blurry image of ground glass. The patient has comorbid hypertension and diabetes and thus requires close monitoring and health interventions. Patient-oriented nursing care that is ready and effective becomes a challenge in situations where infection transmission precautions are required. The limited duration of time and resources in the process of direct care for the patient makes the atmosphere of care at HCU-COVID not an easy matter for the relationship between nurses and patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Nur Azizah
"Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Salah satu penyebab perburukan dan kematian pada pasien dengan tuberkulosis paru adalah adanya sepsis. Sepsis merupakan disfungsi organ mengancam nyawa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap infeksi. Syok sepsis akibat tuberkulosis dapat menyebabkan beberapa gejala yang umum pada tuberkulosis, seperti demam dan sesak napas hingga disfungsi multiorgan. Angka kematian yang tinggi dan kesalahan diagnosis sepsis pada tuberkulosis masih umum terjadi. Oleh karena itu, perawat berperan penting dalam pengenalan dini dan perawatan pada pasien dengan sepsis. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memaparkan hasil praktik mengenai pemberian asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan sepsis. Analisis asuhan keperawatan dilakukan pada pasien laki-laki berusia 49 tahun yang mengalami tuberkulosis paru disertai dengan sepsis di ruang rawat inap. Masalah keperawatan yang dapat diangkat pada kasus pasien dengan sepsis, antara lain bersihan jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, dan risiko syok. Penerapan intervensi pada karya ilmiah ini khususnya berfokus untuk menangani risiko syok dengan menggunakan bundel yang disertai dengan perawatan terperinci pada pasien. Intervensi diberikan selama empat hari kepada pasien. Intervensi yang diterapkan efektif dalam meningkatkan kondisi klinis pasien ketika dilakukan penerapan, namun tidak berdampak signifikan pada peningkatan kondisi klinis pasien secara kumulatif.

Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacteria mycobacterium tuberculosis. One of the causes of deterioration and death in patients with pulmonary tuberculosis is sepsis. Sepsis is a life-threatening organ dysfunction caused by dysregulation of the host response to infection. Septic shock due to tuberculosis can cause several symptoms common to tuberculosis, such as fever and shortness of breath to multiorgan dysfunction. The high mortality rate and misdiagnosis of sepsis in tuberculosis are still common. Therefore, nurses play an important role in early recognition and treatment of patients with sepsis. The aim of writing this scientific work is to present practical results regarding the provision of nursing care to pulmonary tuberculosis patients with sepsis. Analysis of nursing care was carried out on a 49 year old male patient who experienced pulmonary tuberculosis accompanied by sepsis in the inpatient room. Nursing problems that can be raised in cases of patients with sepsis include ineffective airway clearance, imbalanced nutrition: less than body requirements, and risk of shock. The implementation of interventions in this scientific work specifically focuses on managing the risk of shock using a bundle accompanied by detailed patient care. The intervention was given for four days to the patient. The intervention implemented was effective in improving the patient's clinical condition when implemented, but did not have a significant impact on improving the patient's clinical condition cumulatively."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suryaman
"Laporan praktik residensi keperawatan medikal bedah peminatan onkologi terdiri dari pengelolaan kasus limfoma hodkin dan 30 resume kasus dengan pendekatan chronic illness trajectory model, penerapan evidence based nursing walking exercise untuk mengatasi masalah fatigue pada pasien kanker, dan mengembangkan proyek inovasi J-Hati aplikasi untuk menurunkan tingkat fatigue pasien kanker. Chronic illness trajectory model dapat membantu mengelola kondisi kronis pada kasus limfoma hodkin dan 30 resume kasus kanker berdasarkan perjalanan penyakitnya dan interaksinya dari berbagai kondisi (medis, psikososial, dan budaya), karena kebutuhan dan tujuan perawatan pasien kanker berubah pada setiap fase yang dialami atau dilewati. Penerapan EBN walking exercise terbukti efektif untuk mengatasi masalah fatigue pasien kanker. Inovasi J-Hati aplikasi juga telah terbukti efektif menurunkan tingkat fatigue pasien kanker, dan dapat memfasilitasi, serta mendorong pasien kanker untuk latihan fisik dirumah, yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.

Report on medical surgical nursing residency practice specializing in oncology consisting of management of Hodgkin's lymphoma cases and 30 case resumes using the chronic illness trajectory model approach, application of evidence based nursing walking exercise to overcome fatigue in cancer, and developing the J-Hati application innovation project to reduce the level of fatigue in cancer. The chronic illness trajectory model can help manage chronic conditions in cases of hodgkin's lymphoma and 30 resumes of cancer cases based on the course of the disease and the interaction of various conditions (medical, psychosocial, and cultural), because the needs and goals of cancer patient care change in each phase they experience or go through. . The application of EBN walking exercise has been proven to be effective in overcoming the problem of fatigue in cancer patients. The J-Hati application innovation has also been proven to be effective in reducing the fatigue level of cancer patients, can facilitate, and encourage cancer patients to do physical exercise at home, which can ultimately improve the quality of life of cancer patients"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Restika Hapsari
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthopodborn virus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti). Klien anak dengan DBD dan PDP COVID 19 harus mendapat perawatan isolasi di RS sehingga dampak psikologis yang sering terjadi pada anak adalah cemas terhadap terapi dan perawatan di rumah sakit. Laporan kasus ini menjabarkan hasil analisis asuhan keperawatan anak yang menjalani perawatan isoalasi mengalami kecemasan saat tindakan keperawatan dengan menggunakan penerapan teknik story telling. Asuhan keperawatan yang diberikan sudah disesuaikan dengan asuhan keperawatan kesehatan anak adalah wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik, studi dokumentasi dan pengumpulan hasil dari pemeriksaan diagnostik. Sementara pengukuran evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time)  selama 3 hari perawatan dimana klien tampak tenang dan kooperatif dengan perawat menghampirinya dan saat akan di periksa. Sebagai kesimpulan masalah keperawatan anak diperlukan rancangan tindakan keperawatan yang terintegrasi secara holistik yang meliputi bio-psiko-sosial-spiritual untuk mengatasi cemas klien.


Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute infection caused by arbovirus (arthopodborn virus) which is transmitted through the bite of aedes mosquitoes (Aedes albopictus and Aedes aegypti). Clients of children with DHF and PDP COVID 19 must receive isolation treatment at the hospital so that the psychological impact that often occurs in children is anxiety about therapy and hospital care. This case study describes the results of the analysis of nursing care for children who experience anxiety during nursing action by using the application of story telling techniques that undergo isolation care. The nursing care provided has been adjusted to the health care care of the child is an interview, observation and physical examination, study documentation and collection of results from diagnostic examinations. While the evaluation measurements were carried out using the SMART method (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time) for 3 days of treatment where the client appeared unafraid and fussy with the nurse approaching him and when he would be examined. To conclude the problem of child nursing requires a holistic integrated nursing action plan that includes bio-psycho-social-spiritual to overcome client anxiety.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Pelaksanaan perencanaan pulang pada pasien gagal jantung atau Congestive Heart Failure (CHF) belum optimal di Indonesia sementara perencanaan pulang pada pasien gagal jantung penting dilakukan secara optimal. CHF merupakan salah satu dari penyakit kardiovaskuler yang penting bagi kita diketahui penatalaksanaannya yang optimal karena perkembangan CHF progresif dengan angka mortalitas dan mordibitas tinggi. Perencanaan pulang yang dilakukan dengan optimal dapat meningkatkan kapasitas fungsional, penguatan psikologi pasien dan tidak adanya rawat inap berulang dalam 30 hari setelah pemberian perencanaan pulang. Studi kasus ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses perencanaan pulang yang optimal pada Ny H yang dirawat selama 4 hari. Pemberian perencanaan pulang optimal yang dilakukan pada Ny H menghasilkan perbaikan hemodinamik, pasien menjadi lebih tenang dan kooperatif. Rekomendasi penulisan ini adalah agar perawat melakukan perencanaan pulang pada pasien CHF untuk mengoptimalkan perawatan pasien CHF selama dirawat.

ABSTRACT
The implementation of Discharge Planning for heart failure patients or Congestive Heart Failure (CHF) is not optimal in Indonesia while Discharge Planning for patients with heart failure is important to do optimally. CHF is one of cardiovascular diseases which is important for us to know its optimal management because of the progressive development of CHF with high mortality and mortality. Optimal Discharge Planning can improve functional capacity, strengthen patient psychology and avoid repeated hospitalizations within 30 days after giving Discharge Planning. This case study aims to describe the optimal Discharge Planning process for Ms. H who was treated for 4 days. Provision of optimal return planning carried out in Ny H results in improved hemodynamics, patients become more calm and cooperative. The recommendation of this paper is for nurses to do discharge planning for CHF patients to optimize the care of CHF patients during treatment.
"
2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>